Menyambung kekerasan terhadap anak ini sebenarnya bukan hanya terhadap orang 
tua yang membuat kekerasan terhadap anak, tetapi bagaimana kalau kita lihat 
dengan mata kepala kita sendiri sehari-hari di mana anak usia 2 tahun pun yang 
belum mengerti apa2 harus berada di jembatan penyeberangan busway di tengah 
sore yang dingin sehabis hujan. Dia disuruh meminta-minta oleh orangtuanya. 
Atau pernahkah hati kita tergugah dengan anak yang terpaksa tidur di jembatan 
penyeberangan dengan topi peminta-minta menunggu belas kasihan dari orang-orang 
sekitarnya.....tidakkah kekejaman seperti itu dari orang tua atau mungkin bukan 
orangtuanya harus mendapat imbalan hukum yang setimpal dari orang yang 
menyatakan dirinya melindungi hak asasi anak.
   
  Saya pikir hak asasi anak juga harus menyangkut perlindungan anak yang 
diperlakukan semena-mena, seharusnya terhadap orang-orang yang memperdayakan 
anak juga harus diadakan tindakan hukum.
   
  Rgrds,
  Lilis

Ermalen Dewita <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  maaf bila sudah pernah terima imel yang sama...

salam
dewi

----- Original Message ----- 

Sent: Tuesday, January 24, 2006 11:38 PM
Subject: Maafkan Aku Mama... - Kekerasan thd anak


> -----------------------------
> 
> Kekerasan Terhadap Anak:
> 
> Maafkan Aku Mama...
> 
> 
> "Mama, maafkan aku, tidak seharusnya aku berbuat jahat pada Mama dan 
> Papa. Mama adalah Mamaku, dan Papa kan Papaku, tidak seharusnya aku 
> nge-(maaf: seks) dengan Mama dan Papa."
> 
> Surat bernada pilu itu ditulis Embun, sebut saja begitu, yang kini 
> menginjak remaja. Bocah perempuan kelahiran 31 Oktober 1991 itu kini 
> harus berjuang mengendalikan dorongan kuat dirinya untuk berhubungan 
> badan.
> 
> Embun belum lama bisa menulis surat itu. Kemampuan itu diperolehnya 
> setelah mendapat bimbingan intensif dari lembaga yang ditunjuk Komisi 
> Nasional(Komnas) Perlindungan Anak.
> 
> Ia terpaksa berakhir di lembaga pemulihan karena sejak usia delapan 
> tahun telah mengalami kekerasan seksual. Luka batinnya tak 
> tersembuhkan karena justru dilakukan orang terdekat: ibu kandung dan 
> kakek.
> 
> Peristiwa memilukan itu baru terungkap setelah sang "mama" yang waktu 
> itu masih menjadi pengasuhnya menemukan bercak putih di pakaian dalam 
> Embun.
> 
> Tanpa ragu, pengasuh yang memang sangat dekat dengan Embun itu 
> membawanya ke ginekolog. Betapa terkejutnya ia ketika dokter 
> mengatakan Embun terkena herpes.
> 
> Dokter menemukan bocah yang terlihat begitu polos itu telah kehilangan
> kehormatannya.
> 
> Perlahan, penderitaan Embun mulai terungkap. Ia mengaku sejak kecil 
> sering diajak ibu kandungnya bersama-sama menonton film biru. Begitu 
> juga dua adik lelaki Embun, sebut saja Raga (12) dan Adam (10).
> 
> Bedanya, Embun kemudian diajak mempraktikkan apa yang dilihat di film 
> oleh si ibu. Bocah itu tidak bisa menolak ketika si ibu mengatakan, 
> semua itu dilakukan karena rasa kasih sayang. Tindakan itu juga 
> melibatkan si kakek sehingga ia bisa dengan lancar menceritakan cara 
> permainan "berkelompok".
> 
> Meski terjadi enam tahun lalu, peristiwa itu membawa trauma mendalam 
> dan gangguan psikologis bagi Embun dan si bungsu Adam. Embun sulit 
> mengendalikan hasrat seksualnya, sedangkan Adam merasa dirinya korban 
> yang ditabrak truk sehingga sering berbalut perban.
> 
> Ketika hasratnya bergejolak, Embun yang belum paham cara 
> mengendalikannya sering memaksa siapa saja, termasuk ayah kandung, 
> mama barunya, pembantu perempuan maupun lelaki, untuk melayani. 
> Kesalahan penanaman nilai keluarga membuatnya menyalahartikan 
> hubungan intim sebagai bagian dari wujud kasih sayang.
> 
> Setelah tahu, ia sering merasa jijik pada diri sendiri-terutama saat 
> tahu tindakan ibu kandung dan kakeknya merupakan perbuatan terlarang.
> 
> Ia pernah mencoba bunuh diri dengan meminum cairan pembersih lantai. 
> Ia juga suka melukai diri sendiri untuk memperoleh perhatian.
> 
> Pada Adam, orang menyebutnya terkena sindrom Munchausen.
> 
> Ini adalah upaya menarik perhatian berlebihan dengan berpura-pura 
> menderita sakit parah. Perban dari kepala hingga kakinya dipenuhi 
> obat merah.
> 
> Menyadari kenyataan itu, keluarga mengirim Embun ke sanatorium 
> Dharmawangsa. Baru tahun 2004 mereka menyerahkan persoalan Embun ke 
> Komnas Perlindungan Anak, yang lalu mengirim Embun ke shelter atau 
> rumah aman yang sesuai.
> 
> Saat ini Embun tak lagi melukai diri. Ia pun tampak lebih 
> ceria."Sekarang saya sadar, semua itu salah. Saya sekarang ingin 
> menjadi orang sukses, tetapi kadang masih sulit menghilangkan pikiran-
> pikiran jahat itu," kata Embun ketika ditemui di rumah "barunya" di 
> pinggiran Jakarta.
> 
> Embun hanyalah satu dari sekian ratus korban kekerasan kepada anak 
> yang cenderung meningkat. Komnas Perlindungan Anak menyebutkan, 
> kekerasan kepada anak termasuk kekerasan fisik, psikis, dan seksual.
> 
> Jika tahun 2004 hanya tercatat 544 kasus, tahun 2005 menjadi 736 
> kasus. Dan di bulan Januari 2006 setidaknya telah terjadi 69 kasus.
> 
> Kasus-kasus ini tertutup dari perhatian umum karena orang sering 
> beranggapan masalah anak adalah masalah keluarga.
> 
> Banyak tetangga yang memilih diam dan menutup kuping ketika mendengar 
> jerit tangis anak-anak di rumah sebelahnya. Padahal berbagai 
> peraturan kini sudah tersedia. Apakah nasib sebagian anak Indonesia 
> akan begitu selamanya?
> 
> (Sumber:Kompas)
> 
> 
> 



================
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Stop berlangganan/unsubscribe dari milis ini, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]

  


                
---------------------------------
Do you Yahoo!?
  The New Yahoo! Movies: Check out the Latest Trailers, Premiere Photos and 
full Actor Database.
                
---------------------------------
Do you Yahoo!?
  Listen to over 20 online radio stations and watch over 5000 music videos on 
Yahoo! Music.

Kirim email ke