hikhikhik ... sampe berkaca2 baca kisah mbak yesi.
Allahu akbar ... mbak dan suami dikasih kekuatan.
Bisa dibayangkan gimana beratnya, disaat kita perlu rilex tuk persiapan 
melahirkan tapi dibebani masalah keuangan.
Lagi hamil besar, dipusingkan masalah kontrakan.
Disisi lain, mbak harus tetap tegar tuk mensupport suami dan menjadi 
tulang punggung keluarga.
Subhanallah ... percaya, dibalik kesulitan pasti ada kemudahan.
Dibalik laki2 yg sukses, ada wanita kuat disisinya :) 
thanks 4 sharing.

" kerja adalah satu-satunya usaha didunia ini yg membuat kita sukses" 
(marden)






"yesi warrie" <[EMAIL PROTECTED]> 
05/10/2007 11:36 AM
Please respond to
balita-anda@balita-anda.com


To
balita-anda@balita-anda.com
cc

Subject
Re: [balita-anda] buat ibu2 yang kerja kantoran... semoga menjadi 
renungan...






Pak Erwin,

Saya sependapat dengan mbak Ratna.
Karena saya pernah mengalami secara suami wiraswasta. Uang ratusan juta
melayang dalam sekejap. puluhan juta dalam sehari. Padahal perhitungan 
kita
secara matematis sudah cocok banget. Tapi apa daya 1%nya yang menentukan
Allah.

Pas mau lahiran anak pertama saya tidak punya uang cash banyak, mungkin 
bisa
diitung cuman beberapa ratus ribu. Dan suami saya masih pontang panting 
deal
untuk jualan tanah supaya dapet komisi yang cukup buat biaya melahirkan.
Saya inget sekali waktu itu anak pertama saya mau lahir dan saya sudah di
Rumkit tapi duit gak ada. Untungnya rumkitnya gak minta DP. Pas hari anak
saya lahir, suami saya baru dapet duit. Alhamdulillah. Dan saya 
bersyukurnya
ternyata kantor saya mengganti semua biaya persalinan. Akhirnya duit yang
didapat suami saya bisa buat modal.

Ternyata busnis gak segampang membalik tangan juga. masih aja rugi sana 
sini
karena mulai dari NOL lagi. duit melayang sudah gak keitung, ampe pernah
saya mau diusir dari rumah kontrakan. (pas saya hamil gede) sedih bgt.....
huhuhuhuhhuhuhuhuuh lagi2 saya bersyukur alhamdulillah saya bekerja.

Dan pengalaman saya juga dari cerita beberapa teman, suami kalau udah down
gitu sangat2 perlu support alias kesabaran istri. soalnya kalau istri gak
bisa membantu dan mensupport dia juga.... duh.... recoverynya akan lama.
Saya menjadi single income pernah juga pak, selama 2 tahun dengan 1 anak 
dan
saya mengandung lagi. Saya bersyukur lagi.... karena saya masih bekerja 
dan
kesehatan anak2 dijamin dikantor plus imunisasi.

Alhamdulillah setelah 3 th, suami saya sudah bisa sedikit bangkit, meski
belum banyak. Tapi sekali lagi Alhamdulillah saya bukan sebagai nahkoda
lagi. Sekarang suami sudah menjadi nahkoda, dan saya bekerja juga seijin
suami untuk apresiasi diri saya.  Dan saya ingin kaya ala robert kiyosaki,
hanya dengan niatan agar saya bisa berbuat banyak buat anak2 saya, 
menolong
orang2 yang tidak mampu dan untuk negri ini.

dan untuk kondisi seperti saya, sebagai perempuan cukup berat pak.... tapi
saya bersyukur, suami saya rugi bandar ratusan juta, tapi dia gak 
stress....
dia selalu berusaha dan berusaha...masalah rejeki yang menentukan Allah. 
dan
kita tidak bisa judge sendiri. karena itu sekarang saya kompak dengan 
suami
saling support bagaimanapun keadaannya. karena kondisi aku harus jadi
nahkoda ya aku jalanin, meski posisi sebagai IBU tidak akan pernah hilang
dan tergantikan oleh apapun dan siapapun.

maaf jadi curhat juga....




