mba... kalo yang ini sih ga ada yang larang, yang ada
larangannya tuh kalo poliandri.

hmhhh... dimadu? apa ya enaknya... hayoooo yang pernah
dimadu ato jadi madu sharinggg dunk....



--- intan dima <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> POLIGAMI A LA 'FEMINIS'
> 
> 
> Oleh Julia Suryakusuma
> 
> 
> Pada usia saya yg hampir setengah abad ini, dan
> setelah hampir tiga tahun
> menjanda, saya tentunya harus mereview kembali apa
> yang menjadi kebutuhan
> hidup saya pada saat ini. Kawin lagi, seperti yang
> 'dituntut' atau paling
> tidak diharapkan oleh keluarga saya? Aduh, rasanya
> engga deh ! Untuk apa
> kawin lagi? Teman-teman perempuan sebaya atau yang
> lebih tua (yang sudah
> janda maupun belum) mengatakan, "Ngapain Jul? Nambah
> persoalan aja."
> 
> 
> Memang, soalnya, cari nafkah sudah bisa sendiri,
> secara sosial dari dulupun
> biasa kemana-mana sendiri, secara emosional juga
> mandiri. Malas sekali
> rasanya, apalagi kalau memikirkan harus mungutin
> celana dalam dan kaos kaki
> yang berserakan di lantai, atau handuk basah yang
> bukannya digantung, malah
> dilempar di tengah tempat tidur; tutup odol yang
> tidak ditutup,
> kebiasaan-kebiasaan lain yang menjengkelkan,
> berbagai urusan tetek-bengek
> keseharian rumah tangga, serta kompromi-kompromi
> lainnya. Juga tentunya
> karena sudah terbiasa dengan kesendirian, kebiasaan
> dan kebebasan yang saya
> miliki. Apalagi sebagai penulis saya senang, dan
> bahkan dituntut untuk
> sendiri. Nanti ada suami malah mengurangi fokus dan
> konsentrasi saya,
> padahal siapa tahu diparuh kedua hidup saya ini bisa
> melahirkan 'bayi-bayi'
> lagi. Bukan bayi manusia tentunya, tapi karya
> tulisan ataupun karya
> lainnya, yang lebih baik daripada sebelumnya.
> 
> 
> Dari dulupun, ketika saya masih berstatus menikah,
> apalagi dihadapan suami
> yang bertahun-tahun sakit, sudah mandiri - memang
> sudah dari sononye,
> apalagi saya dididik di luar negeri sebagai anak
> diplomat. Toh saya menikah
> selama 27 tahun lamanya - tidak main-main - bahkan
> sudah bisa dianggap
> 'veteran' perkawinan. Jangan-jangan mesti diberi
> medali, di tengah tingkat
> perceraian yang begitu tinggi - yang akan lebih
> tinggi lagi kalau
> perkawinan pura-pura (untuk status, untuk alasan
> ekonomi, karena
> kebiasaan), bubar. Selain itu, saya menikah pada
> usia yang relatif muda -
> 20 tahun - jadi sekarang ini ingin menikmati being
> single again dong.
> 
> 
> Tapi jujur saja, selain freedom, sebagai perempuan
> normal, saya juga
> membutuhkan keintiman. Keintiman apa? Ya, emosional
> dan seksual tentunya.
> Kalau 'keintiman' intelektual, bisa di dapat dengan
> banyak orang, bahkan
> harus dengan banyak orang.
> 
> 
> Tiba-tiba, di tengah-tengah maraknya perdebatan
> tentang poligami, saya
> terinspirasi, kenapa saya tidak berpoligami saja?
> Lho, lho, lho, Julia
> Suryakusuma yang dikenal sebagai salah seorang
> pelopor feminisme di
> Indonesia, Julia yang terkenal garang itu? Wow! Apa
> yang terjadi? Pasti
> banyak orang akan berpikir, si Julia udah gila,
> kelewat frustrasi, atau
> sudah benar-benar desperate?? Pasti saya dicerca,
> dikecam dan dilempari
> tomat busuk dan batu (tak apa-apalah dilempari batu,
> asal batu berlian
> saja!) dicap penghianat, oleh teman-teman feminis
> maupun non-feminis.
> 
> 
> Tenang, tenang - ini kan cuma ngelamun saja, istilah
> kerennya, refleksi.
> Saya ingin memperkenalkan konsep poligami a la
> feminis, atau paling tidak
> feminis a la saya (karena tidak semua feminis akan
> setuju dengan saya -
> feminis kan macam-macam alirannya), dan menawarkan
> suatu paradigma baru.
> 
> 
> Begini. Banyak wanita dewasa seusia saya, sudah
> self-contained. Maksudnya
> bukan cuma serba-bisa, tapi ada kepercayaan diri
> (self-esteem) yang utuh,
> sudah bisa memanage diri sendiri dan orang lain,
> memiliki pengalaman dan
> merasakan asam-garamnya kehidupan, bisa bertindak
> sebagai pengayom, dan
> kemungkinan juga sudah memiliki kedudukan
> sosial-ekonomi yang baik.
> Mapanlah. Tidak lagi mencari security (apakah itu
> secara emosional ataupun
> materi) ataupun kelengkapan dirinya, hal-hal yang
> biasanya menjadi alasan
> bagi wanita muda untuk mencari pasangan.
> 
> 
> Salah satu faktor mengapa saya mempertimbangkan
> poligami adalah karena
> rasanya kalaupun saya menikah lagi, ingin dengan
> yang lebih muda, paling
> tidak sepuluh tahun lebih muda. Nah, ini, melanggar
> aturan lagi - bagaimana
> sih? Mengapa pilihannya kepada yang lebih muda? Cari
> daun muda, wah, tante
> girang dong! Ya, tidaklah. Alasannya karena saya
> merasa muda di hati,
> secara fisik juga masih oke, mengikuti jaman, punya
> pandangan yang
> progresif, bahkan sering dianggap terlalu progresif
> untuk jamannya.
> Kemungkinan pria yang lebih tua tidak bisa mengikuti
> cara berpikir saya.
> Alasan lainnya - jujur saja - suami saya dulu 15
> tahun lebih tua, jadi
> wajar kalau sekarang cari yang berbeda. Variasi. Dan
> sebenarnya, perempuan
> dewasa juga bukan hanya lebih matang secara seksual,
> tapi - apalagi yang
> pra-menopause - bisa mengalami peningkatan gairah
> seksual yang lebih bisa
> diimbangi pria muda.
> 
> 
> Padahal, pool (kelompok) pria yang berusia 40an atau
> menjelang 40 biasanya
> sudah menikah. Pilihan pertama, pacaran sana sini
> (alias selingkuh), secara
> psikologis menekan semua pihak (dimana
> keintimannya?), melibatkan banyak
> berbohong, rasa bersalah, tidak tertutup kemungkinan
> pemerasan emosional,
> dan takut kepergok. Belum secara agama dianggap
> dosa. Meski ada stigma
> sosialnya, kalau berpoligami ada kejelasan, sah
> secara agama, dan bisa
> dibikin pembagian tugas. Mau disebut 'gilir', ya
> oke, meski bisa dijabarkan
> secara longgar. Terus terang saya sudah malas punya
> suami full-time, tapi
> kalau part-time sih oke sekali. Biar bagian yang
> lebih full-time diberikan
> (dibebankan?) kepada istri pertama, yang lebih muda
> dan yang masih punya
> minat dan energi untuk menjalankan peran tersebut.
> Jadi situasinya memang
> lucu juga, di sini yang disebut 'istri muda' (baca:
> kedua) umurnya lebih
> tua.
> 
> 
> Bagi pasutri yang suaminya punya 'istri muda' yang
> lebih tua, ada beberapa
> keuntungan. Perempuan itu sangat kurang diakui
> perannya sebagai penyalur
> ilmu - ilmu apapun - yang pasti, ilmu kehidupan,
> padahal perempuan, apalagi
> yang dewasa itu sarat ilmu. Sebagai istri kedua, ia
> bisa berbagi ilmu
> kepada suami dan istri pertamanya. Bagi perempuan
> karir yang sukses,
> mungkin ia juga mapan secara finansial, jadi mungkin
> bisa membantu keluarga
> suaminya, kalau memang dibutuhkan. Bukannya jadi
> saingan, malah bisa saling
> mengisi. Perempuan dewasa tidak lagi mencari
> kelengkapan, malah cenderung
> ingin berbagi, apakah ilmunya, uangnya,
> kebajikannya, kesabarannya
> (mungkin), ataupun kasih dan ibanya (love and
> compassion).
> 
> 
> Bagaimana dengan faktor emosional? Kalau bagi saya
> sebagai perempuan lebih
> tua, rasa cemburu itu sudah sangat kurang, menurun
> dengan meningkatnya
> 
=== message truncated ===


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

--------------------------------------------------------------------------
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
unsubscribe dari milis, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
FAQ milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke