Cuman mo sharing aja,
Sbg warga Cikarang, miris jg liat perkembangan Cikarang sekarang ini.
Mall tumbuh bagai jamur di musim hujan, pohon2 dibabat abis, kyk ambles
ditelan bumi. 
Sah2 aja bangun mall di sana sini, seneng malah krn ga perlu jauh2.
Tp kl asal aja, tanpa merhatiin kondisi lingkungan, apa alam ga makin
marah tuh.
Ga kebayang macetnya perempatan Lippo nantinya. 
Ayo SaDar, tunjukkan pengabdianmu pada kami.
Hiks, Cikarang...oh... Cikarang  
Maaf kl ada yg kurang berkenan, kok malah curhat...

Irma
-----Original Message-----
From: Ibnu Qosim [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Wednesday, May 02, 2007 11:56 AM
To: balita-anda@balita-anda.com
Subject: Re: [balita-anda] Robohnya Perpustakaan Hatta di Jogjakarta


sedih rasanya membaca artikel ini.

kapan bangsa kita sadar dan kapok menjadi bangsa yang semakin bodoh dan 
dibodohi ya?.
iya, teknologi terus berkembang, segala kemudahan berhasil kita nikmati 
setiap hari tanpa, atau (apalagi)  dengan uang.
tapi kita sebenarnya sedang mundur dengan sangat teratur.
dan kita semua sibuk dengan urusan yang serba high tech tanpa
mempedulikan 
sisi kemanusiaan.

saya di cikarang setiap hari memperhatikan tanaman "beton" yang tumbuh 
terus di setiap jengkal tanah dan itu berarti semakin panas dan 
sumpek/sesak pernafasan ini, nafas kehidupan dan nafas yang sebenarnya.

belum 1 tahun beroperasinya hypermarket carrefour di dekat pintu tol 
cikarang, malah belum bener pelayanan gaya kampungnya, di dekat pintu
masuk 
lippo cikarang sudah ada perataan tanah untuk ditanami beton lagi yang 
bernama giant.
malah dengar-dengar masuk kedalam lagi sudah disiapkan tanaman lain
bernama 
hypermart.

sampai kapan kita ini berlomba-lomba untuk jadi "konsumen" yang baik?

kemarin saya hampir menangis membaca di koran republika.
salah satu pojok berita memuat acara arisan salah satu radio terkenal di

jakarta yang diadakan di bandung (atau jogja ya?), disitu dinobatkan
"miss 
boros" yang dengan bangganya membelanjakan Rp 33 juta dalam 1 bulan
(atau 2 
bulan saya lupa)....

saya salut dengan teman2 komunitas yang repot2 mau mengadakan world book

day atau kegiatan lainnya yang tidak menghasilkan uang, dimana mereka
harus 
tidur lesehan di lokasi, atau kurang tidur "hanya" untuk membuat anak2 
indonesia melek buku dan membaca.
belum selesai staf saya membuat laporan kegiatan world book day ini,
sudah 
ada berita yang menyayat hati gini.

masih binun harus nulis apa lagi....mudah2an ada yg lebih peduli
wassalam

At 07:38 01/05/07 +0700, you wrote:

>Robohnya Perpustakaan Hatta di Jogjakarta
>
>Oleh Reni Nuryani
>
>Hari ini, 26 April 2007, adalah hari ketika Perpustakaan Hatta di 
>Jogjakarta roboh. Tak ada memang angin puting beliung mengipas-ngipasi 
>daratan Jogja sebagaimana kabar-kabar sebelumnya. Bukan juga para 
>petugas Kamtib kota melakukan vandalisme dengan menggaruk sebuah 
>monumen buku.
>
>Perpustakaan Hatta roboh karena disungsep sepi yang tiada berkesudahan.

