From: [EMAIL PROTECTED]
Reply-To: balita-anda@balita-anda.com
To: "Balita anda" <balita-anda@balita-anda.com>
Subject: [balita-anda] [MLDI] Artikel Tifus oleh : Prof. Dr. Iwan
Darmansjah, SpFK
Date: Thu, 25 Jan 2007 09:15:49 +0700
Artikel dari milis tetangga, semoga bermanfaat.
Widal Positif Belum Tentu Tifus
Prof.Dr. Iwan Darmansjah, SpFK
Bila musim sedang berganti di Indonesia, terutama di kota-kota besar,
sering ditemukan penyakit tifus yang merupakan penyakit usus halus.
Penyebabnya beberapa tipe kuman Salmonella typhi.
Kuman tifus terutama dibawa oleh air dan makanan yang tercemar, karena
sumber air minum di Jakarta, umpamanya, kurang memenuhi syarat.
Sayuran dapat saja dicuci dengan air kali yang juga dipakai untuk
penampungan limbah. Kakus pun berakhir di got atau kali. Padahal kuman
tifus berasal dari kotoran manusia yang sedang sakit tifus. Karena
kota-kota besar merupakan kakus terbuka raksasa, maka kuman tifus pun
berada dalam banyak minuman dan makanan yang lolos oleh proses
memasak.
Keadaan itu menyebabkan kenyataan : mungkin tidak ada orang di Jakarta
yang tidak pernah menelan kuman tifus ! Bila hanya sedikit kuman yang
terminum, biasanya orang tidak terkena tifus. Namun, kuman yang
sedikit demi sedikit masuk ke tubuh menimbulkan suatu reaksi imun yang
dapat dipantau dari darah; dikenal dengan reaksi Widal yang positif.
Seseorang di Indonesia yang mempunyai reaksi Widal positif, belum
berarti sakit tifus. Tapi bila reaksi Widal positif ini terjadi
seumpama di Swiss, dan orang itu tidak pernah makan di pinggir jalan
Jakarta serta tidak pernah diberi vaksin tifus, maka kemungkinan ia
benar menderita tifus. Di negara maju sistem pembuangan limbah
disalurkan melalui pipa-pipa tertutup sehingga tidak bercampur dengan
kotoran manusia.
Dewasa ini pemeriksaan Widal di laboratorium umum dilakukan begitu
terdapat demam 1-3 hari. Bila reaksi Widal ditemukan positif, orang
menjadi gelisah. Kadang-kadang ia makan obat antibiotik sendiri atau
memperlihatkan hasil laboratorium itu kepada dokter. Sering terjadi,
dokter langsung memberikan obat tifus kepadanya.
Widal, seperti semua hasil laboratorium, harus diinterpretasikan
dengan bijak. Tanda-tanda klinis penderita harus lebih diutamakan
daripada reaksi Widal yang positif. Mengapa ? Karena hampir semua
orang di Indonesia mempunyai reaksi Widal positif tanpa sakit tifus.
Penderita tifus mulai demam rendah (subfebril) malam hari, hilang
esoknya, terulang lagi malamnya, menjadi makin hari makin tinggi.
Mulainya malam saja, kemudian siang juga. Tifus tidak pernah mulai
dengan demam tinggi pada hari pertama sampai ketiga. Bila demam terus
berlanjut dan pada hari ke 5 - 6 menjadi lebih tinggi, maka barulah
tiba waktunya untuk memeriksa Widal dan melakukan pembiakan kuman dari
darah. Hasil pembiakan kuman tifus yang positif merupakan bukti pasti
adanya tifus. Sayangnya, hasil kultur kuman ini baru diketahui sesudah
satu minggu (diluar negeri dalam 2 - 3 hari, dan ini merupakan
tantangan untuk laboratorium kita).
Angka reaksi Widal sendiri tidak ada artinya, karena naiknya suhu yang
khas, perlahan, sampai tercapai suhu tinggi sesudah 5 - 6 hari
merupakan simtom yang lebih penting untuk menduga adanya tifus. Demam
tinggi yang terjadi sampai 4 - 5 hari, tanpa tanda-tanda infeksi kuman
yang jelas, lebih dari 90% kemungkinannya ialah infeksi oleh virus,
yang tidak perlu diberi antibiotika.
Berbeda dengan diet zaman dulu, kini tifus tidak memerlukan diet bubur
yang ketat; nasi agak lembek sudah cukup. Daging, telur, ikan, ayam,
tahu, tempe, sedikit sayur, dan buah boleh saja. Namun, yang pedas dan
keras seperti kacang sebaiknya dihindarkan. Yang lebih penting ialah
istirahat (tidur terlentang) sepanjang hari, sampai panas turun selama
beberapa hari.
Bila dirawat di rumah ia masih diperbolehkan berdiri dan jalan
perlahan hanya satu kali sehari untuk buang hajat. Kencing dilakukan
di tempat tidur saja. Suhu perlu dicatat empat kali sehari untuk
ditunjukkan pada dokter yang merawat. Namun, penderita dilarang pergi
ke tempat praktek dokter. Banyak pergerakan menyebabkan suhu naik
lagi, karena kuman terlepas dari tempat perkembangannya di usus masuk
ke dalam darah. Pergerakan banyak juga menimbulkan risiko usus pecah
pada minggu ke 3 - 4. Dengan perawatan ini dan obat antitifus yang
khusus, demam baru akan turun dalam 4 - 8 hari. Bila panas sudah turun
dalam 1 - 2 hari setelah pengobatan, kemungkinan bukan tifus yang
diderita.
Sekali Lagi Mengenai Test Widal Utk Tifus
Seorang wanita, 13 thn, yang bertubuh besar dan biasanya sehat, datang
dengan demam 6 hari. Demam tidak terlalu tinggi dan datang hilang
selama 5 hari dan terukur 39.5° C di kamar praktek. Pasien diantar
ayahnya, membawa hasil laboratorium (inisiatif sendiri), termasuk
nilai titer Widal (antara 0 dan 1/160) yang semuanya normal. Ia
mengeluh sakit kepala dan mual sebagai keluhan utama, serta berak
encer 1 kali. Wajahnya menunjukkan ia menderita ringan saja. Saya beri
surat periksa labor untuk tes urine lengkap dan kultur darah, yang
hasilnya baru akan diperoleh beberapa hari lagi. Dengan diagnosis
klinis tifus saya beri siprofloksasin dengan pesan tidak boleh jalan
dan istirahat tidur di rumah. Tanggal 14 Des demam naik 40.1°C dan
karena ayah panik, pasien dirawat di RS PI, dimana ia diberi infus
cefotaxime. Tgl 16 Des saya menerima SMS , menyatakan hasil kultur
darah tifus positif.
Apakah Tes Widal harus dilakukan pada semua pasien demam?
Sejak beberapa tahun terakhir pemeriksaan tes Widal menjadi rutin men-
screen penderita demam untuk penyakit tifus. Kebiasaan ini hanya
terjadi di Indonesia. Entah asal mulanya dari mana sulit dilacak,
karena hampir semua dokter spesialis dan umum melakukannya secara
salah kaprah kolektif. Hal ini begitu menyolok, sehingga pasien
sendiri meminta labor melakukannya bila demam. Pengelola labor-pun
secara tidak etis menawarkan test ini kepada setiap pasien yang lagi
demam. Pada hal, semua dokter harus tahu bahwa nilai titer Widal tidak
bisa dipakai untuk mendiagnosis tifus. Semua buku kedokteran juga
tidak ada yang akan membenarkannya. Sehingga tujuan komersial oleh
para pelaku tidak bisa disingkirkan.
Reaksi Widal merupakan test imunitas yang ditimbulkan oleh kuman
Salmonella typhi / paratyphi, yaitu kuman yang terdapat di minuman dan
makanan kita yang terkontaminasi dengan tinja orang yang sakit tifus.