On 5/10/07, Ratna Wulan Sari <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> pak erwin,
> tentu dong kita maunya yang baik2 saja. jangan sampai kalau suami kena
> phk, meninggal, cerai etc. bukan berharap sama sekali.
> sekedar sharing seperti e-mail saya ebelumnya. walaupun ngga pernah
> membayangkan sebelumnya kalau suami bakalan kena phk, secara sebetulnya
> suami saya punya penghasilan yang bagus di perusahaan besar dan 
kelihatannya
> fine2 saja. jadi ngga pernah kepikiran tuh pak suami bakal di-phk. 
sempat
> terpikir juga untuk berhenti kerja setelah melahirkan audrey waktu itu.
> tapi, mungkin bapak ngga bisa membayangkan perasaan saya waktu dengar
> suami 'terpilih' untuk diphk dari sekitar 2000-an karyawan yang lain
> (sekitar 150 orang waktu itu kena phk masal).
> dengan audrey yang masih 5-6 bulan, bisa bayangkan dong pak, hancurnya
> perasaan suami saat itu.saya sendiri merasa sedih tiap liat audrey saat
> itu, kok masa-masa bahagia dengan kehadiran anak pertama diberi musibah
> begitu. ya memang mungkin sudah jalannya dari allah.
> tapi satu hal yang saya syukuri saat itu adalah saya masih bekerja
> sehingga tidak terlalu membuat suami stress agar cepat-cepat dapat kerja
> (bisa dibayangkan pak, pernah suami saya bolak balik dipanggil untuk 
test di
> satu perusahaan sampai 6 bulan akhirnya ngga ada kabar - terakhir 
dikabari
> dipanggil kerja disana setahun kemudian, tapi suami sudah kerja di 
tempat
> yang sekarang)
> cuma memberi gambaran sulitnya hidup dijaman ini pak.
> bukannya mencari pembenaran, tapi biarpun saya menyekolahkan anak
> disekolah yang biasa2 saja, kenyataannya selalu ada uang ini itu yang 
ngga
> terduga, sampai kadang kalo lagi ekstrim terpikir juga dan ngomong ke 
suami,
> kayaknya enak juga ya hidup di kampung mungkin tidak se-mahal di 
jakarta.
> tapi kata suami di kampung mau kerja apa ?
> tapi terima kasih pak, atas e-mailnya yang mengingatkan seperti sbb :
> "" mendengar/membaca firman Allah "Aku bertindak sesuai sangkaan 
hambaKu"
> ""
> jadi mulai sekarang saya akan selalu berpikir yang baik2 saja, dan
> mudah2an saya juga para ibu2 yang lain jadi punya pendapat yang beda, 
yaitu
> kerja bukan untuk jaga-jaga tapi untuk jadi orang 'kaya' seperti kata 
robert
> kiyosaki.
> kalo masalah waktu bersama anak, saya sedikit beda pendapat, apa bedanya
> FTM yang seharian berkutat dengan membersihkan rumah/masak/nyuci dan 
anaknya
> main2 sendiri dengan ibu bekerja yang anaknya juga main dengan 
pengasuhnya
> di siang hari. it's about timing and organisation saja pak. sekali lagi
> tentu lain dengan FTM yang sangat berkecukupan at least bisa menggaji
> pembantu dan waktunya bisa full untuk ngurus anak dan suami saja.
> idealnya sih punya aset yang menghasilkan dan bisa jadi FTM yang tetap
> dapat penghasilan dari aset. maunya sih begitu,.. he.. he..
>
> maaf bagi yang kurang berkenan, sekedar 'curhat' aja
>
> regards,
> ratna
>
>
>
>
> Erwinh <[EMAIL PROTECTED]>
> 05/10/2007 10:20 AM
> Please respond to
> balita-anda@balita-anda.com
>
>
> To
> balita-anda@balita-anda.com
> cc
>
> Subject
> Re: [balita-anda] buat ibu2 yang kerja kantoran... semoga menjadi
> renungan...
>
>
>
>
>
>
> Assalamu'alaikum wr wb,
>
> Saya adalah ayah dari 2 orang putra dan seorang putri. Istri saya
