FYI
Agak panjang...tapi bagus untuk nambah info para ibu bagi perkembangan
anak2nya...



Salah satu hal yang kerap terabaikan adalah kebiasaan menjelang tidur,
terutama pada anak-anak. Padahal, kebiasaan ini bila tidak diwaspadai
bisa berlanjut hingga dewasa, bahkan dapat menjadi tanda awal autis. 

Dalam sebuah pertemuan, seorang ibu muda mengeluh anak perempuannya yang
berusia dua tahun belakangan ini terlihat suka memasukkan ibu jari ke
mulut. Ini memang bukan kebiasaan yang benar-benar baru. Kata si ibu,
sejak anaknya berusia sekitar delapan bulan, saat menjelang tidur anak
itu suka memasukkan dan mengisap-isap ibu jarinya. 

"Saya pikir itu kebiasaan mengisap botol susu yang keterusan saja. Jadi,
saya biarkan. Toh dia tidak rewel, enggak bahaya, dan enggak mengganggu
pertumbuhan," ujar Risa (30) yang tinggal di Cinere, Depok. 

Namun, belakangan ini kebiasaan putrinya itu berlanjut. Dia tak cuma
mengisap jempol saat menjelang tidur, tetapi ketika bermain, saat
menonton televisi, atau menikmati perjalanan dalam mobil pun jempol
tangan itu masuk ke mulut. Risa khawatir kebiasaan ini akan semakin
menjadi-jadi. 

"Di mana saja, begitu ada kesempatan, dia mengisap jempol. Orang-orang
bilang ini tidak baik karena akan membuat giginya tonggos. Tetapi, kalau
saya larang dia menangis keras-keras. Saya enggak tahan dengar
tangisnya, jadi saya biarkan saja," cerita Risa bernada frustrasi. 

Kebiasaan serupa hingga saat ini dilakukan Rahma (8), murid kelas III SD
yang tinggal di Duren Sawit, Jakarta Timur. Dia tak bisa tidur kalau
tidak mengisap jempol. Awalnya kebiasaan itu tak menjadi masalah, namun
ketika ada temannya yang tahu kebiasaan Rahma, dia kerap menjadi bahan
olok-olok. 

Rupanya tak hanya Rahma yang punya kebiasaan khas menjelang tidur.
Adiknya, Sari (5), punya kebiasaan mengelus-elus jari kelingking ibunya.
Oleh karena itulah, masalah "besar" akan muncul kalau Sari hendak tidur,
sementara ibunya tak berada di sampingnya. 

Ini terjadi saat kedua kakak-beradik itu menginap di rumah sahabat
keluarga mereka. Ketika tiba saatnya tidur, Sari rewel. Ibu pemilik
rumah berusaha menenangkannya dengan berbagai cara, tetapi tak berhasil.
Ternyata dia kehilangan kelingking ibunya. Sesuatu yang sulit digantikan
dengan hal lain, dan tentu saja merepotkan pemilik rumah. 

Kebiasaan serupa juga dilakukan Ine (8) sejak bayi hingga kini. Murid
kelas III SD di Jakarta Timur ini terbiasa berangkat tidur sambil
mengelus-elus bagian siku tangan ibunya. 

"Sambil tidur, tangannya yang satu pegang botol susu, dan tangan satu
lagi mengusap-usap siku tangan saya. Kadang-kadang tangannya naik sampai
pundak, dan enggak jarang juga dia milih mengusap-usap kuping saya.
Geliii banget rasanya," cerita Icu (38), ibu Ine yang bekerja di
perusahaan asuransi. 


Berlanjut sampai dewasa 

Kebiasaan yang awalnya dilakukan anak-anak menjelang tidur itu pada
sebagian anak kemudian dikerjakan pula pada saat lain. Biasanya, ini
karena tak adanya larangan tegas dari orangtua. 

Airin (37), ibu dua anak usia delapan dan dua tahun, bercerita, ketika
anak pertamanya menunjukkan tanda-tanda senang mengusap-usap ujung
bantal menjelang tidur, langsung ditegur dengan keras. Ini berkaitan
dengan pengalaman masa kecil Airin sendiri. 

"Waktu SD, saya punya teman yang suka mengisap jempol. Kalau lagi main
bareng, dia ngisap jempol sampai basah dan berkerut-kerut. Saya jijik
dan malas main sama teman yang satu itu. Saya enggak mau anak saya nanti
dijauhi teman karena punya kebiasaan aneh seperti itu," katanya. 

Kebiasaan seperti mengisap jari, mengelus-elus suatu benda seperti
bantal atau guling, menggoyang-goyangkan kaki, atau mencium-cium boneka,
biasanya diawali sebagai pengantar tidur. Lama-kelamaan hal itu dapat
berlanjut pada kegiatan lain, yang tak jarang melibatkan orang di luar
keluarga inti. 