Jakarta dan Indonesia merupakan reservoir raksaksa kuman salmonella
dan lainnya. Semua manusia di Indonesia pasti pernah kemasukan kuman
salmonella melalui food-chain ini. Bila kebetulan jumlah kuman yang
tertelan cukup besar mungkin akan timbul penyakit tifus yang terutama
ditandai oleh demam berkepanjangan sebagai ciri khas. Namun tidak
semua demam adalah tifus. Tifus perlu dicurigai bila demam berlanjut
sedikitnya 6-7 hari. Juga demam tifus pada hari2 permulaan hanya
ringan, tidak konstan, naik-turun, dan hanya setelah 5-7 hari akan
tinggi menetap, disertai badan pegal dan sakit kepala, serta kadang2
mual dan diare ringan. Diagnosis tifus bisa dicurigai setelah demam
sekitar seminggu ditambah gejala2 diatas. Secara statistik juga demam
tanpa adanya gejala positif yang mengarah ke penyakit lain,
kemungkinan tifus adalah yang paling besar di Jakarta. Hal ini juga
ditopang oleh musim kemarau dan banjir yang membawa kuman salmonella.
Pemeriksaan labor untuk konfirmasi kecurigaan tadi ialah kultur darah,
dilakukan sewaktu ada demam tinggi yang merupakan pertanda bahwa kuman
sedang menyebar dalam darah (sehingga lebih mudah dikultur). Kultur
tidak bia dilakukan pada hari2 permulaan demam karena cenderung masih
negatif. Kita harus menunggu hingga demam sudah tinggi dan konstan.
Sayangnya hasil kultur untuk kepastian diagnosanya baru diperoleh
setelah 4-6 hari. Namun pengobatan sudah bisa dilakukan atas dasar
penilaian klinis, sambil menunggu hasil kultur.
Test Widal tidak bisa dipercayai karena terlalu banyak test yang false
positif maupun false negative.
Test Widal hanya akan berguna untuk follow-up, terutama jaman dulu
waktu mana belum ada antibiotika dan tifus bisa berlangsung 1 bulan
atau lebih. Ia berguna untuk melihat apakah titernya naik selama
penyakit tersebut. Inipun tidak berguna lagi karena obat antibiotik
yang ampuh sudah tersedia dan akan menyembuhkan tifus dalam 7-10 hari,
sehingga tidak perlu follow-up. Tingginya titer juga sangat individual
dan tergantung kemampuan tubuh kita membuat antibody. Misalnya, saya
mempunyai seorang pasien laki, muda yang selama lebih dari 6 bulan
(tanpa demam) diberi antibiotika berganti2 oleh dokternya hanya karena
titer Widalnya sangat tinggi (sekitar 1/8000) dan tidak mau turun.
Tentu hal ini mubazir.
Sekarang musim hujan lagi dan frekuensi tifus akan naik di Jakarta.
Bawalah tulisan ini dan berilah ke dokter anda bila anda disuruh
periksa Widal.
Be a `smart patient'!
Makna Nilai Laboratorium
Dengan adanya teknologi canggih, maka banyak orang mengira bahwa
dengan memeriksakan diri di suatu laboratorium dapat menentukan
penyakit yang dideritanya, misalnya bila terjadi demam. Asumsi ini
tidak benar. Ilmu kedokteran mendiagnosa penyakit terutama dengan cara
klinis, dan laboratorium merupakan pelengkap. Sering hasil
laboratorium disertai dengan nilai-nilai normal disebelah nilai yang
ditemukan, sehingga sangat sugestif bahwa bila nilai yang ditemukan
itu di luar batas-batas normal, maka hal itu berarti "abnormal", dan
abnormal diartikan "sakit". Hal ini TIDAK BENAR.
Sebelum kita menarik kesimpulan seperti di atas perlu difahami
beberapa hal:
1. Nilai laboratorium "normal" ditentukan oleh himpunan data nilai lab
yang banyak sekali dari orang-orang yang dianggap dalam
kondisi "normal" sehingga diperoleh batasan yang dianggap "normal"
secara statistik. Namun manusia sangat bervariasi sehingga perolehan
nilai lab itu perlu diinterpretasi secara ilmiah. Misalnya suatu nilai
darah, seperti laju endap darah dapat dipengaruhi oleh ada-tidaknya
haid, dan caveat ini tidak disebut dalam laporannya. Walaupun suatu
nilai yang tinggi, misalnya 100 mm/1jam, dapat dihubungkan dengan
suatu proses di tubuh seperti adanya infeksi atau adanya tumor bila
memang didukung oleh keadaan klinis. Kekecualian pun bisa terjadi,
artinya "tidak ada penyakit".
2. Ada nilai lab yang mempunyai batasan normal sempit, dan perolehan
nilai dil luar batasan ini berarti pasti abnormal (sakit). Misalnya,
tinggi-rendahnya hemoglobin (Hb) dapat memastikan adanya anemia
("kurang darah"), dan dapat ditentukan secara konsensus, dibawah nilai
Hb berapa, diperlukan transfusi darah. Contoh lain, misalnya, nilai
fungsi ginjal, kreatinin, mempunyai batasan normal yang sempit, dan di
atas batasan ini menunjukkan semakin berkurangnya fungsi ginjal secara
pasti. Terdapat hubungan jelas antara bertambahnya nilai kreatinin
dengan derajat kerusakan ginjal, sehingga diketahui pada nilai berapa
perlu dilakukan tindakan cuci darah misalnya.
3. Sebagian nilai lab mempunyai batasan lebar dan arti yang kadang-
kadang tidak terlalu penting bila batasan "normal" dilampaui.
Memperoleh nilai reaksi Widal positif untuk menandakan adanya antibody
terhadap kuman tifus dalam tubuh kita merupakan suatu nilai lab yang
sering dirisaukan oleh penderita bila ada demam. Dalam terbitan
INTISARI bulan ???.telah dibahas mengenai arti suatu reaksi Widal yang
positif, yang belum tentu berarti menderita tifus. Widal positif tanpa
adanya demam khas selama kurang-lebih seminggu bukanlah tifus. Reaksi
Widal positif hanya disebabkan oleh tercemarnya sumber air minum di
kota-kota besar Indonesia oleh kuman Salmonella typhi dari penderita
tifus.
4. Nilai tinggi kolesterol dan asam urat dewasa ini juga merupakan
momok untuk mereka yang suka makan enak dan banyak. Segala gejala yang
dirasakan seperti pegal, linu, sakit kepala, sakit sendi,
dikhawatirkan sebagai akibatnya. Sebagian besar hal ini tidak benar,
dan kenaikan sedikit diatas "normal" tidak perlu dirisaukan; apalagi
diharuskan makan obat. Biasanya dengan melakukan diet yang baik nilai-
nilai ini sudah turun ke normal. Sebaliknya makan obat disertai makan
banyak berlemak tentu merupakan tindakan tidak rasional.
5. Pemeriksaan lab juga sering berlebihan; semua fungsi fisiologis
diperiksakan tanpa adanya petunjuk klinis apa yang hendak diketahui.
Pemeriksaan semacam ini tidak akan menghasilkan sesuatu yang
diharapkan dan menghamburkan biaya. Sebaiknya pemeriksaan lab perlu
direncanakan dengan baik oleh dokter anda dan untuk menghemat biaya
perlu dibatasi jenisnya. Hasil lab yang sering diperlihatkan kepada
dokter anda setelah anda sendiri memintanya di laboratorium biasanya
mengandung banyak kekurangan karena tidak dipilih menurut kebutuhan
yang riel. Interpretasi hasilnya juga tidak dapat dilakukan sendiri
tanpa pengetahuan lebih lanjut.
Iwan Darmansjah
_______________________________________________
--------------------------------------------------------------
Kirim bunga, http://www.indokado.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]