dari blog temen (dianekawati.multiply.com):

Sore itu saya mengambil tempat duduk paling belakang di bis yang akan
membawa saya pulang usai belanja. Bis masih menunggu jam berangkat ketika
serombongan anak TK berusia antara 4 – 5 tahun masuk dengan ceria. Tampaknya
mereka adalah anak-anak TK di sebelah rumah saya, karena mereka naik bis
menuju tempat kami. Mereka berjumlah 8 orang, terdiri atas 4 orang anak
laki-laki dan 4 orang anak perempuan serta ditemani oleh dua orang guru
mereka. Mereka membawa gantungan kunci berbentuk kangguru serta boneka
kangguru warna kuning bertuliskan nama salah satu supermarket terkenal di
Jerman. Celotehan riang mereka langsung meramaikan bis. Dua orang guru
pendamping hanya sesekali mengatur anak-anak yang berebutan duduk di tempat
duduk bagian belakang. Dua orang anak laki-laki duduk di samping saya. Yang
lain duduk di kursi yang saling berhadapan di depan kami. Keempat anak
laki-laki itu kemudian memanggil-manggil sebuah nama „Lisa, Lisa, komma'
her. Du sitzst neben uns". Begitu lah mereka memanggil teman mereka bernama
Lisa untuk duduk di samping mereka. Namun, gadis kecil bernama Lisa itu
lebih memilih duduk di sebelah dua orang teman perempuannya, walaupun posisi
duduknya tetap menghadap dan bersebelahan pula dengan keempat teman
laki-laki yang memanggilnya.
Lisa. Gadis kecil itu cantik, lucu, berambut pirang pendek bergelombang
halus dengan mata biru yang berbinar cerah. Suaranya kecil, halus dan
terdengar memikat saat bicara. Pendeknya: menarik. Dia sudah terlihat
„berbeda" dari teman-teman perempuannya. Seperti putri dalam cerita dongeng.
Tak heran keempat teman laki-lakinya ingin duduk berdekatan dengannya.
„Sang putri" Lisa memakai celana selutut, berkaos sepak bola kesebelasan
Jerman warna, sepatu kets putih dan kaos kaki putih. Dia tidak sempat
bercakap dengan teman-teman perempuannya, karena sibuk menanggapi pertanyaan
teman-teman laki-lakinya yang sibuk berkomentar tentang pemain-pemain
kesebelasan Jerman. Demam Piala Dunia memang dirasakan oleh siapapun. Juga
oleh anak-anak itu. Sementara itu, ketiga teman perempuan Lisa bicara
tentang hal lain. Yang saya tangkap adalah pembicaraan tentang coklat,
permen, dan semacamnya. Guru mereka pun terlibat pembicaraan masing-masing.
Saya mengamati sambil sesekali tersenyum melihat cara bicara dan isi
pembicaraan mereka yang "manis".
Tak lama kemudian bis berangkat sesuai jadwal. Namun, tak sampai semenit bis
berangkat, Lisa berkata pada salah seorang gurunya dengan suara memelas
"Andrea, ich muss dringend aufs Klo". Ini dia. Saya melihat ke arah Lisa
lalu ke arah salah seorang guru yang dipanggil Andrea tadi. Andrea terlihat
cukup terkejut mendengar keinginan Lisa untuk segera ke toilet padahal bis
baru saja berangkat. Bis tidak mungkin dihentikan begitu saja. Guru yang
lainnya hanya mengangkat bahu sambil tersenyum. „Das geht leider nicht,
Lisa. Kannst du's halten?" katanya meminta Lisa menahan keinginannya buang
air kecil. „Ich weiss nicht" kata Lisa mengungkapkan ketidaktahuannya apa
dia bisa menahan atau tidak. „Versuch mal! Du musst es ablenken". Andrea
meminta Lisa mencoba menahan dengan mengalihkannya pada hal-hal lain.
Teman-teman laki-laki Lisa menyemangati Lisa „Ja, Lisa, du musst es
ablenken". Sementara teman-teman perempuannya hanya memperhatikan Lisa lalu
asyik mengobrol lagi.
Andrea mencoba mengalihkan perhatian Lisa dengan memintanya bernyanyi.
Anak-anak yang lain pun diminta ikut bernyanyi. Akhirnya bernyanyilah mereka
bersama-sama. Saya tersenyum melihatnya. Menyenangkan mendengar anak-anak
itu menyanyi "Alle meine Entchen" dan salah satu lagu yang saya lupa
judulnya, tapi saya kenal juga karena melodinya mirip-mirip lagu „Boneka
abdi". Penumpang bis yang tidak terlalu penuh itu pun terhibur dengan
tingkah dan nyanyian anak-anak yang menggemaskan.
Usai menyanyi, Andrea bertanya tentang banyak hal pada Lisa, termasuk juga
tentang beberapa kosa kata Bahasa Inggris yang tampaknya dipelajari juga
oleh Lisa. Lisa dengan bangga menunjukkan pengetahuannya tentang beberapa
kosa kata dalam Bahasa Inggris yang membuat teman-temannya kagum, terutama
teman-teman laki-lakinya. Lisa senang, teman-temannya senang, guru mereka
pun senang karena Lisa tampaknya berhasil mengalihkan perhatian dari
keinginannya buang air kecil.
Namun, tiba-tiba saja Lisa menghentikan unjuk kemampuannya dan berkata
„Andrea, ich kann nicht mehr. Ich muss dringend aufs Klo". Nada suaranya
sudah berubah memelas dan putus asa. Dia tidak bisa menahan lagi, dia harus
segera ke kamar mandi. Sayangnya masih belum bisa, karena masih ada dua
halte bis yang harus dilewati untuk sampai ke tujuan. Wajah Lisa tampak
begitu memelas. Kedua kakinya dirapatkan. Badannya digerak-gerakkan. Dia
berusaha keras menahan. Dalam hati saya berkata, tidak mungkin bisa. Pasti
terjadi.
Saat itulah saya melihat bagaimana Andrea, sang guru, bersikap. Bukan amarah
dan kekesalan atau omelan yang muncul. Bukan perkataan paksaan meminta Lisa
menahan lagi. Andrea bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri Lisa. Dia
melingkarkan kedua tangannya di leher Lisa, menundukkan kepalanya lalu
mendekatkan kepala Lisa. Dia bicara pelan pada Lisa, mencoba memintanya
menahan keinginannya sekali lagi. Namun, terlambat. Lisa sudah tidak bisa
tahan. Air sudah mengalir dari sela-sela pahanya. "Ist passiert" kata guru
yang lain yang tetap duduk di tempatnya. Sudah terjadi. Air seni sudah
mengalir pelahan membasahi celana dan sepatu Lisa lalu membasahi lantai bis.