Bahkan, seperti dialami Mella (27) yang tinggal di Jatinegara, Jakarta
Timur, kebiasaan masa kecil itu berlanjut hingga kini, sampai dewasa dan
telah menikah. Awalnya, saat Mella masih kecil, dia suka mengelus-elus
bordir yang menghiasi celana dalam. Ibunya mencoba memindahkan
kebiasaannya itu dengan membuat sarung bantal berbordir. 

Maka, kebiasaan Mella mengelus-elus motif bordir pun berpindah pada
bantal. Oleh karena selalu tersedia bantal berbordir, dan tak ada yang
keberatan, maka kebiasaan Mella itu berlanjut. 

Mella beruntung karena suaminya tak keberatan dengan kebiasaan tersebut.
Ketika mereka menikah, untuk ranjang pengantin sengaja disediakan bantal
dengan banyak bordir. 

Meski tak lagi mengelus-elus boneka tikus, David (25) yang bekerja pada
perusahaan komputer dan tinggal di kawasan Matraman, Jakarta Timur, tak
bisa melupakan kesedihannya saat boneka yang telah menemaninya tidur
selama enam tahun pertama hidupnya mendadak hilang. 

Ibunya, Evita (43), bercerita, David tak hanya memeluk boneka tikusnya
menjelang tidur, tetapi juga saat menonton televisi atau tengah bermain
sendiri. Oleh karena setiap hari dipakai, maka bentuk dan warna boneka
itu pun semakin lusuh, namun David tak mau membuang atau mengganti
dengan boneka lain. 

"Sampai sekarang, kalau kita bicara soal boneka, dia pasti cemberut.
Waktu itu, saya terpaksa pakai cara keras. Saya keluarkan busa
bonekanya, baru dibuang ke tempat sampah yang jauh dari rumah," cerita
Evita yang selama beberapa minggu menemani David, membantunya
menghapuskan rasa kehilangan boneka itu. 

Perkembangan jiwa 

Berbagai kebiasaan menjelang tidur pada anak-anak, bagi sebagian orang,
dianggap sebagai sesuatu yang tak perlu dirisaukan. Namun, LS Chandra
SpKJ, dokter spesialis kesehatan jiwa dari Sanatorium Dharmawangsa,
Jakarta Selatan, mengatakan, ada baiknya orangtua mulai mengamati
kebiasaan pada anak tersebut. 

"Kebiasaan itu bisa terjadi karena si anak merasa kesepian atau dia
menderita depresi ringan. Dia memerlukan sesuatu yang bisa selalu
bersamanya," kata Chandra. 

Kebiasaan tersebut merupakan perilaku yang timbul dalam masa
perkembangan jiwa seorang anak. Ini merupakan suatu kebutuhan psikologis
tertentu untuk yang bersangkutan. Kebiasaan ini biasanya muncul ketika
anak berada pada tahap attachment atau pelekatan pada sesuatu. Ini biasa
terjadi saat anak berusia sekitar satu tahun. 

"Pada tahap ini sebenarnya yang diharapkan adalah anak melekatkan diri
kepada orangtua. Jika dia melekatkan diri pada orangtua, maka terjadi
proses identifikasi. Anak perempuan mengidentifikasikan diri pada ibunya
dan anak lelaki pada ayahnya. Maka, di sini banyak sifat atau kebiasaan
orangtua yang diserap anak, dan dijadikan kebiasaannya juga," tutur
Chandra. 

 Namun, pada sebagian anak, proses pelekatan itu terjadi bukan pada
orangtua, tetapi pada bantal, guling, boneka, jari tangan, dan
sebagainya. Akibatnya, benda-benda tersebut atau kegiatan itu mengandung
nilai emosional yang tinggi bagi si anak. 

"Dia sudah merasa nyaman dengan kebiasaannya, tidak lagi rewel karena
sudah asyik dengan dunianya sendiri," ucap Chandra. 

Perilaku itu biasanya juga didukung sikap orangtua yang membiarkannya.
Orangtua merasa anak tak lagi terlalu bergantung padanya dan dia pun
bisa melakukan hal-hal lain. 

Bagaimanapun, menurut Chandra, ada baiknya orangtua memerhatikan
kebiasaan anak semacam itu. Kebiasaan tersebut bisa bersifat temporer,
tetapi dapat menetap. Kalau kebiasaan ini berkembang secara patologis,
orangtua harus waspada karena bisa menjadi salah satu pertanda autis. 

"Perhatikan, apakah anak semakin senang menyendiri dan asyik dengan
kegiatannya itu? Lalu, apakah dia juga tidak merasa perlu bersosialisasi
dengan orang lain?" kata Chandra. 

Kalau kebiasaan tersebut sifatnya temporer, relatif tak masalah. Namun,
bila kebiasaan itu terbawa hingga dewasa, anak bisa terganggu dalam
bersosialisasi. Ketika teman-temannya tahu kebiasaan anak yang dianggap
aneh tersebut, dia bisa menjadi bahan olok-olok. Kondisi ini bisa
mengganggu rasa percaya diri anak. (CHRIS PUDJIASTUTI & M CLARA WRESTI)
 
www.kompas.com 





--------------------------------------------------------------
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke