Memberikan air susu ibu atau
susu botol memang masih menjadi dilema berat bagi ibu bekerja.
Namun, sejauh memungkinkan, para peneliti membuktikan bahwa
memberikan susu murni alias ASI, kenyataannya jauh lebih
menguntungkan dibanding dengan susu botol.
Salah satu penelitian menyebutkan, bayi yang mendapatkan air susu
ibu (ASI) memiliki rasa aman lebih tinggi, terutama ketika tidur.
Setidaknya, ia akan terbebas dari bahaya "tertindih".
Penjelasan itu dikemukakan Emma Kitching dari Universitas Durham
kepada BBC News. Menurut dia, ibu yang memberikan ASI memiliki
kewaspadaan lebih tinggi terhadap keamanan bayi. Secara alamiah ia
akan menempatkan diri pada posisi yang aman bagi si bayi.
Dalam arti, secara tidak disadari, si ibu akan menempatkan diri
pada posisi tidur yang "melingkari" si bayi. Ia melindungi si bayi
dengan meletakkan kepala si bayi tepat di dada, kemudian "mengunci"
si bayi dengan lutut yang diletakkan di bawah kaki mungil bayi.
Sementara ibu yang memberikan susu botol, tanpa disadari akan
meletakkan diri sejajar dengan si bayi atau "adu kepala". Dalam
arti, kepala si ibu berada tepat satu level dengan kepala si bayi.
Lebih parah lagi, tak jarang pula si ibu justru mengambil posisi
berbalik dan memunggungi si bayi.
Kesimpulan Emma Kitching diperoleh setelah meneliti sekitar 40
pasangan dan memfilmkan mereka sepanjang malam. Diperoleh
kesimpulan, ibu yang memberi ASI secara otomatis akan menempatkan
diri pada posisi yang paling aman bagi si bayi. Hal seperti ini,
kata Kitching, tidak terjadi pada ibu yang memberi susu botol. "Ibu
yang memberikan ASI akan lebih waspada dan selalu memberikan
lingkungan yang protektif bagi si bayi," katanya.
Kedekatan sesungguhnya
BBC.co.uk mengatakan, sikap protektif akan muncul dengan
sendirinya karena pada saat menyusui akan tercipta kedekatan yang
sesungguhnya antara si ibu dan si bayi. Hal itu masih ditambah
kontak fisik yang terjadi secara langsung antara ibu dan anak
melalui belaian atau usapan lembut si ibu.
Ikatan perasaan yang begitu kuat ini akhirnya membuat hubungan
ibu dengan si bayi terjalin secara alamiah. Selain itu, kondisi ini
juga memungkinkan terjadinya rasa saling memahami meski keduanya
menggunakan "bahasa" yang berbeda. Pada tahap ini pula komunikasi
antara ibu dan anak akan tercipta dengan lebih baik.
Lebih jauh, para peneliti mengatakan, jika lebih banyak ibu yang
memberikan ASI, setidaknya sekitar 10 hingga 15 persen masalah
obesitas akan terkurangi. Karena itu, Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) menyarankan memberi ASI eksklusif selama enam bulan pertama.
"Penemuan kami menunjukkan ASI berkaitan erat dengan menurunnya
risiko kegemukan di masa kanak-kanak," kata Dr John Reilly, peneliti
dari Fakultas Masalah Nutrisi Universitas Glasgow kepada BBC News.
Kesimpulan itu ia peroleh dengan meneliti 32.000 anak. Ditemukan
obesitas pada anak-anak yang mendapatkan ASI 30 persen lebih rendah
dibanding mereka yang tidak mendapat ASI. Penelitian yang dilakukan
selama tiga tahun itu juga menunjukkan, 4,5 persen anak yang diberi
susu botol akan mengalami obesitas pada umur lima atau enam tahun.
Sedangkan kasus kegemukan pada bayi yang diberi ASI hanya sekitar
2,8 persen. BBC.co.uk menjelaskan, kurangnya risiko obesitas terjadi
karena ASI secara otomatis membantu memobilisasi lemak yang
tersimpan di dalam tubuh.
Sebelumnya, tahun 2001, mengutip jurnal American Medical
Association, BBC mengatakan, bayi yang diberi ASI cenderung lebih
langsing di masa remajanya nanti. "Karena itu, ASI juga potensial
dan sangat berguna sebagai strategi populasi dalam mencegah
obesitas," kata Dr John Reilly. Brenda Phipps dari National
Childbirth Trust menegaskan, ASI masih tetap yang terbaik.
Alasan utama adalah karena ASI secara otomatis akan diproduksi
oleh ibu yang melahirkan. Karena itu tidak harus dibeli. Kandungan
dan nutrisi ASI ini sangat dibutuhkan oleh bayi pada enam bulan
pertama. ASI mengandung antibodi yang membantu melindungi bayi dari
infeksi. Antibodi ini sebenarnya diciptakan oleh si ibu sebagai
respons atas kuman yang muncul di dalam ASI.
Karena itu, ASI sekaligus mengurangi risiko bayi terkena alergi
seperti eksema, asma, diabetes anak-anak, serta infeksi telinga.
Sementara bagi ibu, meski tidak berarti membebaskan, ASI mengurangi
risiko terkena kanker ovarium maupun payudara.
Walau terbukti sangat bermanfaat, wanita kulit putih tidak
tertarik. Memang 69 persen kaum wanita bersedia memberi ASI. Namun,
21 persen di antara mereka berhenti pada malam keempat dan 36 persen
berhenti pada minggu keenam.
Masih menurut penelitian BBC, hanya 67 persen wanita kulit putih
yang bersedia memberi ASI. Jumlah itu jauh lebih kecil dibandingkan
dengan perempuan Asia atau Afrika, tepatnya kulit hitam. Pemberian
ASI pada perempuan Asia mencapai 87 persen, sementara kulit hitam 95
persen.
ASI dan susu botol
Untuk menyiasati pemberian ASI, banyak ibu bekerja yang kemudian
mencoba mengombinasikan ASI dengan susu botol. Kombinasi seperti ini
memang tidak dilarang. Namun, harus dilakukan dengan sangat
hati-hati. ASI tercipta sebagai respons langsung atas kebutuhan
makan si bayi. Karena itu, memberikan susu botol di tengah-tengah
pemberian AS dikhawatirkan memengaruhi persediaan ASI.
Walau begitu, kombinasi ini masih memungkinkan sejauh
dikonsultasikan sungguh-sungguh dengan ahli kesehatan. Namun, akan
jauh lebih baik jika diberikan pada saat pemberian ASI sudah
benar-benar mapan sehingga ASI tidak terkena dampak dari susu
formula. Saat terbaik penggabungan ini setelah minggu kelima atau
keenam. Selain itu, disarankan memberikan ASI terlebih dulu baru
susu botol untuk mencegah berkurangnya jumlah pasokan ASI.
(Evy Rachmawati dan Rien
Kuntari)