Bapaks , Saya sependapat dengan Oom Irwan. Bagaimanapun juga yang sangat perlu diseriusi adalah "preventive action"-nya.
Kembali ke wacana yang dilempar Oom b_a, kalau misalnya sudah terjadi.....bagaimana ? Kalau boleh saya coba lemparkan suatu kaidah yang pernah saya baca di milis lain : "Suatu kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan mendatangkan kemudharatan yang lain" Free to be discussed kok.... salam MZS :) -----Original Message----- From: Irwan Ardiansyah [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Tuesday, August 05, 2003 9:39 AM To: [EMAIL PROTECTED] Subject: [balita-anda] Diskusi : It may happened Pak Bambang, Pemikiran itu dulu juga ada pada saya dan istri, betapa mengkhawatirkannya pergaulan saat ini yang sewaktu - waktu bisa menjerat anak kesayangan kita. Bila dibandingkan dulu, tantangan mengasuh anak saat ini sangat besar. Pengaruh budaya barat yang kuat, arus informasi melalui media massa khususnya film, kebebasan yang diagung-agungkan yang sering dalam artian yang keliru serta tingkat kejahatan yang semakin merajalela, khususnya narkoba, membuat kita sebagai orang tua harus waspada. Media, khususnya menjadi salah satu faktor terpenting dalam perilaku anak - anak. Berikut kutipan artikel dari internet : ---------------- Dalam buku After the Death of Childhood, buku bagus ini bercerita tentang matinya masa kanak-kanak, antara lain akibat kehadiran media. Mengapa demikian? Media massa mengenalkan anak-anak pada kehidupan dewasa. Itulah yang membuat anak-anak tercerabut dari masa kanak-kanak yang seharusnya. Sejak kecil anak-anak sejak kecil sudah mengenal banyak hal dari aspek kehidupan orang dewasa, sehingga ia terperangkap dalam kedewasaan baik secara fisik, psikologis, ataupun sosial. Anak-anak tahu hubungan laki-perempuan, seks, kekerasan, dan perilaku-perilaku anti-sosial sejak mereka masih sangat kecil. Dari mana? Dari media tentu. Padahal, anak-anak belum siap untuk itu. Lihatlah film kartun anak-anak. Isinya banyak yang terkait dengan hubungan laki-perempuan dan seks. Popeye, Crayon Sinchan, dan Sailor Moon adalah beberapa diantaranya. Kemudian, iklan TV. Mari lihat Irex, Promag, Rapet Wangi, atau pompa air Sumitsu, dan juga beberapa iklan yang di perankan oleh Inul. Atau, lihatlah tabloid-tabloid porno yang dijajakan di pinggir jalan. Anak-anak setiap saat dapat melihatnya. Mereka sejak kecil sudah melihat gambar perempuan dewasa nyaris telanjang, dan itu seks. Kemudian, ada pula sinetron, telenovela atau film yang menampilkan hubungan laki-perempuan atau seks secara eksplisit. Sekaligus, dari kisah-kisahnya anak-anak dapat menangkap cerita tentang penyelewengan, perceraian, dan krisis hubungan laki-perempuan lainnya. Ada pula videoclip yang menjual seks. Ada perempuan-perempuan nyaris telanjang di danau yang menari dan bergoyang sensual. Belum lagi, syair yang dinyanyikan yang kadangkala mengandung muatan seks pula. Kemudian, mereka juga belajar kekerasan dari media melalui film kartun, film dewasa, dan sinetron. Dari sini kadang-kadang anak belajar bahwa kekerasan adalah jalan keluar untuk menyelesaikan masalah. Mereka juga mengenal horor sejak mereka sangat kecil. Kemungkinan karena dirumah para orang dewasa menonton acara TV Ghost Stories, Percaya tak Percaya atau serial yang menampilkan Mak lampir. Sekaligus, dengan menonton acara-acara yang demikian, anak-anak berkenalan dengan dunia klenik. Daftar ini akan bertambah panjang jika kita juga berbicara tentang profanity, kata-kata vulgar, kasar, dan tidak sopan yang sering jadi langgam bicara para tokoh yang tampil di sinetron atau film. Bahkan, menyedihkan sekali, kalau toh anak-anak kita jejali dengan hanya materi TV berlabel "acara anak-anak", mereka juga tidak dapat terbebas dari virus yang buruk itu. Anak-anak yang tampil dalam acara anak-anak banyak yang telah teracuni, tampil bak orang dewasa. Mereka sungguh-sungguh miniatur orang dewasa. Gaya bicara dan penampilan anak-anak itu persis seperti orang dewasa, karena mereka meniru gaya orang dewasa. Contohnya adalah Joshua. Jadi begitulah. Potret media kita memang mengkhawatirkan buat anak-anak kita. Karena itu, sedapat mungkin, jauhi anak kita dari media-media yang potensial membawanya ke arah pengenalan kehidupan orang dewasa. Kalau toh kita dengan selektif mengizinkan anak kita mengkonsumsi media, jangan biarkan dia mengkonsumsinya sendirian. Dampingi anak kita, ajak dia bicara jika ada muatan media yang kita rasakan "terlalu dewasa". Tentu saja anak perlu mengenal kehidupan orang dewasa, tapi itu nanti, pada saat yang tepat. ------------------------------------ Apa yang salah dengan anak - anak sekarang ? Sedari kecil mungkin mereka telah dididik dengan baik, diajarkan agama dengan kuat dan dipagari dengan disiplin. Tetapi sewaktu besar, banyak kasus yang menunjukkan betapa bingungnya orang tua karena si anak sering berubah dari ajaran2 orang tuanya. Bayangkan, polling di Bandung baru - baru ini menunjukkan bahwa 44,8 % remaja (mahasiswa dan pelajar) telah melakukan hubungan seks diluar nikah. 