ini aku copy-in guideline kalo anak demam dari situs
http://www.sehatgroup.web.id
Demam
12/28/2006
APAKAH DEMAM ITU?
Tubuh kita memiliki hipotalamus anterior di otak yang bertugas mengatur
agar suhu tubuh stabil (termostat) yaitu berkisar 37 +/- 1 derajat
selsius.
Pengukuran Suhu
Suhu di daerah dubur (temperatur rektal) paling mendekati suhu tubuh
sebenarnya (core body temperature). Suhu di daerah mulut atau ketiak
(aksila) sekitar 0,5 sampai 0,8 derajat lebih rendah dari suhu rektal,
dengan catatan setelah pengukuran selama minimal 1 menit. Tidak
dianjurkan mengukur ("menebak") suhu tubuh berdasarkan perabaan tangan
(tanpa mempergunakan termometer)
Fisiologi Demam (Bagaimana Demam Terjadi)
Demam biasanya terjadi akibat tubuh terpapar infeksi mikroorganisme
(virus, bakteri, parasit). Demam juga bisa disebabkan oleh faktor non
infeksi seperti kompleks imun, atau inflamasi (peradangan) lainnya.
Ketika virus atau bakteri masuk ke dalam tubuh, berbagai jenis sel darah
putih atau leukosit melepaskan "zat penyebab demam (pirogen endogen)"
yang selanjutnya memicu produksi prostaglandin E2 di hipotalamus
anterior, yang kemudian meningkatkan nilai-ambang temperatur dan
terjadilah demam. Selama demam, hipotalamus cermat mengendalikan
kenaikan suhu sehingga suhu tubuh jarang sekali melebihi 41 derajat
selsius.
DAMPAK DEMAM
Dampak Menguntungkan terhadap Fungsi Imunitas (Daya Tahan) Tubuh
Beberapa bukti penelitian 'in-vitro' (tidak dilakukan langsung terhadap
tubuh manusia) menunjukkan fungsi pertahanan tubuh manusia bekerja baik
pada temperatur demam, dibandingkan suhu normal. IL-1 dan pirogen
endogen lainnya akan "mengundang" lebih banyak leukosit dan meningkatkan
aktivitas mereka dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Demam juga
memicu pertambahan jumlah leukosit serta meningkatkan produksi/fungsi
interferon (zat yang membantu leukosit memerangi mikroorganisme).
Dampak Negatif
Pertama, kemungkinan dehidrasi (kekurangan cairan tubuh). Ketika
mengalami demam, terjadi peningkatan penguapan cairan tubuh sehingga
anak bisa kekurangan cairan.
Kedua, kekurangan oksigen. Saat demam, anak dengan penyakit paru-paru
atau penyakit jantung-pembuluh darah bisa mengalami kekurangan oksigen
sehingga penyakit paru-parau atau kelainan jantungnya infeksi saluran
napas akut (Isakan semakin berat.
Ketiga, demam di atas 42 derajat selsius bisa menyebabkan kerusakan
neurologis (saraf), meskipun sangat jarang terjadi. Tidak ada bukti
penelitian yang menunjukkan terjadinya kerusakan neurologis bila demam
di bawah 42 derajat selsius.
Terakhir, anak di bawah usia 5 tahun (balita), terutama pada umur di
antara 6 bulan dan 3 tahun, berada dalam risiko kejang demam (febrile
convulsions), khususnya pada temperatur rektal di atas 40 derajat
selsius. Kejang demam biasanya hilang dengan sendirinya, dan tidak
menyebabkan gangguan neurologis (kerusakan saraf). Lihat guideline
kejang demam.
Demam seringkali disertai dengan gejala lain seperti sakit kepala, nafsu
makan menurun (anoreksia), lemas, dan nyeri otot. Sebagian besar di
antaranya berhubungan dengan zat penyebab demam tadi.
Demam pada Infeksi Virus
Demam pada bayi dan anak umumnya disebabkan oleh infeksi virus. Pada
demam yang disertai sariawan, ruam cacar, atau ruam lainnya yang mudah
dikenali, virus sebagai penyebab demam dapat segera disimpulkan tanpa
membutuhkan pemeriksaan khusus. Demam ringan juga dapat ditemukan pada
anak dengan batuk pilek (common colds), dengan rinovirus salah satu
penyebab terseringnya. Penyebab lain demam pada anak adalah enteritis
(peradangan saluran cerna) yang disebabkan terutama oleh rotavirus.
*Penyakit yang disebabkan virus adalah self-limiting disease (akan
berakhir dan sembuh dengan sendirinya). *
Demam pada Infeksi Bakteri
Di antara demam yang disebabkan oleh infeksi bakteri pada anak, salah
satu yang paling sering ditemukan adalah infeksi saluran kemih (ISK).
Umumnya tidak disertai dengan gejala lainnya. Risiko paling besar
dimiliki bayi yang berusia di bawah 6 bulan.
Infeksi bakteri yang lebih serius seperti pneumonia atau meningitis
(infeksi selaput otak) juga dapat menimbulkan gejala demam. Namun
demikian persentasenya tidaklah besar. Dari bayi > 3 bulan dan anak 1-3
tahun dengan demam > 39C, hanya 2% (1--3.6%) saja yang bakterinya sudah
memasuki peredaran darah (bakteremia).
Pada golongan usia ini, program imunisasi HiB berhasil menurunkan risiko
meningitis bakterial secara sangat signifikan. S. pneumoniae (penyebab
utama infeksi bakteri yang cukup serius) hanya ditemukan pada < 2 %
populasi. Dan sebagian besar anak dalam golongan usia ini dapat
mengatasi S. pneumoniae tanpa antibiotika. Hanya 10 %-nya yang berlanjut
menjadi pneumonia yang lebih berat dan 3-6 % menjadi meningitis.
Usia yang menuntut kewaspadaan tinggi orangtua dan dokter adalah usia di
bawah 3 bulan. Bayi harus menjalani pemeriksaan yang lebih teliti karena
10 %-nya dapat mengalami infeksi bakteri yang serius, dan salah satunya
adalah meningitis. Untuk memudahkan penilaian risiko tersebut, Rochester
menetapkan beberapa poin untuk mengidentifikasi risiko rendah infeksi
bakteri serius pada bayi yang demam. Kriteria Rochester ini adalah:
* Bayi tampak baik-baik saja
* Bayi sebelumnya sehat :
* Lahir cukup bulan (? 37 minggu kehamilan)
* Tidak ada riwayat pengobatan untuk hiperbilirubinemia (kuning)
tanpa sebab yang jelas
* Tidak ada riwayat pengobatan dengan antibiotika
* Tidak ada riwayat rawat inap
* Tidak ada penyakit kronis atau penyakit lain yang mendasari demam
* Dipulangkan dari tempat bersalin bersama / sebelum ibu
* Tidak ada tanda infeksi kulit, jaringan lunak, tulang, sendi, atau
telinga
* Nilai laboratorium sebagai berikut :
* Leukosit 5000 -- 15000/µl
* Hitung jenis neutrofil batang 1500/µl
* ?10 leukosit/LPB di urin
* ? 5 eritrosit (sel darah merah)/LPB pada feses bayi dengan diare
Walaupun diketahui bahwa sebagian besar penyebab demam adalah infeksi
virus, namun data menunjukkan bahwa justru sebagian besar tenaga medis
mendiagnosisnya sebagai infeksi bakteri. Dalam satu penelitian di
Amerika Serikat, persentase ini mencapai 56 %. Dan pada penelitian yang
sama masih ditemukan adanya pemberian antibiotik pada demam yang belum
jelas diidentifikasi penyebabnya (virus atau bakteri).
