Hi mbak Titik, Wah, Sabrina sudah mau punya dede ya .... Seperti yang dibilang jeng Lita, saya juga sama nggak tahunya tentang pengalaman operasi Caesar :)
Selamat menjalani persalinan nanti ya, mbak. Semoga semua berjalan lancar, dan upayakan bisa langsung Inisiasi Menyusui Dini ya ... Btw, saya coba posting salah satu kutipan dari buku karya dr. Atul Gawande: _Better: sebuah catatan tentang kinerja seorang dokter_, khusus yang bahas tentang operasi Caesar, dari sudut pandangnya sebagai dokter bedah di Brigham and Women Hospital, Boston - USA. Happy Reading .... and counting down the days :) cheers, Sylvia - mum to Jovan, Rena, Aleta & Luigi --------------- Atul Gawande, "Better: Sebuah Catatan tentang Kinerja Seorang Dokter", (2007): 251-259 SKOR ..... Bedah Caesar termasuk operasi paling aneh yang pernah saya saksikan, dan juga yang paling sederhana. Sayatkan pisau bedah no. 10 sepanjang garis batas bawah perut yang membesar. Belah kulit dan lemak dengan sayatan bersih dan panjang. Dengan perban, seka setiap titik pendarahan yang kelihatan seperti bunga merah. Iris fasia penutup otot perut, selubung fibrosa kuat dan angkat untuk mengungkap otot perut yang merah di bawahnya. Otot rektus abdominis ada di sana, berbentuk dua sabuk vertical yang lantas disibak di tengah seperti menyibak tirai, ditahan dengan penarik dari logam. Iris peritoneum, selaput tipis nyaris tembus pandang. Dan tampaklah rahim --- berwarna ungu, tebal, berotot. Buat bukaan kecil pertama di rahim dengan pisau bedah, lalu pakai gunting untuk melebarkannya dengan lebih cepat dan mudah. Rasanya seperti membuka buah yang keras dan berkulit tebal. Lalu datanglah peristiwa yang bagi saya masih tampak aneh bin ajaib. Rogoh ke dalam, dan yang ada di dalam sana bukanlah tumor atau keanehan, sebagaimana yang biasa ditemukan dokter bedah kalau membuka perut orang; yang terasa adalah lima jari kaki kecil yang bergerak-gerak, lutut, kaki. Dan tiba-tiba, terasa bahwa ada manusia baru yang meronta-ronta. Ibu di meja operasi hampir terlupakan. Bayi kadang-kadang sulit dikeluarkan. Kalau kepalanya jauh di dalam saluran peranakan, pinggang bayi harus digenggam, lalu tariiiik! Kadang-kadang kepala bayi harus didorong dari bawah. Lalu tali pusar dipotong. Bayi dibungkus. Perawat mencatat skor Apgar. Setelah kontraksi rahim berikutnya, plasenta dikeluarkan lewat lubang operasi. Dengan perban baru, seka bagian dalam rahim ibu agar bersih dari bekuan darah dan kotoran. Jahit kembali rahim sampai tertutup rapat dengan dua lapis benang jahit operasi. Jahit kembali lapisan pembungkus otot, lalu kulit. Bedah Caesar pun selesai. … Meski operasinya tidak sulit, kecelakaan bisa saja terjadi. Bayi bisa teriris. Jika plasenta memisah dan kepala tak cepat-cepat dikeluarkan, bayi bisa sesak napas. Ibu juga menghadapi resiko cukup besar. Sebagai dokter bedah, saya sudah pernah dipanggil untuk menangani usus yang sobek dan luka terbuka. Pendarahannya bisa terlalu parah. Infeksi luka kerap terjadi. Resiko pembekuan darah dan pneumonia makin tinggi. Tanpa adanya komplikasi pun, pemulihan setelah bedah Caesar butuh waktu berminggu-minggu dan lebih menyakitkan daripada kelahiran normal lewat vagina. Dan, pada kehamilan berikutnya, ibu yang pernah dibedah Caesar bisa menghadapi kesulitan serius. Ada peluang satu per dua ratus bagi terbukanya kembali bekas luka di rahim kalau ibu mencoba melahirkan secara normal. Ada juga resiko bekas luka itu menempel ke plasenta bayi baru dan menyebabkan pendarahan serius. Bedah Caesar adalah pembedahan. Tidak bisa