Tak ada omelan atau kata-kata menyalahkan dari Andrea. Dia malah semakin
mendekap Lisa. Diajaknya Lisa bicara. „Weißt Du, es ist völlig normal. Es
passiert auch bei allen Leuten. Auch bei den Erwachsenen. Manchmal können
wir auch nicht mehr halten. Es ist halt so. Das ist genauso wie beim
Schwimmen oder Duschen. Man wird nass. Jetzt ist es auch so. Es ist nur
Deine Hose und Deine Schuhe. Die sind jetzt nass. Aber es ist kein Problem.
Die sind auch bald trocken. Es ist nur Wasser. In der Schule werden wir
Deine Hose und Deine Schuhe wechseln, ja. Du brauchst Dich nicht zu schämen.
Es ist völlig normal. Das Wasser lief durch, weil Du nicht mehr halten
konntest. Es wird schon gut". Lisa cukup tenang mendengar apa yang dikatakan
Andrea, padahal sebelumnya dia sudah hampir menangis.
Ya, dia memang tidak perlu menangis atau malu. Apa yang dikatakan Andrea
semua benar. Semua itu wajar. Hal tersebut bisa terjadi pada siapapun, juga
pada orang dewasa sekali pun. Semua bisa terjadi begitu saja. Andrea
mengibaratkannya dengan berenang dan mandi yang membuat tubuh atau pakaian
kita menjadi basah. Saat itu pun demikian. Yang basah hanya celana dan
sepatu Lisa, tapi itu bukan masalah, karena nanti pun akan kering juga.
Hanya air, begitu kata Andrea yang memastikan bahwa Lisa bisa mengganti
celana dan sepatunya di sekolah. Oleh karena itu Lisa tak perlu malu, karena
semuanya wajar. Air seni mengalir, karena Lisa sudah tidak bisa menahannya
lagi. Namun, semua akan baik-baik saja. Kata-kata yang menyejukkan itu
mengalir dari mulut Andrea, sang guru, yang terus mendekap anak didiknya
sampai bis berhenti di tempat tujuan kami, karena saya pun berhenti di halte
bis yang sama.
Bagaimana reaksi teman-teman Lisa menyaksikan Lisa mengompol? Mereka tidak
menertawakan Lisa, tetapi malah membantu Andrea ikut menenangkan Lisa. „Ja,
Lisa, kein Problem. Es wird wieder bald trocken", kata mereka. Bukan
masalah, akan cepat kering lagi. Dukungan teman-temannya semakin menenangkan
Lisa. Walaupun mungkin dia malu, tetapi karena teman-temannya tidak
membuatnya semakin malu, maka dia bisa lebih berbesar hati menerima
kenyataan bahwa dia tidak bisa menahan untuk tidak mengompol di bis.
Anak-anak itu turun dengan teratur dari bis, kemudian berbaris menunggu
Andrea yang saat itu sedang bicara dengan sopir bis memberitahukan bahwa
salah satu anak didiknya mengompol di bis. Tampaknya tak ada masalah dari si
sopir. Kejadian yang wajar yang tidak bisa dihindari. Saya sempat mendengar
salah seorang dari anak-anak itu bicara pada gurunya yang lain, „Schade,
dass die Hose und die Schuhe von Lisa jetzt nass sind. Sie muss jetzt mit
der nassen Hose und Schuhe laufen". Dia tidak berkomentar tentang Lisa yang
mengompol, tetapi prihatin karena sekarang celana dan sepatu Lisa jadi
basah. Akibatnya Lisa harus berjalan ke sekolah dengan celana dan sepatu
yang basah. Rasa prihatin sebagai seorang kawan yang justru muncul, bukan
keinginan untuk mengolok-olok.
Anak-anak itu kemudian berbaris teratur sambil berpegangan tangan.
Berceloteh riang seperti sedia kala, seakan tidak terjadi apapun. Begitu
pula Lisa. Dia kembali ceria dan masih tetap jadi Lisa yang menarik.
Guru-gurunya pun mengobrol seperti biasa. Biasa saja, karena memang tidak
ada sesuatu pun yang harus diributkan. Tidak ada seorang pun yang
dipermalukan. Tidak ada seorang pun yang harus kehilangan muka. Tidak ada
seorang pun yang harus marah. Tidak ada seorang pun yang menangis. Semua
berjalan seperti biasa. Indah malah.

Bayreuth, 020706

--
mas asep

Kirim email ke