From: Herni Kusrini
> Sent: Monday, May 08, 2006 9:16 AM
> Subject: Artis AFI tidak seperti yang kita bayangkan
>
>
>   Dua hari yang lalu gw ketemu dengan salah seorang
> personel AFI (Akademi Fantasi Indosiar). Selain lepas
> kangen (he..he) gw juga dapat cerita seru dari
> kehidupan mereka.
>
> Di balik image mereka yang gemerlap saat manggung atau
> ketika nongol di teve, kehidupan artis AFI sangat
> memprihatinkan.
>
> Banyak di antara mereka yang hidup terlilit utang
> ratusan juta rupiah. Pasalnya, orang tua mereka
> ngutang ke sana-sini buat menggenjot sms putera-puteri
> mereka. Bisa dipastikan tidak ada satu pun kemenangan
> AFI itu yang berasal dari pilihan publik. Kemenangan
> mereka ditentukan seberapa besar orang tua mereka
> sanggup menghabiskan uang untuk sms. Orang tua Alfin
> dan Bojes abis 1 M. Namun mereka orang kaya, biarin
> aja.
>
> Yang kasian mah, yang kaga punya duit. Fibri (AFI
> 2005) yang tereliminasi di minggu-minggu awal kini
> punya utang 250 juta. Dia sekarang hidup di sebuah kos
> sederhana di depan Indosiar. Kosnya emang sedikit
> mahal RP 500.000. Namun itu dipilih karena
> pertimbangan hemat ongkos transportasi. Kos itu
> sederhana (masih bagusan kos gw gitu loh), bahkan
> kamar mandi pun di luar. Makannya sekali sehari. Makan
> dua kali sehari sudah mewah buat Fibri. Kaga ada dugem
> and kehidupan glamor, lha makan aja susah.
>
> Ada banyak yang seperti Fibri. Sebut saja intan,
> Nana, Yuke, Eki, dll.
>
> Mereka teikat kontrak ekslusif dengan manajemen
> Indosiar. Jadi, kaga bisa cari job di luar Indosiar.
> Bayaran di Indonesiar sangat kecil. Lagian pembagian
> job manggung sangat tidak adil. Beberapa artis AFI
> seperti Jovita dan Pasya kebanjiran job, sementara
> yang lain kaga dapat/jarang dapat job. Maklum artisnya
> sudah kebanyakan. Makanya buat makan aja mereka susah.
> Temen gw malah sering dijadiin tempat buat minjem
> duit. Minjemnya bahkan cuma Rp 100.000. Buat makan
> gitu loh. Mereka ga berani minjem banyak karena takut
> ga bisa bayar.
>
> Ini benar-benar proyek yang tidak manusiawi. Para
> orang tua dan anak Indonesia dijanjikan ketenaran dan
> kekayaan lewat sebuah ajang adu bakat di televisi.
> Mereka dikontrak ekslusif selama dua tahun oleh
> Indosiar. Namun tidak ada jaminan hidup sama sekali.
> Mereka hanya dibayar kalo ada manggung. Itu pun kecil
> sekali, dan tidak menentu. Buruh pabrik yang gajinya
> Rp 900.000 jauh lebih sejahtera daripada mereka.
>
> Nah acara ini dan acara sejenis masih banyak, Pildacil
> juga begitu. Kasian orang tua dan anak yang rela antre
> berjam-jam untuk sebuah penipuan seperti ini. Seorang
> anak pernah menangis tersedu-sedu saat tidak lolos
> dalam audisi AFI. Padahal dia beruntung. Kalau dia
> sampai masuk, bisa dibayangkan betapa dia akan membuat
> orang tuanya punya utang yang melilit pinggang, yang
> tidak akan terbayar sampai kontraknya habis.
>
> mungkin ada yang tertarik buat ngangkat cerita itu ke
> media anda? Gw punya nomer kontak mereka. Gaya hidup
> mereka yang kontras dengan image publik kayanya
> menarik untuk diangkat. Ini juga penting agar
> anak-anak dan orang tua di Indonesia kaga tertipu
> lebih banyak lagi.

Kirim email ke