lain. Tapi bedah Caesar juga tidak bisa dihindari. Kita telah mencapai titik di mana bedah Caesar menjadi jawaban bagi segala masalah kelahiran – bedah Caesar adalah pilihan paling andal. Jika ibu mengandung bayi yang beratnya lebih daripada empat setengah kilogram, jika ibu sudah pernah mengalami bedah Caesar, jika bayi terletak miring atau sungsang, jika bayinya kembar, jika ada sejumlah situasi yang bisa menyulitkan kelahiran – standar perawatan mensyaratkan bidan dan dokter setidaknya menawarkan bedah Caesar. Mereka makin lama makin enggan mengambil resiko, sekecil apa pun, dan berusaha mencari jalan menghindarinya. … Mereka yang skeptis menunjukkan bahwa bedah Caesar itu lebih gampang disesuaikan dengan jadwal kerja dokter kebidanan, dan bayaran per jamnya lebih tinggi daripada kelahiran normal. Dokter kandungan bilang bahwa kekhawatiran terhadap gugatan malapraktek membuat mereka lebih sering melakukan bedah Caesar daripada yang mereka anggap diperlukan. Mengoperasi begitu banyak ibu jelas tidak pantas dibangga-banggakan. Tapi hasrat tersembunyi kita untuk mengurangi resiko terhadap bayi adalah kekuatan terbesar di balik makin sering dilakukannya bedah Caesar; itulah harga yang kita bayar demi keandalan yang kita idamkan. Boleh dikata, ada tirani dalam skor. Sementara kita menilai kesehatan bayi baru lahir, rasa sakit dan kehilangan darah dan panjangnya masa pemulihan ibu tampak tidak banyak diperhitungkan. Kita tak punya skor untuk keadaan ibu, selain menanyakan apakah dia masih hidup atau tidak – tak ada ukuran untuk mendorong kita memperbaiki keadaan ibu melahirkan juga. Tapi ketidakseimbangan itu setidaknya bisa diperbaiki. Jika keadaan bayi bisa diukur, bukankah keadaan ibu bisa diukur juga? Bahkan kita perlu skor Apgar untuk semua orang yang ditangani dokter – pasien psikiater, pasien yang dirawat di RS, orang yang dioperasi, dan tentu saja ibu melahirkan. … “Aku ikut nonton, tahu,” kata Rourke (note: Elizabeth Rourke, dokter internis Massachusetts General Hospital, yang baru saja menjalani persalinan Caesar putri pertamanya dan menjadi ‘tokoh’ dalam bab SKOR ini).“Aku bisa lihat semuanya. Aku bisa lihat kepalanya ke luar!” Katherine Anne Rourke terlahir dengan berat 3.4kg, dengan rambut cokelat, mata biru-kelabu, dan memar-memar ungu di bagian-bagian kepalanya yang terantuk panggul ibunya. Skor Apgarnya delapan pada 1 menit dan sembilan pada 5 menit – mendekati sempurna. Keadaan ibunya tidak sebaik itu. “Habis aku,” seloroh Rourke. “Saking capeknya, aku tak sadarkan diri. Dan sakit sekali rasanya.” Rourke sudah menjalani proses persalinan selama hampir empat puluh jam yang diakhiri dengan bedah Caesar. … “Aku merasa gagal total, semua yang mau kulakukan tidak bisa kulakukan,” kata Rourke. “Pertama aku tak mau dianestesi epidural, lalu aku meminta anestesi epidural. Aku tak mau dibedah Caesar, lalu setuju dibedah Caesar. Aku mau menyusui bayiku, tapi tidak bisa juga.” Dia merana selama seminggu “Lalu aku sadar, ‘Tahu enggak? Konyol sekali berpikir seperti itu. Kamu sekarang punya anak yang cantik dan sudah waktunya mengurusi dia.’ Entah bagaimana caranya, dia membuatku tidak menyesal lagi.” 2009/5/27 titik rahayu <titik_rahayu2...@yahoo.com> > Mama 2D, Ayahnya Irfan, mommy nya Nayla, Mamanya Amaar...semua yg jwb > emailku deh...makasih bny bgt...iya emang agak panik krn lahiran pertama kan > normal...makasih bny bgt ya semuanya, tuk doanya jg...makasih...BA emang TOP > BGT... > > NB: Tuh kan salah soal Mba Sylvia, maaf bgt ya... > > Salam, Titik Rahayu > > <deleted> > > > >