Hi mbak Enni,

Kalau memang dokter akan mengambil tindakan di-vacuum, dan kondisi saya:
bukaan sudah lengkap, kepala baby sudah di dasar panggul saya, tinggal
sedikit lagi tahap bersalin-nya TAPI teknik mengejan saya yang 'salah' atau
sudah 'kehabisan tenaga' untuk mengejan lagi .....  Saya akan memilih
tindakan vacuum dibandingkan CS.

Lain halnya kalau memang kondisi saya nggak memungkinkan lagi untuk menunggu
sampai bukaan lengkap, karena komplikasi selama bersalin atau ada indikasi
kondisi janin melemah (gawat), padahal bukaan masih jauh di mata ... mungkin
saya akan pertimbangkan tindakan CS dibandingkan vacuum. Karena kalau memang
harus ditarik kepala baby dalam kondisi bukaan belum sempurna, dan 'nggak
berhasil juga', toh akan ends up dengan CS juga. ..

Persalinan 'ideal' kan memang berlangsung secara alami, nggak pakai bantuan
induksi, episiotomy (nggak perlu jahitan pasca bersalin), dan nggak perlu
di-vacuum.  Cuma, prakteknya kan kadang perlu salah satu atau semua faktor
pembantu persalinan.

Untuk persalinan dengan vacuum sendiri, faktor resiko pada ibu dan bayi
(khususnya terhadap otak, bentuk kepala, dll.) bisa dibilang nggak ada.
Kalau memang tidak ada dampak buruknya, menurut saya, penggunaan vacuum
dalam persalinan cukup dipengaruhi 'skill' DSOG waktu melakukan tindakan
'vacuum' .

Jadi ingat dulu waktu konsultasi rutin kehamilan Jovan, iseng-iseng saya
tanya ke DSOGnya, cukup sering nggak beliau pakai tindakan 'vacuum' waktu
handle persalinan normal. Waktu beliaunya bilang dia nggak terlalu 'suka'
dengan tindakan vacuum, dan lebih cenderung minta para calon ibu pakai
teknik mengejan yang benar, saya jadi bertekad untuk bersalin Jovan dengan
normal tanpa perlu bantuan vacuum (sambil dengan 'konyol' nya mikir, siapa
tahu 'skill' vacuum beliau nggak terlalu 'dipakai' selama ini ;))

Saya coba sekalian posting artikel tentang persalinan vacuum dari
www.tabloid-nakita.com ya mbak.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

JIKA HARUS MENJALANI PERSALINAN VACUUM
sumber: www.tabloid-nakita.com


Mengapa sampai terjadi persalinan dengan vacuum dan benarkah bayi yang
lahir di-vacuum akan menjadi bodoh jika mereka besar nanti?

Anak jadi bodoh karena ketika lahir di-vacuum? Ah, yang benar saja!
Buktinya, seperti diutarakan dr. Nanang Hasani, SpOG dari RSIA Hermina
Podomoro, ketiga anaknya lahir dengan cara tersebut. "Yang sulung, sekarang
sudah SMP dan ketika lulus SD ia memiliki NEM paling tingi. Kedua adiknya,
selalu juara kelas." Bodoh tidaknya anak, kata Nanang, "Bukan karena
lahirnya di-vacuum, melainkan 80 persen karena faktor genetik."

Hal senada ditegaskan dr. Kishore R.J., Sp.A. "Persalinan vacuum tak ada
pengaruhnya sama sekali terhadap perkembangan otak si bayi." Sebab,
jelasnya, yang ditarik di-vacuum) bukan otak bayi, melainkan kulit dan
jaringan di bawah kulit kepala. "Itu pun tak akan membuat perubahan bentuk
kepala," tukasnya.

DARAH TINGGI
Tapi ngomong-ngomong apa, sih, yang disebut vacuum?. Ternyata ia merupakan
alat kebidanan yang digunakan untuk melahirkan janin dengan cara melakukan
tarikan pada kepala janin. Alat ini ada yang berbentuk seperti sendok.

"Persalinan dengan vacuum dilakukan bila ada indikasi pada si ibu atau si
anak, maupun keduanya," terang Nanang.

Indikasi pada ibu, misalnya, karena persalinan yang lama, ibu menderita
penyakit tertentu seperti jantung, darah tinggi (hipertensi), terutama
dengan kejang-kejang (pre-eklampsia). Begitu pula jika ibu memiliki bekas
operasi. "Penanganannya harus lebih intensif karena sudah ada jaringan parut
di rahimnya," jelas Nanang.

Sedangkan indikasi pada anak, bila terjadi gawat janin. "Misalnya waktu
diperiksa, denyut jantung janin lebih atau kurang dari normal. Normalnya,
kan, 120-160/menit. Kalau lebih atau kurang dari itu, disebut gawat janin."
Bisa pula karena terjadi perbedaan variabel antara denyut yang satu dengan
lainnya. Setiap menit, denyut jantung bayi diukur, semenit kemudian
diistirahatkan untuk kemudian diukur kembali. "Jika pada pengukuran pertama
denyutnya 140 dan kedua 120, berarti ada perbedaan besar."

TIGA SYARAT
Kendati sudah ada indikasi, dokter tak selalu memutuskan ibu menjalani
persalinan vacuum. Masih ada persyaratan lain yang harus dipenuhi. "Pertama,
tak ada disproporsi kepala panggul. Artinya, panggul ibu tak sempit atau
anaknya besar," terang Nanang. Panggul yang sempit atau anak yang terlalu
besar tidak memungkinkan dilakukan persalinan vacuum, karena bayi tidak
mungkin "terlalu" dipaksa keluar dengan alat tersebut. Umumnya, kondisi
semacam itu mengharuskan si ibu melahirkan dengan operasi Caesar.

Syarat kedua, pembukaan sudah lengkap. "Kalau belum lengkap, vacuum tak
dapat dilakukan. Selain itu, bagian terbesar kepala si bayi sudah memasuki
pintu atas panggul. Jadi, sudah ada di dasar panggul ibu." Dan terakhir,
ketuban negatif atau sudah pecah (tak ada lagi).

Namun begitu, persyaratan ini masih bisa diperlonggar bila memang sangat
diperlukan. Misalnya, ibu atau bayi mengalami payah jantung atau terjadi
kejang-kejang. "Kalau tak segera ditolong, keluhannya akan makin berat dan
bisa membahayakan ibu maupun janinnya," terang Nanang. Nah, dalam keadaan
demikian, kendati pembukaannya baru 7 cm atau penurunan kepala masih sedikit
di atas dasar panggul, persalinan dengan vacuum dapat dilakukan.

Idealnya, proses persalinan dengan vacuum berlangsung 20 menit. Kendati bisa
juga mencapai 40 menit. Sebelum dilakukan penarikan pada kepala janin,
dokter akan memeriksa ada tidaknya jaringan vagina ibu yang terjepit oleh
alat vacuum. Pengecekan dilakukan dua menit setelah alat vacuum dimasukkan
dan sebelum penarikan.

Bila dalam proses ternyata setelah ditarik kepala si bayi tak mau turun
juga, "Penarikan harus dihentikan dan ibu harus langsung dioperasi," jelas
Nanang. Kegagalan itu, lanjutnya, bisa disebabkan oleh disproporsi kepala
panggul atau janin sangat besar. "Bisa juga terjadi, di perut ibu ada tumor
yang sebelumnya tidak terdeteksi."

TAK BERDAMPAK
Persalinan vacuum tak berdampak buruk bagi ibu. "Paling-paling terjadi
laserasi atau perlukaan pada jalan lahir, juga perdarahan di jalan lahir."

Lalu apa dampak yang bakal terjadi jika bayi lahir lewat persalinan vacuum
"Selama penarikan tidak dipaksa, tak ada efeknya, kok," jelas Nanang. Setiap
kelahiran, tuturnya, selalu mengandung risiko. "Pada kelahiran normal pun
ada risikonya. Misalnya, kemungkinan infeksi."

Umumnya risiko vacuum pada bayi ialah terjadinya luka atau lecet di kulit
kepala. Ini pun dapat diobati dengan obat antiseptik. Bisa pula terjadi
cephal hematoma atau pendarahan yang tidak keluar di antara tulang-tulang
kepala, berwarna merah kebiruan. "Biasanya akan hilang sendiri setelah bayi
usia seminggu." Yang parah adalah bila terjadi pendarahan infrakranial
(pendarahan dalam otak). Untungnya, kasus seperti ini jarang sekali terjadi.


Yang jelas, kata Kishore pada kesempatan terpisah, alat vacuum tak berdampak
apa pun pada bayi. "Yang mempengaruhi kondisi bayi setelah kelahiran adalah
proses persalinan yang lama itu tadi." Misalnya, ibu sudah mengejan dan
ketuban pun sudah pecah, tapi bayi tak jua lahir. "Sudah tentu terjadi
kompresi dari pembuluh darah ibu ke bayi. Akibatnya, bayi tak mendapatkan
suplai darah yang cukup sehingga ia lahir dengan kondisi asfiksia," terang
Kishore.

Tapi kondisi asfiksia ini, terangnya lebih lanjut, juga bisa dialami pada
bayi dengan persalinan normal maupun operasi caesar. Asfiksia sendiri bisa
diketahui dari tes Apgar yang dilakukan setelah bayi lahir. Tak ada
perbedaan antara asfiksia karena vacuum maupun operasi caesar atau lahir
normal. "Jadi, sama saja," tukas Kishore.

Nah, asfiksia inilah yang bisa membuat tumbuh kembang anak terganggu. Tapi
itu pun jika asfiksianya termasuk dalam kategori berat. Dampaknya, bayi
mengalami keterlambatan perkembangan motorik. Jika pada umumnya bayi sudah
bisa tengkurap pada usia 3 bulan, sampai umur 6 bulan ia belum mampu
melakukannya. Kemungkinan terburuk, bayi mengalami keterbelakangan mental.
"Tapi jika asfiksianya sedang, tumbuh kembang tak akan terganggu jika cepat
ditangani."

Jadi, kalau satu saat Anda harus menjalani persalinan vacuum, Anda bisa
bilang dengan suara lantang, "Di-vacuum? Siapa takut!"

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

On 8/24/06, Enni Purwanty <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
moms
mo minta masukan niy..kira2 klo bayi ga mo keluar2 jg dan dokter mengambil
tindakan dibantu dg vacuum ringan (bukan yg berat..apa ya
istilahnya..lupa)....apa yg akan moms pilih, mengikuti anjuran dokter or
minta cs aja (krn takut resikonya,dll)? pliz masukannya yah

<deleted>

Kirim email ke