51,5 % diantaranya dilakukan di kost - kostan. Nauzubillah. Saya percaya beberapa hal yang dapat menjaga anak2 kita dari pergaulan yang tidak benar : 1. Agama, sedari kecil sudah didik agama yang kuat. Mengaji, misalnya, bukan hanya di otak sebagai hapalan, tetapi juga di hati sebagai pemahaman. Untuk orang tua, tidak ada kata terlambat untuk belajar kembali. Dalam penerapan agama, sedapat mungkin tidak ada exception (khususnya untuk yang sudah aqil baliq). cara berpakaian, cara bergaul harus diingatkan agar sesuai dengan ajaran agama. 2. Tanggung jawab. Sering kita menganggap bahwa anak2 sering mengalami "kebingungan identitas" atau "krisis identitas". Mengutip salah satu artikel di website, John W Santrockseorang pakar psikologi perkembangan dengan bukunya berjudul Adolescence (2001) menunjukan bahwa kebingungan indentitas hanyalah mitos. Ada remaja-remaja yang tidak perlu sibuk mencari jati-diri. Mereka telah mengenali dirinya, tujuan hidupnya dan makna hidupnya karena sedari kecil telah memiliki keyakinan, komitmen hidup serta persepsi tentang tanggungjawab (perceived responsibility) yang kuat. Inilah yang membuat hidup mereka lebih terarah, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh sebayanya. Tanggung jawab, misalnya, dapat kita ajarkan dari yang kecil. Mengasuh binatang peliharaan misalnya, menjaga barang pemberian orang tua, menjaga rumah, jalan2 keluar rumah dan lain - lain. Sebaliknya bila terlalu dikekang, dikhawatirkan anak akan menjadi kuda yang lepas, berlari tidak terkendali dan bertindak semaunya sendiri. 3. Keterbukaan. Penjelasan dan informasi kepada si anak disampaikan dengan cara yang benar, bukan dengan dongeng atau takhayul. Bila sudah cukup umur, bila perlu diajarkan dengan benar apa itu narkoba, seks bebas dan aborsi, apa penyebabnya, apa konsekwensinya. Saya teringat waktu SMP dulu pernah diminta menghadiri seminar dari kantor ayah saya bekerjasama dengan Kepolisian, yang memutar video tentang orang yang kecanduan narkoba. Setelah menonton video itu saya mengerti konsekwensi narkoba dan menjadi ngeri sendiri. Dari awalnya coba - coba, bisa jadi ketagihan. Padahal dalam banyak kasus narkoba, coba - coba adalah salah satu penyebab utamanya. Melalui cara ini, waktu itu saya paham atas kesadaran sendiri dan bukan dipaksakan. Cara yang sama mungkin bisa dilakukan, misalnya : kunjungan ke pusat rehabilitasi narkoba, pengetahuan tentang aborsi atau kunjungan ke panti asuhan, khususnya untuk kasus anak2 yang ditelantarkan. 4. Selektif media. Sekarang teknologi TV sudah memungkin untuk mem-block siaran TV tertentu. Anjuran untuk mendampingi anak pada saat menonton TV juga sangat- sangat baik. Jadi anak diberi pengertian dengan apa yang dia tonton. Parents mungkin masih ingat kalo dulu ada adegan ciuman saja, kita disuruh tutup mata. Sekarang, kenapa harus ada exception ? Setahu saya siaran TV tertentu seperti TPI dan TV7 lebih fokus ke keluarga, mungkin bisa jadi referensi teman2. Atau kita "block' acara nonton TV hanya sampai jam 7. Sesudah itu kita berinteraksi secara personal : main game bareng, bantu buat PR, bacain dongeng dll. Film, buku atau majalah konsumsi dewasa mbok kita simpan yang baik. Insya allah aman. 5. Waspada lingkungan. Lingkungan-lah yang sering mempengaruhi anak kita sehingga bergeser dari garis ajaran orang tuanya. Karena itu teman, lingkungan sekolah, lingkungan bermain perlu dicermati. Anyway, sepanjang si anak punya keyakinan agama dan tanggung jawab diri yang kuat, insya allah tidak terpengaruh. 6. Kasih sayang, tentunya. Kebersamaan dan kasih sayang orang tua akan menjadi benteng pertahanan yang kuat sehingga anak tidak perlu mencari pelarian yang keliru atas masalah - masalahnya. Untuk muslim, mungkin Anda ingat dengan ayat ini, "Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah pahala yang besar." [Al-Anfaal:28]. Jangan sampai kita merasa bangga dengan achievement anak2 kita yang mungkin bertentangan dengan agama, sehingga disisi lain kita diam - diam menabung pertanggungjawaban yang berat di akhirat. Nauzubillah. Semoga ini juga peringatan untuk saya dan keluarga. Mohon ma'af bila sharing pemikiran ini terlalu panjang dan kurang berkenan. Papanya Carissa --------------------------------------------------------------------- >> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] --------------------------------------------------------------------- >> Mau kirim bunga hari ini ? Klik, http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]