Mbak...ini hasil cari-cari di internet. Kebanyakan jawabannya seperti ini.
Moga membantu.
sumber : blog => menujucintanya.wordpress.com/tag/donor-asi/

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Pak ustad yang saya hormati, saya ingin menanyakan tentang hukum bank susu
dalam perspektif Islam. Bagaimana pandangan Islam terhadap praktek bank susu
ini?

Terima kasih

Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jawaban

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wababarakatuh,

Di masa sekarang ini kita memang dikejutkan dengan berita telah berdirinya
bank khsusus untuk menampung air susu ibu. Para ulama kontemporer
memandangkan dari beberapa sudut pandang yang berlainan, sehingga yang kita
temui dari fatwa mereka pun saling berbeda. Sebagian mendukung adanya bank
air susu tapi yang lainnya malah tidak setuju.

1. Pendapat Yang Membolehkan

Ulama besar semacam Dr. Yusuf Al-Qaradawi tidak menjumpai alasan untuk
melarang diadakannya semacam “bank susu.” Asalkan bertujuan untuk mewujudkan
maslahat syar’iyah yang kuat dan untuk memenuhi keperluan yang wajib
dipenuhi.

Beliau cenderung mengatakan bahwa bank air susu ibu bertujuan baik dan
mulia, didukung oleh Islam untuk memberikan pertolongan kepada semua yang
lemah, apa pun sebab kelemahannya. Lebih-lebih bila yang bersangkutan adalah
bayi yang baru dilahirkan yang tidak mempunyai daya dan kekuatan.

Beliau juga mengatakan bahwa para wanita yang menyumbangkan sebagian air
susunya untuk makanan golongan anak-anak lemah ini akan mendapatkan pahala
dari Allah, dan terpuji di sisi manusia. Bahkan sebenarnya wanita itu boleh
menjual air susunya, bukan sekedar menyumbangkannya. Sebab di masa nabi,
para wanita yang menyusui bayi melakukannya karena faktor mata pencaharian.
Sehingga hukumnya memang diperbolehkan untuk menjual air susu.

Bahkan Al-Qaradawi memandang bahwa institusiyang bergerak dalam bidang
pengumpulan ‘air susu’ itu yang mensterilkan serta memeliharanya agar dapat
dinikmati oleh bayi-bayi atau anak-anak patut mendapatkan ucapan terima
kasih dan mudah-mudahan memperoleh pahala.

Selain Al-Qaradawi, yang menghalalkan bank susu adalah Al-Ustadz Asy-Syeikh
Ahmad Ash-Shirbasi, ulama besar Al-Azhar Mesir. Beliau menyatakan bahwa
hubungan mahram yang diakibatkan karena penyusuan itu harus melibatkan saksi
dua orang laki-laki. Atau satu orang laki-laki dan dua orang saksi wanita
sebagai ganti dari satu saksi laki-laki.

Bila tidak ada saksi atas penyusuan tersebut, maka penyusuan itu tidak
mengakibatkan hubungan kemahraman antara ibu yang menyusui dengan anak bayi
tersebut.

2. Yang Tidak Membenarkan Bank Susu

Di antara ulama kontemporer yang tidak membenarkan adanya bank air susu
adalah Dr. Wahbah Az-Zuhayli dan juga Majma’ Fiqih Islami. Dalam kitab
Fatawa Mua`sirah, beliau menyebutkan bahwa mewujudkan institusi bank susu
tidak dibolehkan dari segi syariah.

Demikian juga dengan Majma’ Fiqih Al-Islamimelalui Badan Muktamar Islam yang
diadakan di Jeddah pada tanggal 22 – 28 Disember 1985/ 10 – 16 Rabiul Akhir
1406. Lembaga inidalam keputusannya (qarar) menentang keberadaan bank air
susu ibu di seluruh negara Islam serta mengharamkan pengambilan susu dari
bank tersebut.

Perdebatan Dari Segi Dalil

Ternyata perbedaan pendapat dari dua kelompok ulama ini terjadi di seputar
syarat dari penyusuan yang mengakibatkan kemahraman. Setidaknya ada dua
syarat penyusuan yang diperdebatkan. Pertama, apakah disyaratkan terjadinya
penghisapan atas puting susu ibu? Kedua, apakah harus ada saksi penyusuan?

1. Haruskah Lewat Menghisap Puting Susu?

Kalangan yang membolehkan bank susu mengatakan bahwa bayi yang diberi minum
air susu dari bank susu, tidak akan menjadi mahram bagi para wanita yang air
susunya ada di bank itu. Sebab kalau sekedar hanya minum air susu, tidak
terjadi penyusuan. Sebab yang namanya penyusuan harus lewat penghisapan
puting susu ibu.

Mereka berdalil dengan fatwaIbnu Hazm, di mana beliau mengatakan bahwa sifat
penyusuan haruslah dengan cara menghisap puting susu wanita yang menyusui
dengan mulutnya.

Dalam fatwanya, Ibnu Hazm mengatakan bahwa bayi yang diberi minum susu
seorang wanita dengan menggunakan botol atau dituangkan ke dalam mulutnya
lantas ditelannya, atau dimakan bersama roti atau dicampur dengan makanan
lain, dituangkan ke dalam mulut, hidung, atau telinganya, atau dengan
suntikan, maka yang demikian itu sama sekali tidak mengakibatkan kemahraman

Dalilnya adalah firman Allah SWT:

‘Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu dan saudara perempuanmu sepersusuan…‘ (QS
An-Nisa’:23)

Menurut Ibnu Hazm, proses memasukkan puting susu wanita di dalam mulut bayi
harus terjadi sebagai syarat dari penyusuan.

Sedangkan bagi mereka yang mengharamkan bank susu, tidak ada kriteria
menyusu harus dengan proses bayi menghisap puting susu. Justru yang menjadi
kriteria adalah meminumnya, bukan cara meminumnya.

Dalil yang mereka kemukakan juga tidak kalah kuatnya, yaitu hadits yang
menyebutkan bahwa kemahraman itu terjadi ketika bayi merasa kenyang.

Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Perhatikan saudara
laki-laki kalian, karena saudara persusuan itu akibat kenyangnya menyusu.
(HR Bukhari dan Muslim)

2. Haruskah Ada Saksi?

Hal lain yang menyebabkan perbedaan pendapat adalah masalah saksi. Sebagian
ulama mengatakan bahwa untuk terjadinya persusuan yang mengakibatkan
kemahraman, maka harus ada saksi. Seperti pendapat Ash-Sharabshi, ulama
Azhar. Namun ulama lainnya mengatakan tidak perlu ada saksi. Cukup
keterangan dari wanita yang menyusui saja.

Bagi kalangan yang mewajibkan ada saksi, hubungan mahram yang diakibatkan
karena penyusuan itu harus melibatkan saksi dua orang laki-laki. Atau satu
orang laki-laki dan dua orang saksi wanita sebagai ganti dari satu saksi
laki-laki.

Bila tidak ada saksi atas penyusuan tersebut, maka penyusuan itu tidak
mengakibatkan hubungan kemahraman antara ibu yang menyusui dengan anak bayi
tersebut.Sehingga tidak perlu ada yang dikhawatirkan dari bank susu ibu.
Karena susu yang diminum oleh para bayi menjadi tidak jelas susu siapa dari
ibu yang mana. Dan ketidak-jelasan itu malah membuat tidak akan terjadi
hubungan kemahraman.

Dalilnya adalah bahwa sesuatu yang bersifat syak (tidak jelas, ragu-ragu,
tidak ada saksi), maka tidak mungkin ditetapkan di atasnya suatu hukum.
Pendeknya, bila tidak ada saksinya, maka tidak akan mengakibatkan
kemahraman.

Sedangkan menurut ulama lainnnya, tidak perlu ada saksi dalam masalah
penyusuan. Yang penting cukuplah wanita yang menyusui bayi mengatakannya.
Maka siapa pun bayi yang minum susu dari bank susu, maka bayi itu menjadi
mahram buat semua wanita yang menyumbangkan air susunya. Dan ini akan
mengacaukan hubungan kemahraman dalam tingkat yang sangat luas.

Dari pada kacau balau, maka mereka memfatwakan bahwa bank air susu menjadi
haram.

Dan kesimpulan akhirnya, masalah ini tetap menjadi titik perbedaan pendapat
dari dua kalangan yang berbeda pandangan. Wajar terjadi perbedaan ini,
karena ketiadaan nash yang secara langsung membolehkan atau mengharamkan
bank susu. Nash yang ada hanya bicara tentang hukum penyusuan, sedangkan
syarat-syaratnya masih berbeda. Dan karena berbeda dalam menetapkan syarat
itulah makanya para ulama berbeda dalam menetapkan hukumnya.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wababarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc (wi)

Dalam Fiqh Kontemporer Hasan Albanna, donor ASI dikenakan hukum saudara
sepersusuan jika syarat-sayart ini dipenuhi :

    * Air susu diberikan langsung dari panyudara Ibu pendonor, bukan diperah
kemudian disuapi kepada bayi

    * Air susu pendonor secara dominan diminum bayi, dibandingkan minuman
lainnya. Jadi kalo campur-campur, atau cuma sedikit, maka air susu donor
tersebut tidak mempengaruhi pembentukan tulang dan daging
    * Kita yakin betul bahwa air susu pendonor diminum bayi. Kalo bayi
mengisap, tapi tidak yakin air susunya keluar dan tertelan, maka tidak dapat
dikatakan menyusu
    * Bayi minum air susu sampai 5x kenyang

Thanks & Regard

Tri Puji Rahayu
PT. MNC Sky Vision
Wisma Indovision Lt. 10
Jl. Raya Panjang Z/III
Jakarta 11520
telp : 5828000 ext.9224
www.lidiyazhafira.blogspot
----- Original Message -----
From: <juz_pi...@yahoo.com>
To: <asiforb...@yahoogroups.com>; <balita-anda@balita-anda.com>
Sent: Friday, April 30, 2010 9:57 AM
Subject: [balita-anda] Sodara sepersusuan


> ‎
>
> Dear smart parents,
>
> Maaf sblm nya,ada tmn ku tny soal donor asi di hukum islam,begini moms
>
> Seperti diketahui,sodara sepersusuan kan ga blh menikah kan??
> Nah,apabila spt skrg ada donor asi melalui lembaga/rs yg menerima dan
mendonorkan asi hukumnya gmn?,‎​kan kt ga tau kl misalkan asi yg kt donorkan
di mnm sm bayi lain,yg kita gag tau siapa yg minum,berarti bayi penerima asi
kita adlh sodara sepersusuan anak kita? Lalu bgm secara hukum islam mengenai
sang pendonor dan penerima donor ituapabila mrk tiba2 berjodoh? Kan kita gag
tau apakah dy bayi yg minum asi kita. Mohon klo ada disertai hadist
pendukung yah momies..
>
> Trm ksh byk smart momies,maaf sblm nya kalo ada yg salah dan tdk berkenan.
>
> Salam,
> Rani
> Sent from my BlackBerry®
> powered by Sinyal Kuat INDOSAT


--------------------------------------------------------------
Info Balita: http://www.balita-anda.com
Peraturan Milis: peraturan_mi...@balita-anda.com
Menghubungi Admin: balita-anda-ow...@balita-anda.com
Unsubscribe dari Milis: balita-anda-unsubscr...@balita-anda.com

Kirim email ke