>Hatta pernah bilang bahwa lawan utama di Digul adalah kesepian. Jika 
>tak mampu melawan kesepian itu, maka hitunglah detik-detik kematianmu.
>
>Tapi Perpustakaan Hatta bukan di neraka Digul. Perpustakaan itu
>menggigil
>setengah mati di tengah-tengah kota yang disekelilingnya mengacak
dengan 
>sombong mal-mal supermewah.
>
>
>Tepat di depannya pula yang jaraknya hanya sepelontaran ludah, di
>Gedung
>Wanitatama Jl Solo, tiap tahun pesta buku digelar dan digeber. Tapi 
>masihkah orang yang datang dan pulang menenteng buku-buku baru atau 
>buku-buku obralan Jusuf Agency tahu bahwa di seberang jalan itu
terdapat 
>tonggak-tonggak yang merinci jejak pemikiran Hatta. Sadarkah
orang-orang 
>dalam pesta itu bahwa di sana, buku-buku itu berjibaku; bukan dengan 
>tangan-tangan intelektual yang haus ilmu, tapi berusaha bertahan dari 
>rayapan kutu dan sapuan debu langit-langit tripleks gedung yang
terjuntai.
>
>
>Pada Juli 2006 silam, setuturan salah satu petugas, Pak Tulus, 
>Perpustakaan Hatta akan diakuisisi UGM. Semua isinya dipindahkan di UPT

>lantai dua. Namun rencana itu tak kunjung dilakukan. Baru sesiang yang 
>redup itu, semua buku tonggak itu diangkut. Melihat proses pemindahan 
>itu, bagi mereka pernah menjadi pembaca di perpustakaan itu, akan 
>miris. Bayangkanlah seperti para perempuan malam digaruk, dikejar, 
>dicengkeram, lalu tubuhnya dilempar ke atas truk.
>
>Bagi Hatta buku adalah "perempuan" dan sekaligus menjadi "istri 
>pertamanya" selain Bu Rahmi. Dan perempuan yang membebaskan pikirannya 
>selama menjalani hari-hari neraka di Digul itu, hari ini, diperlakukan 
>dengan tak terhormat. Raga buku itu dibanting dan dilempar ke dalam 
>mobil dengan mental seorang kuli memperlakukan karung-karung beras 
>impor.
>
>Majalah-majalah seperti Sarinah dan bundelan-bundelan macam-macam
>majalah
>berserak-serakan. Saya kemudian berjalan masuk ke dalam mengitari
ruangan 
>tempat saya biasanya baca dan duduk sendiri. Tepat di depan foto Hatta 
>yang ada di ruang tengah saya benar-benar terpaku. Foto itu seolah
meliuk 
>perlahan, mengangkat bahu yang rentan dan menggeser tubuh rentanya. Ia 
>seperti gumun dan menggumamkan sedih melihat buku-buku penggembleng 
>kecerdasan itu terantuk oleh tangan-tangan keras.
>
>Cara Hatta mencintai buku bukanlah mitos dari sebuah gadangan nama yang

>besar. Buku adalah monumen pikiran manusia dan dengan buku
>
>manusia menjadi waras dan tahu sejarah pertumbuhannya dalam buana yang 
>sempit ini. Dengan tahu sejarah, manusia akan tahu diri dan
>
>berendah hati di hadapan mahkamah kehidupan.
>
>Maka jangankan dibuang, dibanting, dan dilempar, dilipat saja kertas 
>bukunya, Hatta bisa meradang dan tak bisa tidur.
>
>
>Sudut mata dari foto tua itu menggeletar dengan tangan kiri yang
>bergetar
>memegangi sebuah buku yang terbuka. Jika Hatta bisa bicara, mungkin ia 
>menghardik parau: "Kejamnya negara yang kubangun ini, vandalnya 
>manusia-manusia di dalamnya yang tak terbiasa hidup dalam pelukan
ibu-ibu 
>pengetahuan. Sungguh mereka tak bisa menghargai sejarah bangsanya."
>
>Kemudian saya berjalan dan menghampiri Pak Fauzi, sang kepala jaga.
>Saya
>bertanya, kapan pertama-tama perpustakaan ini berdiri. Kata Pak Fauzi 
>Perpus Hatta sudah berdiri sejak tahun 1950-an di Malioboro. Saya 
>merinding juga. Sudah tua betul prasasti Hatta ini. Dalam sejarah, 
>kebetulan saya mahasiswa sejarah, tua bukanlah kerapuhan dan karena itu

>mesti enyah mesti musnah. Ketuaan adalah monumen. Ia adalah rumah
pulang 
>ingatan ketika tiap hari kita disesaki luapan informasi yang datang 
>menyerbu setiap harinya.
>
>
>Mestinya Perpustakaan Hatta bisa menjadi wisata pengetahuan, sekaligus 
>merefleksikan kembali bagaimana pergumulan Hatta dengan buku. Tapi 
>siapa mau peduli. Kata Pak Fauzi, kondisinya memprihatinkan seperti ini

>karena memang tak ada yang mau mendonasi. Statusnya juga sebagai 
>"perpustakaan swasta" sudah menjurus pada jauhnya uluran tangan 
>pemerintah. "Sejak Orde Baru memang sama sekali tak terurus dengan 
>alasan Bung Hatta menolak terima bantuan dari Soeharto. Ya alasannya 
>beda pahamlah."
>
>Dan inilah berita ketika sebuah perpustakaan terasing(kan) dari 
>pembacanya. Perpustakaan Hatta adalah kesempurnaan kisah bagaimana 
>rumah para buku berteduh dilamun sangsai. Bahkan Meutia-yang kini sudah

>jadi menteri-dan dua saudaranya, Halida dan Gemala, juga tak banyak 
>membantu. Kalaupun membantu-sedikit sekali dan tak mengubah apa pun.
>
>
>Berjalan tanpa navigasi dan donasi, Pak Fauzi pun limbung untuk
>menggaji
>karyawan perpustakaan ini. Ia juga heran kenapa Pemda Jogja tak
prihatin 
>dan tak pernah memberi santunan sama sekali. Yang lebih menyedihkan 
>lagi... ternyata tanah di mana perpustakaan ini berdiri, tiada lain
milik 
>UGM. Bahkan dalam hidupnya yang sudah setengah abad itu pun, ia hanya 
>numpang di lahan orang. Betapa antiklimaksnya kisah perpustakaan
historik ini.
>
>Dan setelah perpustakaan ini disingkirkan, entah diperuntukkan untuk
>apa
>tanah itu. Semoga saja bukan untuk mall. Kalau itu terjadi lengkaplah 
>nestapa Hatta. Ia dengan berdarah-darah membangun konsepsi ekonomi 
>Indonesia dengan menulis buku-buku babon ekonomi; dan justru ekonomi
pula 
>yang mengalahkan dan menghancurkan buku-buku warisannya.
>
>Boleh jadi buku-buku Hatta itu akan terawat dengan baik di Perpustakaan

>UGM, yang kabarnya sih akan diberi rak khusus yang diberi nama Hatta 
>Collection. Namun kisah tentang pemindahan itu menandai bahwa begitu 
>rapuhnya kita ini menjaga monumen-monumen ingatan tentang Hatta. 
>Urusannya memang tiadanya perawatan atas buku-buku lawas Hatta itu. 
>Ujung urusan juga pada akhirnya ketiadaan uang. Susah untuk 
>mengandai-andai, mana yang
>duluan: uang atau kreativitas mengelola perpustakaan. Sebab nyaris
semua 
>orang juga tahu, bahwa jika tak ada sepotong nama Hatta di bangunan
yang 
>berdiri di atas tanah yang jembar itu, bangunan itu sangat
representatif 
>untuk syuting film-film horor saking wingitnya.
>
>
>Dan sekarang, bukan cuma tripleksnya yang menggelambir dari
>langit-langit
>dan cat dindingnya yang kusam dicengkeram lumut dan rumput-rumput liar;

>tapi juga nama Hatta pun ikut musnah dari Jalan Solo itu. Inilah akhir 
>dari pertarungan Perpustakaan Hatta melawan rasa sepi menyayat di
tengah 
>kota yang kian gila ini.
>
>Nasib perpustakaan ini memang hanya mengulang setepat-tepatnya ucapan 
>Hatta lebih dari setengah abad silam di Tanah Merah sebagaimana sudah 
>saya kutipkan di awal artikel ini.
>
>(Artikel ini disunting Muhidin M Dahlan)
>
>dikutip dari www.indonesiabuku.blogspot.com


----------
Information Security Management / EDP (IT) Dept.
MIC: 7-776-2295    FAX: 2280/1
Ibnu Qosim (Mr) 


--------------------------------------------------------------
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED] menghubungi
admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]


--------------------------------------------------------------
Beli tanaman hias, http://www.toekangkeboen.com
Info balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan milis, email ke: [EMAIL PROTECTED]
menghubungi admin, email ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke