Ibu Rina, > Terimakasih jawabannya dok.
> Jadi sebenarnya yang jadi masalah adalah Thimerosal alias si rantai penghubung > vaksin gabungan, begitu ya dok ? Maaf, saya yang agak salah menulis sebelumnya (meski di file yang saya upload ke milist sudah benar). Poinnya bukan karena gabungannya, tetapi karena multidose-nya dan mengandung virus hidup. Nah, kalau jenisnya gabungan, memang memerlukan zat pengawet relatif lebih banyak. Pada single dose juga pakai pengawet, tetapi relatif rendah, karena hanya agar sampai saat dibuka kemasannya saja, tidak seperti multi-dose yang bisa dibuka terus dipakai beberapa dosis. > Lha kalo vaksin gabungan DPT-Polio itu pake si "Thimerosal" juga ga ? Kok > nggak ada kontroversinya ya ? (Duh, maklum ya dok kalo pertanyaannya norak, > awam banget nih ). Vaksin seperti DPT/DTaP, HIB, Hepatitis B pun mengandung thimerosal pada kisaran 25 mikrogram/ml. Jenis baru Hepatitis B, sudah lebih rendah pada 12,5 mikrogram/ml. Batasan aman paparan merkuri FDA pada 0,4 mikrogram/KbBB/hari, sedang WHO pada 0,47 mikrogram/KgBB/hari. Sementara Thimerosal mengandung merkuri sekitar 49,5%. Dari patokan ini, memang kadar yang ada pada vaksin MMR masih di bawah ambang. Hanya, bayi kita itu sebenarnya mendapatkan imunisasi banyak sekali sampai usia 6 bulan, sehingga muncul ide memberikan dalam bentuk tergabung (DTaP-IVP-HIB/HepB misalnya) sehingga paparan thimerosalnya cenderung lebih rendah daripada diberikan sendiri-sendiri (karena tipe ini kan single dose). Pada prakteknya di kebanyakan tempat Indonesia, pelayanan imunisasi seperti BCG, Campak dan MMR itu dilakukan pada hari-hari tertentu, dengan maksud sekali membuka kemasan, harus dihabiskan hari itu juga. Bila lewat harus dibuang sisa yang tak terpakai. Sebenarnya ada juga zat-zat pengawet lainnya, tetapi kualitasnya kalah dibandingkan thimerosal. > Mengenai vaksin MMR tadi, kayaknya lebih aman kalo saya kasih setelah anak > saya umur 3 tahun ya dok. Tidak apa2 'kan atau justru terlalu riskan ? Biasanya jalan tengah yang diambil, Campak tetap diberikan usia 9 bulan, sedang MMR lebih melihat perkembangan saja (seperti uraian posting terdahulu). > Sebenarnya apa sih yang menjadi pencetus autisme itu, apakah krn faktor dari > dalam (genetik) atau faktor luar ? Dan bagaimana tindakan preventifnya ? > Maaf ya dok pertanyaannya nyambung lagi dan jadi panjang.... :-P) > Sekali lagi terimakasih atas perhatiannya. Berikut, saya copy-kan tulisan saya dari arsip : Istilah autisme mulai muncul dari laporan Dr. Leo Karner, seorang psychiatrist di John Hopkins University, sekitar 50 tahun lalu. Istilah ini menunjuk pada anak dengan gangguan perilaku dan komunikasi berat. Tanda-tanda yang umum anak terlalu pasif atau sebaliknya terlalu aktif, sulit menjaga konsentrasi, menghindar dari komunikasi dengan pihak lain dan gerakan berulang (repeating and stereotyping). Secara medis, kelainannya bisa mencakup pula gangguan pendengaran, berbicara dan penglihatan. Sampai saat ini, belum ada yang bisa memastikan apa etiologi/penyebab asli autisme. Beberapa hal dikaitkan misalnya : paparan air raksa, gangguan kromosom, gangguan metabolisme phenylketonuria, penggunaan pitosin (zat pemacu proses persalinan), riwayat kelahiran kembar, pemberian vaksin atau komponennya, polusi atau radiasi, juga virus. Tetapi semuanya belum memuaskan. Yang terbaru merangkum semua ke satu kelainan yaitu "cerebello-limbic circuit syndrome". Anak autisme bisa terjadi hipoplasia (lobus serebellumnya mengecil) atau hiperplasia (membesar). Sistem ini seharusnya mengontrol pergerakan, juga proses metabolisme hormonal (diasumsikan juga termasuk pengelolaan emosional). Catatan terakhir insiden berkisar 1/4 - 1/2% (ada laporan 1 dari 2000). Rasio anak laki-laki terhadap perempuan 4 : 1 (seperti biasa, kelainan-kelainan sejenis selalu lebih tinggi pada laki-laki, sangat mungkin berkait dengan sex-linked mutation). Belum jelas apakah perbedaan ras berpengaruh. Yang jelas, kemungkinan predisposisi genetik dan sifat herediter (diturunkan dalam keluarga) mencapai 90%. Artinya pengaruh keturunan memang besar. Biasanya anak terlihat tumbuh normal, sebelum pada usia 2-3 tahun muncul tanda-tandanya. Kadang muncul tanda bahwa perkembangan anak (tengkurap, merangkak, berdiri, berjalan) lebih cepat dari umumnya. Semakin dini tanda-tanda ini muncul, semakin berat tingkat kelainan autismenya. Karena itu sekarang dikembangkan beberapa tes untuk mendeteksi sejak dini misalnya dengan Finger Tapping Test, Grooved Pegboard Test and Grip Strength. Pada penderita autisme terjadi gangguan motorik, sehingga terasa kekuatan/kecepatan ototnya pada tes-test tersebut menurun/lemah. Gampangnya, coba deh julurkan tangan kiri ke depan lurus dan acungkan jari telunjuk. Kemudian, dengan telunjuk tangan kanan, sentuh ujung jari telunjuk tangan kiri dan ujung hidung bergantian. Kalau nggak ada masalah, ya biasa saja. Bahkan, bila perlu dengan mata terpejam pun, seolah ada yang menuntun gerakan itu. Atau coba, duduk bersila atau di kursi, letakkan tangan di kedua paha. Coba lakukan gerakan mengepal pada tangan kiri dan menepuk paha pada tangan kanan. Bagi sebagian, gerakan seperti itu sulit sekali lho ! Agak sulit membayangkan mungkin, karena seringkali anak-anak autis ini suka kelihatan kuat sekali malahan otot-ototnya. Yang sering, kelainan autisme disertai kelainan-kelainan genetik atau psikomotorik lainnya (gampangnya sering tidak berdiri sendiri). Juga ternyata kelainan autisme diikuti juga kelainan fisik di organ dalam. Maka terapi yang dicobakan juga meliputi pelatihan psikomotorik dan obat-obatan. Bahkan dikembangkan sekarang terap autisme oleh Tim terdiri dari tenaga medis, fisioterapi, psikolog dan ahli gizi. --------------------------------- Do you Yahoo!? The New Yahoo! Shopping - with improved product search