Dukung Gerakan HARI TANPA TV
(Minggu, 23 Juli 2006)

Sekitar 60 juta anak Indonesia menonton TV selama berjam-jam hampir
sepanjang hari. Apa yang ditonton? Anak-anak menonton acara TV apa saja
karena kebanyakan keluarga tidak memberi batasan menonton yang jelas.
Mulai dari acara gosip selebritis; berita kriminal berdarah-darah;
sinetron remaja yang penuh kekerasan, seks, intrik, mistis, amoral; film
dewasa yang diputar dari pagi hingga malam; penampilan grup musik yang
berpakaian seksi dan menyanyikan lagu dengan lirik orang dewasa;
sinetron
berbungkus agama yang banyak menampilkan rekaan azab, hantu, iblis,
siluman, dan seterusnya. Termasuk juga acara ana k yang banyak berisi
adegan yang tidak aman dan tidak pantas ditonton anak.

Bayangkan kalau anak-anak kita adalah satu dari mereka yang tiap hari
harus menelan hal-hal dari TV yang jelas-jelas tidak untuk mereka tapi
untuk orang dewasa. Anak-anak akan sangat berpotensi untuk kehilangan
keceriaan dan kepolosan mereka karena masuknya persoalan orang dewasa
dalam keseharian mereka. Akibatnya, sering terjadi gangguan psikologi
dan
ketidakseimbangan emosi dalam bentuk kesulitan konsentrasi, perilaku
kekerasan, persepsi yang keliru, budaya 'instan', pertanyaan-pertanyaan
yang 'di luar dugaan' dan sebagainya.

Hanya sedikit anak yang beruntung bisa memiliki berbagai kegiatan,
fasilitas, dan orangtua yang baik sehingga bisa mengalihkan waktu anak
untuk hal-hal yang lebih penting daripada sekadar menonton TV. Namun
jutaan orangtua di Indonesia pada umumnya cemas dan khawatir dengan isi
siaran TV kita. Kalangan industri televisi p unya argumentasi sendiri
mengapa mereka menyiarkan acara-acara yang tidak memperhatikan
kepentingan
anak dan remaja. Intinya, kepentingan bisnis telah sangat mengalahkan
dan
menempatkan anak dan remaja kita sekadar sebagai pasar yang harus
dimanfaatkan sebesar-besarnya. Meski beberapa stasiun TV sudah mulai
memperbaiki isi siaran mereka, itu tetap tidak bisa menghilangkan
kesalahan mereka di masa lalu dalam memberi 'makanan' yang merusak jiwa
puluhan juta anak Indonesia.

Pemerintah maupun institusi lain, terbukti tidak mampu membuat peraturan
yang bisa memaksa industri televisi untuk lebih sopan menyiarkan
acaranya.
Sehingga, tidak ada pilihan lain kecuali individu sendiri yang harus
menentukan sikap menghadapi situasi ini. Anggota masyarakat yang bersatu
dan memiliki sikap yang sama untuk menolak perilaku industri televisi
kita, akan menjadi kekuatan yang besar apabila jumlahnya makin
bertambah.
Penolakan oleh masyarakat yang me rupakan pasar bagi industri televisi,
pada saatnya akan menjadi kekuatan yang luarbiasa besar.

Untuk itulah perlu ada "Gerakan HARI TANPA TV". Hari Minggu 23 Juli 2006
bertepatan dengan HARI ANAK NASIONAL dipilih sebagai HARI TANPA TV
sebagai
bentuk keprihatinan masyarakat terhadap tayangan TV yang tidak aman dan
tidak bersahabat untuk anak. Keberhasilan dari gerakan ini akan
membuktikan bahwa apabila masyarakat bisa bersatu melakukan penolakan
terhadap perilaku industri televisi, maka sejak saat itulah kita bisa
berharap ada perbaikan.

Jadi, berikanlah dukungan dan bergabunglah untuk mengikuti HARI TANPA
TV.
Pada hari itu, matikan TV selama sehari dan ajaklah anak-anak untuk
melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat.

Segenap unsur masyarakat dapat mengirimkan dukungan melalui:
Fax : 021-9246539 - Yayasan Kita dan Buah Hati
021-8406553 ? Yayasan Pengembangan Media Anak / Kidi a
E-mail : [EMAIL PROTECTED] / [EMAIL PROTECTED]
Telpon : 021-80871763
SMS : 0815-8556547
Website : www.kidia.org (informasi lebih jauh tentang gerakan ini).

Jakarta, 14 Juli 2006
B. Guntarto, 70884101.
YPMA / Komunitas TV Sehat
Koordinator HARI TANPA TV.

nb. Bila Anda menganggap isyu ini penting, mohon sebarkan ke teman,
kerabat, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Hingga 14 Juli, gerakan ini didukung oleh kurang lebih 40 lembaga.

Kirim email ke