> lulusan ITS. Sebelum menikah, istri saya bekerja di sebuah perusahaan
> Telekomunikasi terkemuka di Surabaya. Karena saya berdomisili di
> Jakarta, setelah menikah, istri saya ikut tinggal di Jakarta dengan
> resign terlebih dahulu dari pekerjaannya yang lama. Setelah menikah,
> istri saya pengen punya anak terlebih dahulu, sebelum nantinya, akan
> mencari pekerjaan lagi setelah melahirkan. Singkatnya, setelah anak
> saya lahir, istri saya akan mengasuhnya sendiri terlebih dahulu sampai
> usia 6 bulan, dan berencana untuk mencari pekerjaan setelah itu (bagi
> saya pribadi, sejak awal saya lebih suka istri saya tinggal di rumah,
> sekalipun saya tidak pernah memaksakannya kepada istri saya, saya
> serahkan kepadanya untuk memilih). Setelah 6 bulan berjalan, saya
> menanyakan kepadanya apakah tidak mencoba cari kerja Ma ? Zidane udah
> berumur 6 bulan tuh.................
> "ehmmm........nanti dulu deh, aku masih gak mau pisah jauh-jauh dari 
dia"
> 6 bulan, 7 bulan, 10 bulan, 12 bulan, kembali saya tanyakan hal
> tersebut kepadanya, sampai akhirnya dia memutuskan dengan tegas, bahwa
> dia tidak mau lagi kerja di kantoran, "insyaAllah lebih bermanfaat
> kalau di rumah" katanya kala itu.
> Sekalipun sebetulnya kami hidup sederhana, gaji mengandalkan gaji saya
> yang sebetulnya masih jauh kalau dibanding dengan rata-rata yang dobel
> gardan :) sekolah anak saya pilihkan yang sedang-sedang saja, mobil
> second seharga di bawah 100 juta (alhamdulillah belum pernah mogok),
> rumah milik sendiri sekalipun kecil (tapi alhamdulillah ga ngontrak).
> Anak 3, semuanya sehat, Alhamdulillah ya Allah, sesungguhnya sangatlah
> banyak nikmatmu kepada keluargaku, hanya kadangkala sayalah yang tidak
> pandai bersyukur........
>
> --
>
> Ibu-ibu yang dirahmati Allah,
> 1. Saya coba menggarisbawahi kalimat ibu ".......aku kerja juga demi
> kesejahteraan anak dan juga untuk jaga2 seandainya ada sesuatu yang
> mengusik sumber pendapatan utama (suami)........"
> Saya coba list apa saja kejadian yang mungkin akan menyebabkan
> pendapatan utama (suami) tersendat :
>   a. Suami meninggal dunia
>   b. Suami diPHK
>   c. Suami cacat parah seumur hidup
>   d. Suami menceraikan para Ibu
> Astaghfirullahal adziiim, semoga bukan itu do'a dari Ibu-ibu untuk
> suaminya. Ibu-ibu, terutama Ibu-ibu muslim, pernahkah Ibu
> mendengar/membaca firman Allah "Aku bertindak sesuai sangkaan hambaKu"
> Jauhkanlah semua pikiran negatif, sebaiknya kita ganti dengan pikiran
> positif selalu berdo'a semoga suami kita panjang umur, diberkahi,
> diberi keselamatan, setia, dsb-dsb.
> Oke, mungkin Ibu bilang, sekedar jaga-jaga. Kalau demikian, boleh dong
> kalau kita mengajukan pertanyaan yang sebanding (biar imbang), Ibu
> bekerja untuk berjaga-jaga manakala sumber utama terusik, apakah
> sekarang kita juga sudah berjaga-jaga agar anak-anak kita kelak tidak
> terjerumus ke hal-hal yang dimurkai Allah :
> pergaulan bebas, hamil di luar nikah, terjerumus narkoba, dsb-dsb
> Andaikata hal itu terjadi, apakah uang yang susah-susah kita kumpulkan
> bisa melunasinya ?
> Bukankah kita diajarkan do'a untuk kedua orang tua "Ya Allah,
> ampunilah Ayah bundaku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku
> di waktu kecil ?"
> Mari kita renungkan, kira-kira do'a ini lebih pantas untuk siapa atau
> akan diberikan oleh Allah kepada siapa ?
> apakah kasih sayang yang dimaksud adalah kasih sayang ketika
> mengandung, kemudian melahirkan ditambah 3 bulan ketika para Ibu
> mengambil cuti melahirkan ? ataukah kasih sayang sejak anak kita kecil
> sampai usia pernikahan (>23 tahun). 12 bulan dibanding 22 tahun.
> Kemudian, apakah kasih sayang itu adalah materi/uang/pemenuhan
> kebutuhan lahiriah. Tentu tidak, karena kasih sayang itu bahasa ruhani
> bukan materi. Sehingga kalau kasih sayang selalu dihubungkan dengan
> materi tentu saja tidak akan mengena.
> Seperti halnya, kasih sayang kita kepada orang tua, apakah Anda akan
> menjualnya kepada orang yang bisa membelinya ? Coba sebutkan berapa
> harganya kasih sayang (dalam rupiah).
> Jelaslah bahwa bahasa ruhani harus dijawab dengan ruhani.
>
>
> 2. Saat ini biaya pendidikan mahal. Betul. Tapi bukankah kita bisa
> menyekolahkannya di sekolah-sekolah yang biasa-biasa saja ? Pertanyaan
> mendasar, apa yang kita kejar dari sekolah favorit ? cerdas akademik,
> status sosial, atau cerdas akhlak ?
> Apakah sekolah favorit menjadi anak kita akan cerdas secara akademik ?
> belum tentu, banyak contoh anak yang cerdas akademik berasal dari
> keluarga dan sekolah yang biasa-biasa saja.
> Apakah sekolah favorit pasti menjadikan anak kita berakhlak mulia ?
> Sudah banyak pakar yang bilang, bahwa akhlak itu dimulai dari
> keluarga, teladan dari Ayah bundanya, bukan dari sekolah.
> Jadi, sebetulnya kita bisa mengurangi anggaran tersebut dengan
> menyekolahkan anak-anak kita di sekolah yang sedang-sedang saja.
>
> 3. Pertanyaan selanjutnya, Apakah Ibu di rumah menjamin bisa
> menjadikan anak-anak kita berakhlak mulia ? Jawabnya jelas tidak,
> tergantung bagaimana kita sebagai Ibu di rumah memanfaatkan waktu.
> Jangankan itu, bahkan tidak ada jaminan bagi seorang Nabi memiliki
> anak yang sholeh sholehah, contoh Nabi Adam dan Nabi Nuh.
> Demikian juga tidak ada jaminan seorang yang rajin shalat akan masuk
> syurga (kedua hal tersebut sudah ada di dalam Al-Qur'an).
> Dalam hal ini, mari kita gunakan logika normatif saja, bahwa siapa
> yang menanam benih maka dia yang akan menuai. Siapa yang berusaha
> dengan sungguh-sungguh untuk mendidik anak agar menjadi anak yang
> barakah, maka insyaAllah dia akan memperolehnya (semoga saya bisa
> melaksanakannya, amiiin).
> Coba renungkan, Apa yang bisa didapat Ibu yang memanfaatkan waktunya 8
> jam untuk mendidik anak-anaknya setiap hari, dengan Ibu yang
> meluangkan waktu 2 jam sehari ?
>
> Maaf kalau terlalu panjang lebar, hanya sharing.
> Ayah Zidane.
>
> > >
> > > On 5/9/07, dhani resya <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> > > > hmh.. pengen curhat.. mudah2an bisa jadi masukan buat
> > > > yang lain...
> > > >
> > > > kalo dipikir-pikir aku ini kurang bersyukur... udah
> > > > dapet kerja, gaji lumayan, tapi merasa kurang, bukan
> > > > soal materi tapi kurang waktu bersama anak...
> > > >
> > > > kadang suka mikir kenapa juga kerja di kantoran kalo
> > > > di rumah bisa ngurus anak, padahal kalo dipikir-pikir
> > > > lagi aku kerja juga demi kesejahteraan anak dan juga
> > > > untuk jaga2 seandainya ada sesuatu yang mengusik
> > > > sumber pendapatan utama (suami).
> > > > kalo pagi suka maleeeessss banget pergi kerja karena
> > > > masih kangen banget sama anak.



Kirim email ke