saya mo sharing dikit masalah tv ini, saat ini saya punya 2 anak batita (3.5 thn dan 1.5 thn), saya memberlakukan aturan di rumah kalau mereka mau nonton tv, mulainya jam 16 dan harus film kartun. Thanks GOD saya punya 2 asisten yg bisa dipercaya, jadi bener2 dari pagi sampe sore tv ga nyala. cuma masalahnya sekarang ini film kartunpun bukan spt jaman dulu yang soft spt walt disney (mickey, donald, etc), film kartun skg isinya kekerasan, aneh spt _catdog_ (binatang dgn 2 kepribadian), dll, dan saya menyiasatinya saat ini dengan memutar dvd pendidikan atau dvd hadiah kalau beli produk susu, juga beliin mereka dvd yg soft spt _cars_ atau disney memang saya sadar, yang saya lakukan ini belum bisa menghilangkan dampak2 negativ dari tv, tapi paling ga bisa meminimalkan., dan orang2 rumah juga harus ikut "bayar harga" untuk ga nonton tv kalau anak2 masih melek, atau kalaupun nonton paling2 nonton berita (tapi bukan yg kriminal) atau ikut nonton yang di tonton anak2. segitu aja sharingnya, maaf kalau kepanjangan.............................
-sondang mama katriel & keisha- "Kesrini Damayanti" To: <[EMAIL PROTECTED]>, "wuri utami" <kesrini.damayanti <[EMAIL PROTECTED]>, "andha" <[EMAIL PROTECTED]>, "mas'Tu" @zyrex.com> <[EMAIL PROTECTED]>, <[EMAIL PROTECTED]>, "[AFS] Yurianto Wance" <[EMAIL PROTECTED]>, "Chrisyulianto Triutomo" <[EMAIL PROTECTED]>, 18/07/2006 11:21 <[EMAIL PROTECTED]>, <balita-anda@balita-anda.com>, "titok" <[EMAIL PROTECTED]>, Please respond to "Tita (E-mail)" <[EMAIL PROTECTED]>, "Lia (E-mail)" <[EMAIL PROTECTED]>, balita-anda "Wahyu Perdana" <[EMAIL PROTECTED]>, "Wahyu Waskito (E-mail)" <[EMAIL PROTECTED]>, "Yulison Tri Gunawan (Sonny)" <[EMAIL PROTECTED]>, "agung" <[EMAIL PROTECTED]> cc: Subject: [balita-anda] [info] Hanya 1 hari (oot) Dukung Gerakan HARI TANPA TV (Minggu, 23 Juli 2006) Sekitar 60 juta anak Indonesia menonton TV selama berjam-jam hampir sepanjang hari. Apa yang ditonton? Anak-anak menonton acara TV apa saja karena kebanyakan keluarga tidak memberi batasan menonton yang jelas. Mulai dari acara gosip selebritis; berita kriminal berdarah-darah; sinetron remaja yang penuh kekerasan, seks, intrik, mistis, amoral; film dewasa yang diputar dari pagi hingga malam; penampilan grup musik yang berpakaian seksi dan menyanyikan lagu dengan lirik orang dewasa; sinetron berbungkus agama yang banyak menampilkan rekaan azab, hantu, iblis, siluman, dan seterusnya. Termasuk juga acara ana k yang banyak berisi adegan yang tidak aman dan tidak pantas ditonton anak. Bayangkan kalau anak-anak kita adalah satu dari mereka yang tiap hari harus menelan hal-hal dari TV yang jelas-jelas tidak untuk mereka tapi untuk orang dewasa. Anak-anak akan sangat berpotensi untuk kehilangan keceriaan dan kepolosan mereka karena masuknya persoalan orang dewasa dalam keseharian mereka. Akibatnya, sering terjadi gangguan psikologi dan ketidakseimbangan emosi dalam bentuk kesulitan konsentrasi, perilaku kekerasan, persepsi yang keliru, budaya 'instan', pertanyaan-pertanyaan yang 'di luar dugaan' dan sebagainya. Hanya sedikit anak yang beruntung bisa memiliki berbagai kegiatan, fasilitas, dan orangtua yang baik sehingga bisa mengalihkan waktu anak untuk hal-hal yang lebih penting daripada sekadar menonton TV. Namun jutaan orangtua di Indonesia pada umumnya cemas dan khawatir dengan isi siaran TV kita. Kalangan industri televisi p unya argumentasi sendiri mengapa mereka menyiarkan acara-acara yang tidak memperhatikan kepentingan anak dan remaja. Intinya, kepentingan bisnis telah sangat mengalahkan dan menempatkan anak dan remaja kita sekadar sebagai pasar yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya. Meski beberapa stasiun TV sudah mulai memperbaiki isi siaran mereka, itu tetap tidak bisa menghilangkan kesalahan mereka di masa lalu dalam memberi 'makanan' yang merusak jiwa puluhan juta anak Indonesia. Pemerintah maupun institusi lain, terbukti tidak mampu membuat peraturan yang bisa memaksa industri televisi untuk lebih sopan menyiarkan acaranya. Sehingga, tidak ada pilihan lain kecuali individu sendiri yang harus menentukan sikap menghadapi situasi ini. Anggota masyarakat yang bersatu dan memiliki sikap yang sama untuk menolak perilaku industri televisi kita, akan menjadi kekuatan yang besar apabila jumlahnya makin bertambah. Penolakan oleh masyarakat yang me rupakan pasar bagi industri televisi, pada saatnya akan menjadi kekuatan yang luarbiasa besar. Untuk itulah perlu ada "Gerakan HARI TANPA TV". Hari Minggu 23 Juli 2006 bertepatan dengan HARI ANAK NASIONAL dipilih sebagai HARI TANPA TV sebagai bentuk keprihatinan masyarakat terhadap tayangan TV yang tidak aman dan tidak bersahabat untuk anak. Keberhasilan dari gerakan ini akan membuktikan bahwa apabila masyarakat bisa bersatu melakukan penolakan terhadap perilaku industri televisi, maka sejak saat itulah kita bisa berharap ada perbaikan. Jadi, berikanlah dukungan dan bergabunglah untuk mengikuti HARI TANPA TV. Pada hari itu, matikan TV selama sehari dan ajaklah anak-anak untuk melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat. Segenap unsur masyarakat dapat mengirimkan dukungan melalui: Fax : 021-9246539 - Yayasan Kita dan Buah Hati 021-8406553 ? Yayasan Pengembangan Media Anak / Kidi a E-mail : [EMAIL PROTECTED] / [EMAIL PROTECTED] Telpon : 021-80871763 SMS : 0815-8556547 Website : www.kidia.org (informasi lebih jauh tentang gerakan ini). Jakarta, 14 Juli 2006 B. Guntarto, 70884101. YPMA / Komunitas TV Sehat Koordinator HARI TANPA TV. nb. Bila Anda menganggap isyu ini penting, mohon sebarkan ke teman, kerabat, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Hingga 14 Juli, gerakan ini didukung oleh kurang lebih 40 lembaga. -------------------------------------------------------------------------- Kirim bunga, http://www.indokado.com Info balita: http://www.balita-anda.com unsubscribe dari milis, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED] menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]