klo boleh sdikit komen.. rata2 klo anak emg udah terdeteksi autisme em,g cenderung alergi thd beberapa makanan.. tp klo alergi penyebab autisme smp skrg emg blum bs dipastikan..
krn autisme penyenyebabnya sangat2lah kompleks.. Pada 25 Mei 2009 10:16, Nayla Riani <putriku_na...@yahoo.com> menulis: > Mbak, > ini aku copy paste dari sumber nya ya > kayanya ini mungkin malahan udah pernah dibahas di milis BA (CMIIW ya) > sumbernya aku ambil dari > http://ummuauliya.multiply.com/journal/item/109/Alergi_Makanan_Berbuntut_Autisme_ > > > > Postingan Mbak Renny di milis > BA > > > KOMPAS CYBERMEDIA > Selasa, 26 September 2006 - 00:38 wib > Oleh: > dr. Widodo Judarwanto, Sp.A., di Jakarta > > Alergi makanan disebut sebagai > salah satu faktor pencetus autisme pada anak. Namun, banyak orangtua yang > tak > mengetahui hal ini. Mereka baru ngeh setelah anak tumbuh besar dan telanjur > sulit ditangani. Kalau saja kesadaran akan bahaya alergi makanan itu datang > sejak dini, penderitaan anak dapat jauh dikurangi. > > Alergi makanan > merupakan kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh, yang > ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan tertentu. Pada anak-anak, alergi > makanan dapat menyerang semua organ tanpa kecuali, mulai dari ujung dahi > sampai > ujung jempol kaki. Bahaya dan komplikasi yang muncul pun beragam. Reaksi > atas > alergi makanan (biasa disebut manifestasi klinis) berpotensi mengganggu > semua > sistem dan organ tubuh. > > Keluhan alergi sering muncul dengan sangat > misterius. Jadwalnya berubah-ubah, datang dan pergi tanpa permisi. Kadang > berulang. Minggu ini sakit tenggorokan, minggu depan mungkin saja sakit > kepala, > pekan depannya kena diare, atau sulit makan berminggu-minggu lamanya. > Bagaimana > keluhan yang berubah-ubah secara misterius itu terjadi? Entahlah, karena > sampai > saat ini masih menjadi misteri bagi para peneliti alergi. > > Yang banyak > disepakati, alergi dianggap sebagai proses inflamasi yang tidak hanya > berupa > reaksi (cepat atau lambat), tetapi juga bersifat kronis dan kompleks. > Gejala > klinisnya terjadi karena reaksi imunologi dalam tubuh, yang muncul untuk > menangkis serangan terhadap organ sasaran. Menurut teori ini, jika organ > sasarannya paru-paru, maka manifestasi klinisnya berupa batuk atau asma. > Bila > sasarannya kulit, ya akan terlihat seperti urtikaria (rasa gatal pada kulit > yang > disertai bentol-bentol merah). > > Menyerang pusat saraf > > Celakanya, > tak hanya paru-paru atau kulit yang kerap jadi sasaran tembak.. Sistem > susunan > saraf pusat atau otak pun dapat terganggu oleh reaksi alergi. Apalagi otak > merupakan organ tubuh yang sangat sensitif dan lemah.. Jika fungsi otak > terganggu, banyak sekali kemungkinan manifestasi klinisnya, termasuk > gangguan > perkembangan dan perilaku, semisal gangguan konsentrasi, gangguan > perkembangan > motorik, gangguan emosi, keterlambatan bicara, hiperaktif, hingga > autisme. > > Austisme sendiri diyakini para peneliti sebagai kelainan > anatomis pada otak. Secara ilmiah telah dibuktikan, autisme merupakan > penyakit > yang disebabkan oleh banyak hal atau multifaktor. Selain karena alergi > makanan, > ada ahli yang menyebut autisme timbul karena gangguan biokimia. Sementara > ahli > lain menyebutnya sebagai gangguan jiwa, akibat masuknya unsur logam berat > dan > bahan-bahan berbahaya ke dalam tubuh. > > Namun, apa pun penyebabnya, autisme > merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak, yang ditandai dengan > gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, > komunikasi, > dan interaksi sosial. Bagaimana alergi makanan sampai mengganggu fungsi > otak, > sehingga menyebabkan autisme, pun masih menjadi misteri buat para ahli. > Dari > sana muncul beberapa teori yang mungkin bisa menjelaskan hal > tersebut. > > Selain teori gangguan organ sasaran seperti yang dijelaskan di > muka, ada juga teori pengaruh metabolisme sulfat, teori gangguan perut dan > otak, > serta teori pengaruh reaksi hormonal. Gangguan metabolisme sulfat > mempengaruhi, > otak, jika ada bahan makanan yang mengandung sulfur masuk ke dalam tubuh. > Bahan > makanan itu - melalui proses konjugasi fenol - kemudian diubah menjadi > sulfat > yang kelak dibuang melalui urine. > > Namun, proses itu bisa tidak berjalan > mulus pada orang tertentu. Pada penderita alergi yang memiliki gangguan > saluran > cerna, akan terjadi gangguan pada proses metabolisme sulfur tersebut. > Akibatnya, > pengeluaran sulfat melalui urine menjadi tidak lancar, sekaligus mengubah > sulfur > menjadi sulfit. Sulfit inilah yang mengakibatkan gangguan pada kulit. > Bersama > beberapa zat toksin, sulfit juga mengganggu fungsi otak. > > Toh, lepas dari > peran zat kimia beracun yang tidak sempat dibuang tubuh (sulfit dan > kawan-kawan), saluran cerna sendiri memang rentan terhadap gangguan alergi. > Teori gangguan pencernaan dan kaitannya dengan sistem saraf pusat itu, kini > sedang menjadi perhatian utama para ahli alergi. Karena dipercaya dapat > mendekati fakta, bagaimana alergi pada akhirnya muncul menjadi gangguan > perilaku, termasuk autisme. > > Sementara teori keterkaitan hormon dengan > peristiwa alergi dilaporkan oleh cukup banyak peneliti. Perubahan hormonal > dapat > menyebabkan gangguan pada fungsi otak dan perilaku. Penderita alergi > biasanya > mengalami penurunan hormon, seperti kortisol dan metabolik. Sebaliknya, > hormon > progesteron dan adrenalin cenderung meningkat ketika proses alergi itu > timbul. > Perubahan hormonal itu menyebabkan seseorang gampang lelah, mudah marah, > cemas, > panik, sakit kepala, sakit kepala sebelah, kerontokan rambut, dan banyak > lagi. > > Teori-teori yang menjelaskan hubungan antara alergi dengan gangguan > susunan saraf pusat dan fungsi otak tadi, setidaknya memperkuat dugaan > bahwa > alergi - termasuk alergi makanan - memang punya peran dalam mencetuskan > atau > memperbesar autisme. Lantas, bagaimana mengetahui dan melakukan pencegahan > dini, > agar alergi makanan tak sampai menjerumuskan anak-anak ke jurang > austisme? > > Pintar di kelas > > Sebelumnya, orangtua perlu mengetahui, > makanan atau minuman apa saja yang berpotensi mengundang alergi. Makanan > dan > minuman itu di antaranya daging ayam, daging itik, ikan salmon/tuna, > alkohol, > daging domba, daging kalkun, jeruk, pisang, pir, anggur, jagung, gula, ubi, > singkong, asparagus, selada, kembang kol, bayam, brokoli, teh, kopi, dan > minyak > zaitun. Penyebab alergi ini bersifat individual, sangat berbeda dari anak > yang > satu ke anak lainnya. Si Andri misalnya, alergi terhadap daging ayam, tapi > si > Benny belum tentu. > > Selain makanan-makanan di atas, ada juga beberapa > bahan yang dapat menggangu otak, yang terdapat pada makanan atau minuman. > Misalnya, salisilat (mudah ditemukan pada buah, kacang, kopi, teh, bir, > anggur, > dan obat-obatan sejenis aspirin). Juga amino (diproduksi selama fermentasi > dan > pemecahan protein, ditemukan dalam keju, cokelat, anggur, tempe, serta > sayur dan > buah seperti pisang, alpukat, dan tomat), Atau benzoat (ditemukan dalam > beberapa > buah, sayur, kacang, anggur, kopi). > > Penyebab alergi bisa juga datang dari > bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan dan pemrosesan makanan. > Contohnya > aditif makanan berupa bahan pengawet, bahan pewarna, pemutih, enzim, bahan > pelapis atau pengilat, pengatur pH, bahan pemisah, ragi makanan, pelarut > untuk > ekstraksi, dan bahan pemanis. Atau bahan tambahan semisal rempah-rempah > buatan, > kemasan makanan, obatan-obatan, serta bahan kimia pertanian yang sering > digunakan saat membuat makanan atau minuman. > > Orangtua juga perlu memahami > macam-macam gejala dan gangguan alergi yang muncul pada anak. Misalnya, > gerakan > motorik berlebihan pada anak berusia di bawah enam bulan (mata dan kepala > bayi > sering menengok ke atas, tangan dan kaki bergerak berlebihan). Sedangkan > untuk > bayi usia di atas enam bulan, bila digendong sering minta turun dan sering > membentur-benturkan kepala, bergulung-gulung dan menjatuhkan diri di kasur, > serta suka memanjat. > > Atau sebaliknya, anak mengalami gangguan > perkembangan motorik, sehingga tidak bisa bolak balik, duduk, dan merangkak > sesuai usianya. Jika berjalan sering terjatuh dan terburu-buru, sering > menabrak > dan jalan jinjit, serta gemar duduk pada posisi huruf “W” (posisi kaki ke > belakang). Sampai umur di bawah 15 bulan, anak belum juga bisa > berkata-kata, > bahkan pada usia 20 bulan hanya sanggup mengucapkan 4 - 5 kata. > > Gangguan > tidur juga bisa menjadi pertanda. Misalnya anak suka tidur dalam posisi > menungging, suka berbicara, tertawa, berteriak saat tidur, sulit tidur, > sering > terbangun malam, gelisah saat memulai tidur, gigi gemeretak, serta tidur > mengorok. Bisa juga sangat agresif ketika tidak tidur, seperti gemar > memukul > kepala sendiri dan orang-orang di sekitarnya. > > Anak yang mengalami alergi > makanan sering juga mengalami gangguan konsentrasi. Cepat bosan dalam > beraktivitas (kecuali saat menonton televisi, membaca komik, dan main > game), > tidak bisa belajar lama, selalu terburu-buru, tidak mau antre, tidak > teliti, > serta sering kehilangan barang. Nilai pelajaran di sekolah naik-turun > secara > drastis. Nilai pelajaran tertentu baik, tapi pelajaran lain buruk. Anak pun > sulit mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik, plus sering mengganggu > teman > saat pelajaran berlangsung. > > Celakanya, anak dengan gangguan perilaku itu > sekilas tampak seperti anak cerdas dan pintar! > > Terserah > orangtua > > Pengetahuan tentang makanan dan minuman pemicu alergi, berikut > gangguan perilaku yang ditimbulkannya, penting diketahui orangtua. Namun > setelah > itu, lebih penting lagi mengetahui secara pasti, makanan atau minuman jenis > apa > yang menjadi pemicu alergi anak. Tak gampang memang karena menyimpulkan > anak > mengalami alergi terhadap makanan tertentu tidak dapat diputuskan hanya > dengan > melakukan tes kulit atau tes alergi lainnya. Pemeriksaan-pemeriksaan itu > memiliki sejumlah keterbatasan. > > Diagnosis pasti adanya alergi makanan > baru dapat dipastikan setelah dilakukan uji alergi dengan menggunakan > metode > yang biasa disebut Double Blind Placebo Control Food Challenge (DBPCFC), > dengan > cara mengeliminasi provokasi makanan penyebab alergi pada anak. > Pendiagnosisan > cara ini harus dilakukan oleh ahlinya, dengan bantuan orangtua si anak > tentunya. > > Jika pemicu alergi telah diketahui, penanganan terbaik untuk > anak hanyalah dengan menghindari makanan atau minuman itu. Pemberian > obat-obatan > antialergi dalam jangka panjang tidak dianjurkan karena merupakan bukti > kegagalan dalam mengidentifikasi penyebab alergi. Dengan mengenali secara > cermat > gejala alergi dan mengidentifikasi secara tepat penyebabnya, alergi dan > gangguan > autisme dapat dikurangi. > > Itu sebabnya, sangat penting melakukan deteksi > dini terhadap gejala alergi dan gangguan perkembangan dan perilaku anak. > Bila > jauh-jauh hari diketahui, pengaruh alergi terhadap fungsi otak yang > berujung > pada autisme dapat dicegah, atau paling tidak diminimalkan. Meskipun tidak > bisa > hilang sepenuhnya, alergi makanan biasanya akan membaik pada usia tertentu. > Setelah usia dua tahun, imaturitas saluran cerna akan membaik, sehingga > gangguan > saluran cerna karena alergi makanan ikut berkurang. > > Bila gangguan cerna > membaik, logikanya gangguan perilaku pun akan berkurang. Selanjutnya, pada > usia > di atas 5 - 7 tahun, alergi makanan terus berkurang secara bertahap, > sehingga > gangguan autisme ikut berkurang secara bertahap. Meskipun alergi makanan > tertentu biasanya akan menetap sampai dewasa, seperti alergi terhadap > udang, > kepiting, atau kacang tanah. > > Sebaliknya, jika orangtua tak mengenali > gangguan alergi itu sejak dini alias ketelanjuran, penanganannya harus > dilakukan > secara holistik, melibatkan beragam disiplin ilmu, seperti bidang alergi > anak, > neurologi anak, psikiater anak, tumbuh kembang anak, endokrinologi anak, > dan > gastroenterologi anak. Jelas, jauh lebih merepotkan dan tentu saja, lebih > banyak > makan biaya. > > Silakan, mau pilih yang mana. *** > > > > --- On Mon, 5/25/09, Mama 2D <mam...@gmail.com> wrote: > > From: Mama 2D <mam...@gmail.com> > Subject: Re: [balita-anda] tanya, emang alergi bisa bikin autis ya ? > To: balita-anda@balita-anda.com > Date: Monday, May 25, 2009, 3:11 AM > > baca artikelnya dimana mbak ? > bisa sharing sumbernya ? > > 2009/5/25 Nayla Riani <putriku_na...@yahoo.com> > > > Dear Parents > > > > mohon sharingnya ya > > pagi ini, ga sengaja, aku baca artikel tentang alergi pada bayi / anak, > > cuma karena bacanya buru-buru, jadi yang ketangkep juga rada ga banyak, > > intinya sih, dari artikel itu, terungkap, bahwa kalo anak mempunyai > alergi > > terhadap apapun (makanan, udara, dll), jika tidak ditangani dengan tepat, > > BISA MENYEBABKAN AUTISME, > > waduh, bener ga tuh ya ? > > secara anakku nayla 10 bulan, punya alergi terhadap banyak hal (misalnya > > dikasih jeruk aja, dia merah2, dikasih pisang, juga merah2, walahhh) > > jadi khawatir neh, > > > > ada yang bisa sharing ? > > please info nya ya > > > > thanks berat > > > > regards > > mamanya nayla > > > > > > > > > > > > > -- > rgds, > Lita > http://rumahnyaalsa.multiply.com > http://www.facebook.com/people/Besta-Arlita/1032282229 > > > > > -- Lusika Yuliana - Uci ma2Kavin+Ija http://oetjipop.mulltiply.com mo belajar bisnis ??? klik aja di bwh ini http://www.luarbiasa.biz/?id=UCILusika