Efek Obat Pereda Demam (Antipiretik)
Sebuah penelitian melaporkan relawan dewasa yang secara sukarela
diinfeksi virus Rhinovirus dan diterapi dengan aspirin dosis terapetik
(dosis yang lazim digunakan dalam pengobatan), lebih cenderung menjadi
sakit dibandingkan yang mendapatkan plasebo. Hasil serupa (meski tidak
signifikan), dilaporkan dengan penggunaan aspirin dan parasetamol. Lebih
lanjut, penggunaan kedua obat ini, ditambah ibuprofen, meningkatkan
penyumbatan di hidung (obstruksi nasal) dan menekan respon antibodi
Penelitian-penelitian lain belum menunjang temuan ini.
Pada sebuah survei terhadap 147 anak dengan infeksi bakteri, tidak ada
perbedaan lama rawat inap pada mereka yang diberi dua atau lebih obat
antipiretik, dibandingkan yang menerima satu, atau sama sekali tidak
diberi antipiretik.
Sebuah penelitian randomized terhadap anak-anak demam yang diduga akibat
virus, menunjukkan parasetamol tidak mengurangi lamanya demam dan tidak
menghilangkan gejala-gejala yang terkait. Namun demikian, parasetamol
membuat anak sedikit lebih aktif dan lebih bugar.
REKOMENDASI TATA LAKSANA DEMAM
Pengobatan dengan Antipiretik
Mekanisme Kerja
Parasetamol, aspirin, dan obat anti inflamasi non steroid (OAINS)
lainnya adalah antipiretik yang efektif. Bekerja dengan cara menghambat
produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior (yang meningkat
sebagai respon adanya pirogen endogen).
Parasetamol
Parasetamol adalah obat pilihan pada anak-anak. Dosisnya sebesar 10-15
mg/kg/kali.
Parasetamol dikonjugasikan di hati menjadi turunan sulfat dan
glukoronida, tetapi ada sebagian kecil dimetabolisme membentuk
intermediet aril yang hepatotoksik (menjadi racun untuk hati) jika
jumlah zat hepatotoksik ini melebihi kapasitas hati untuk
memetabolismenya dengan glutation atau sulfidril lainnya (lebih dari 150
mg/kg). Maka sebaiknya tablet 500 mg tidak diberikan pada anak-anak
(misalnya pemberian tiga kali tablet 500 mg dapat membahayakan bayi
dengan berat badan di bawah 10 kg). Kemasan berupa sirup 60 ml lebih aman.
Aspirin
Merupakan antipiretik yang efektif namun penggunaannya pada anak dapat
menimbulkan efek samping yang serius. Aspirin bersifat iritatif terhadap
lambung sehingga meningkatkan risiko ulkus (luka) lambung, perdarahan,
hingga perforasi (kebocoran akibat terbentuknya lubang di dinding
lambung). Aspirin juga dapat menghambat aktivitas trombosit (berfungsi
dalam pembekuan darah) sehingga dapat memicu risiko perdarahan).
Pemberian aspirin pada anak dengan infeksi virus terbukti meningkatkan
risiko Sindroma Reye, sebuah penyakit yang jarang (insidensinya sampai
tahun 1980 sebesar 1-2 per 100 ribu anak per tahun), yang ditandai
dengan kerusakan hati dan ginjal. Oleh karena itu, tidak dianjurkan
untuk anak berusia < 16 tahun.
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
Jenis OAINS yang paling sering digunakan pada anak adalah ibuprofen.
Dosis sebesar 5-10 mg/kg/kali mempunyai efektifitas antipiretik yang
setara dengan aspirin atau parasetamol. Sama halnya dengan aspirin dan
OAINS lainnya, ibuprofen bisa menyebabkan ulkus lambung, perdarahan, dan
perforasi, meskipun komplikasi ini jarang pada anak-anak. Ibuprofen juga
tidak direkomendasikan untuk anak demam yang mengalami diare dengan atau
tanpa muntah.
Jenis Lainnya
Turunan pirazolon seperti fenilbutazon dan dipiron, efektif sebagai
antipiretik, tetapi jauh lebih toksik (membahayakan).
Terapi Suportif
Upaya Suportif yang Direkomendasikan
Tingkatkan asupan cairan (ASI, susu, air, kuah sup, atau jus buah).
Minum banyak juga mampu menjadi ekspektoran (pelega saluran napas)
dengan mengurangi produksi lendir di saluran napas. Jarang terjadi
dehidrasi berat tanpa adanya diare dan muntah terus-menerus.. Hindari
makanan berlemak atau yang sulit dicerna karena demam menurunkan
aktivitas lambung.
Kenakan pakaian tipis dalam ruangan yang baik ventilasi udaranya. Anak
tidak harus terus berbaring di tempat tidur)tetapi dijaga agar tidak
melakukan aktivitas berlebihan.
Mengompres atau anak dengan air hangat dapat dilakukan jika anak rewel
merasa sangat tidak nyaman, umumnya pada suhu sekitar 40 selsius.
Mengompres dapat dilakukan dengan meletakkan anak di bak mandi yang
sudah diisi air hangat. Lalu basuh badan, lengan, dan kaki anak dengan
air hangat tersebut.
Umumnya mengompres anak akan menurunkan demamnya dalam 30-45 menit.
Namun jika anak merasa semakin tidak nyaman dengan berendam, jangan
lakukan hal ini.
Upaya Suportif yang Tidak Direkomendasikan
Upaya 'mendinginkan' badan anak dengan melepaskan pakaiannya, memandikan
atau membasuhnya dengan air dingin, atau mengompresnya dengan alkohol.
Jika nilai-ambang hipotalamus sudah direndahkan terlebih dahulu dengan
obat, melepaskan pakaian anak atau mengompresnya dengan air dingin
justru akan membuatnya menggigil (dan tidak nyaman), sebagai upaya tubuh
menjaga temperatur pusat berada pada nilai-ambang yang telah
disesuaikan. Selain itu alkohol dapat pula diserap melalui kulit masuk
ke dalam peredaran darah, dan adanya risiko toksisitas.
KESIMPULAN
Pandangan masyarakat akan demam terus berubah. Kini demam dianggap
sebagai respon 'sehat' terhadap penyakit dan dianggap wajar. Pengobatan
secara 'agresif' harus dibuktikan oleh bukti-bukti ilmiah. Sehingga
terapi yang rasional adalah menenangkan pasien dan tenaga kesehatan,
serta meyakinkan bahwa merekalah yang 'mengendalikan' penyakit anaknya,
bukan 'dikendalikan' penyakit.
Upaya menangani demamnya bukanlah prioritas utama. Tindakan pertama
adalah mengidentifikasi adakah infeksi bakteri (pneumonia, otitis media,
faringitis streptokokus, meningitis, atau sepsis), dan kalau perlu
merujuk ke RS untuk tindakan selanjutnya.
Baik orangtua maupun tenaga kesehatan seharusnya tidak otomatis
memberikan obat pereda demam pada semua anak demam. "Tangani anaknya,
bukan termometernya". Usaha meredakan demam lebih ditujukan mengatasi
ketidaknyamanan anak (jika memang signifikan), dan biasanya diperoleh
melalui pemberian parasetamol secara oral pada anak yang hanya mengalami
demam tinggi saja. Hal ini akan menciptakan layanan kesehatan (dan
keluarga) yang efisien semata-mata ditujukan bagi kebaikan anak,
menekankan pada upaya mencari penyebab serta melalui usaha mengurangi
polifarmasi yang tidak perlu, serta memprioritaskan pengobatan esensial
saja.
/Catatan: Panduan / guideline ini dapat senantiasa mengalami perubahan
seiring dengan ditemukannya perkembangan ilmiah terkini, dan adanya
guideline terbaru yang dapat diadaptasi. /
dr. Nurul Itqiyah H & dr. Arifianto