sblmnya terima ksh byk sharing dan infonya mba Marcia, sy jg ikut prihatin dan berduka cita atas musibah yg mbak alami.. sy jg sdh mencoba mencari info sebyk mungkin ttg kasus yg sy alami, tp kbanyakan literatur membahas apabila solusio plasenta tjadi pd khamilan diatas 22mgg, sedangkan khamilan sy msh di trismester 1.. btw apa saat mba cek usg rutin tdk tdeteksi adanya plepasan plasenta/ skali lg trima ksh byk sharingnya mba, smoga tdk terjadi lg ya mba..
Tutut --- On Wed, 3/30/11, Marcia Eman <msahusilaw...@gmail.com> wrote: From: Marcia Eman <msahusilaw...@gmail.com> Subject: RE: [balita-anda] solusio plasenta atau plasenta lepas To: balita-anda@balita-anda.com Date: Wednesday, March 30, 2011, 2:00 PM Mbak, Semoga kehamilannya baik2 ya, mbak.. Sekedar sharing, Februari lalu saya ngalamin solusio plasenta & eklampsia diusia kehamilan 34mgg (sebelumnya saya mengalami plasenta previa totalis diusia kehamilan 12 mgg sehingga harus bed rest plus riwayat ACA & D-dimer yang tinggi sejak kehamilan anak pertama di 2007). Kejadiannya sangat tiba2, hanya dalam hitungan jam. Dokter memutuskan untuk SC, baby Micah sempat membuka mata sebentar dan akhirnya meninggal. Dari penjelasan dokter & hasil browsing, solusio plasenta yang saya alami termasuk yang kelas berat. Mudah2an artikel ini bisa membantu. Ari-Ari Itu Terlepas KASUS - Edisi Februari 2007 (Vol.6 No.7) Ilustrasi Kasus Pasien perempuan, 26 tahun datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluan sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Pasien dirujuk oleh bidan dengan keterangan denyut jantung janin tidak teratur. Pasien mengaku hamil 9 bulan. Antenatal care (ANC) tidak dilakukan teratur di bidan. Selama ANC dikatakan tidak ada kelainan. Enam jam SMRS, keluar darah dari kemaluan berupa bercak-bercak disertai nyeri di perut kiri bagian bawah. Keluar darah lendir (-), ari-ari (-), mulas (-). Gerak janin dirasakan terakhir oleh pasien 3 jam SMRS. Saat sampai di IGD RSCM, pasien terasa sangat lemas dan perut terasa tegang. Dari pemeriksaan fisis didapatkan, pasien compos mentis, tampak sakit berat dan pucat dengan tekanan darah 100/60 mmHg, frekuensi nadi 132x/menit, frekuensi napas 20x/menit dan suhu 36,5 oC. Konjungtiva pucat, abdomen tegang dan terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah, akral dingin. Status obstetrikus didapatkan tinggi fundus uteri 32 cm, kepala masih di atas pintu atas panggul, taksiran berat janin 2900 gram, uterus tegang, dan tidak ditemukan denyut jantung janin. Dari inspekulo, tampak darah mengalir dari ostium berwarna merah kehitaman. Dari hasil pemeriksaan laboratorium, didapatkan anemia (Hb 6,8 g/dL), leukositosis (22.300/uL), memanjangnya PT dan APTT, turunnya kadar fibrinogen (106 mg/L), dan meningkatnya kadar D-dimer (2,0 mg/L). Dari hasil USG, tampak janin presentasi kepala tunggal hidup, tidak terdapat denyut jantung janin. Diameter biparietal 92 mm, abdominal circumference 300 mm, fetal length 69 mm, dan taksiran berat janin 2700 g. Plasenta terletak di fundus dan tampak perdarahan retroplasenta dengan ukuran 7 x 7 cm. Kesan: sesuai hamil aterm, intrauterine fetal death (IUFD), dan solutio plasenta. Terminasi kehamilan pun dilakukan dengan sectio cesarea cito Solusio Plasenta Dari ilustrasi di atas, dapat dilihat bagaimana keadaan pasien yang mengalami solusio plasenta. Tak hanya pasien tapi janin yang dikandungnya sangat berisiko tinggi meninggal dunia. Solusio plasenta merupakan suatu keadaan dimana plasenta terlepas dari tempat implantasinya di dalam uterus sebelum bayi dilahirkan. Ada 3 macam bentuk solusio berdasarkan jumlah plasenta yang terlepas. Bila plasenta terlepas seluruhnya disebut solusio plasenta totalis. Bila sebagian disebut solusio plasenta parsialis. Dan, bila hanya sebagian kecil pinggir plasenta disebut ruptura sinus marginalis. Perdarahan yang terjadi pada solusio tidak selalu terlihat dari luar. Pada kasus yang jarang, darah dapat tidak mengalir, tetapi tertahan di antara bagian plasenta yang lepas dan uterus sehingga terjadi perdarahan tersembunyi. Bahkan, perdarahan dapat menembus selaput ketuban lalu masuk ke dalam kantong ketuban. Jarang Dijumpai Solusio plasenta merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang serius dan mengakibatkan tingginya angka mortalitsai perinatal yaitu 119 per 1000 kelahiran dibandingkan dengan 8,2 per 1000 kelahiran yang lain. Untungnya, jarang dijumpai. Di negeri Paman Sam, solusio plasenta hanya ditemukan sebanyak 1%. Faktor Risiko Belum ada yang berhasil menemukan penyebab pasti solusio plasenta. Namun, faktor risikonya antara lainumur ibu yang tua, multiparitas, kehamilan multipel, trauma, tali pusat yang pendek, kejadian solusio plasenta pada kehamilan sebelumnya, ketuban pecah dini, polihidramnion, dekompresi uterus mendadak, anomali uterus atau tumor uterus, hipertensi kronis atau hipertensi yang ditimbulkan oleh kehamilan, tekanan pada vena cava inferior akibat uterus yang membesar, merokok, penggunaan kokain, dan defisiensi gizi. Uterus Bercak Biru Perdarahan pada solusio plasenta dapat disebabkan oleh pembuluh arteri spiralis desidua yang rupture sehingga menyebabkan hematom retroplasenta. Semakin meluas hematom maka semakin banyak arteri yang ruptur sehingga akan lebih banyak bagian plasenta yang terlepas. Karena uterus tetap teregang akibat adanya hasil pembuahan, organ ini tidak mampu mengadakan kontraksi yang memadai guna menekan pembuluh darah yang ruptur yang menyuplai kebutuhan nutrisi dan oksigen bagi plasenta tersebut. Darah yang mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban dari dinding uterus dan akhirnya akan terlihat dari luar atau tetap tertahan seluruhnya di dalam uterus. Darah dapat juga mengadakan ekstravasasi di antara serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu dan disebut uterus Couvelaire. Perdarahan yang tertahan atau tersembunyi dapat terjadi bila: (1) terdapat efusi darah di balik plasenta tetapi tepi plasenta masih melekat, (2) plasenta sudah terlepas sama sekali tetapi selaput ketuban masih melekat pada dinding uterus, (3) darah mengalir masuk ke dalam rongga amnion setelah menimbulkan ruptur selaput ketuban, dan (4) kepala janin begitu rapat dengan segmen bawah uterus sehingga darah tidak bisa melewatinya. Kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasentar akan memicu tromblopastin masuk ke dalam peredaran darah ibu sehingga terjadi pembekuan intravaskuler di mana-mana atau disseminated intravascular coagulation (DIC), yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya, terjadi hipofibrinogenemia yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus, akan tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Perdarahan Biasanya gejala solusio plasenta adalah perdarahan dalam jumlah yang sedikit pada vagina (80%) disertai nyeri pada abdomen dan punggung, pasien sendiri terlihat sangat pucat dan lemas. Adanya kontraksi pada uterus juga sering ditemukan, berupa kontraksi hipertonik dan berfrekuensi tinggi sehingga pada perabaan abdomen uterus terasa tegang terus-menerus. Dapat juga berupa gawat janin atau bahkan kematian janin. Dan beberapa kasus melaporkan bahwa tinggi fundus uteri meningkat akibat adanya perdarahan intrauterine yang meluas. Gerakan janin yang melemah juga bisa ditemukan pada masalah ini. Tabel 1. Tiga Kelas Solusio Plasenta Berdasarkan Gejala dan Tanda Kelas 0 - asimtomatik : Gejala tidak ada. Diagnosis dibuat dengan menemukan pembekuan darah yang terorganisasi atau bagian yang terdepresi pada plasenta yang sudah dilahirkan Kelas 1 - ringan (Rupturan sinus marginalis atau sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak): Rahim yang sedikit nyeri atau terus menerus agak tegang. Tidak ada atau sedikit perdarahan dari vagina yang warnanya kehitam-hitaman. Tekanan darah dan frekuensi nadi ibu yang normal. Tidak ada koagulopati. Tidak ada gawat janin Kelas 2 - sedang (Plasenta lepas lebih dari 1/4-nya tetapi belum sampai 2/3 luas permukaannya): Tidak ada hingga adanya perdarahan dari vagina dalam jumlah yang sedang. Nyeri pada uterus yang bersifat sedang hingga berat, bisa disertai kontraksi tetanik. Nyeri perut dirasakan terus menerus, uterus teraba tegang dan nyeri tekan. Takikardi pada ibu dengan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan frekuensi nadi. Ibu dapat jatuh ke dalam keadaan syok. Gawat janin. Hipofibrinogenemia (50 - 250 mg/dL), mungkin terjadi kelainan pembekuan darah Kelas 3 - berat (Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 luas permukaannya): Tidak ada hingga perdarahan vagina yang berat. Kontraksi tetanik uterus yang sangat nyeri. Syok pada ibu. Hipofibrinogenemia (<150 mg/dL). Koagulopati. Kematian janin Diagnosis Tidak mudah untuk mendiagnosis solusio plasenta. Tanda dan gejala solusio plasenta berat ialah sakit perut terus-menerus, nyeri tekan pada uterus, uterus tegang terus menerus, perdarahan per vaginam, syok, dan bunyi jantung janin tidak terdengar lagi. Air ketuban mungkin telah berwarna kemerah-merahan karena bercampur darah. Tanda dan gejala itu tidak selalu mutlak ditemukan. Akan tetapi uterus yangtegang terus menerus merupakan tanda satu-satunya yang selalu ada pada solusio plasenta, juga pada solusio plasenta ringan. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan akan kemungkinan solusio plsenta ialah perdarahan per vaginam yang berwarna kehitam-hitaman, yang berbeda dengan perdarahan pada plasenta previa yang berwarna merah segar. Perdarahan tersebut dapat menimbulkan syok, seperti yang tergambarkan pada ilustrasi kasus. Syok pada pasien diakibatkan oleh perdarahan yang cukup banyak, dalam hal ini suatu perdarahan yang tersembunyi. Meskipun perdarahan per vaginam yang terlihat oleh mata hanya berupa bercak-bercak tetapi perdarahan yang sebenarnya terjadi di dalam uterus, suatu perdarahan retroplasenter yang tidak bias keluar dari uterus dan jumlahnya makin lama bisa makin banyak atau bisa juga perdarahannya menembus kantung amnion bercampur dengan cairan ketuban. Sering dikatakan bahwa syok yang terjadi pada solusio plasenta tidak sesuai dengan banyaknya perdarahan per vaginam. Perdarahan yang cukup banyak juga menyebabkan terjadinya anemia pada pasien ditandai dengan konjungtiva yang pucat. Diagnosis solusio plasenta dibuat berdasarkan gambaran klinis dan dikonfirmasi dengan penilaian plasenta setelah proses persalinan, salah satunya dengan USG. Sayangnya, USG tidak sensitif dan tidak dapat selalu diandalkan untuk mendeteksi adanya solusio plasenta karena sering memberikan hasil negative meskipun terdapat gambaran klinis yang sudah sangat jelas menunjukkan adanya solusio plasenta. Meskipun demikian, USG tetap memberikan keuntungan diantaranya untuk menyingkirkan diagnosis banding plasenta previa dan mungkin dapat menunjukkan lokasi dari perdarahan yang besar. Pada dasarnya, pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan untuk membantu diagnosis tetapi diperlukan dalam penatalaksanaan solusio plasenta. Beberapa pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan adalah darah lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, dan trombosit), prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), ureum, kreatinin, kadar fibrinogen, kadar D-dimer, dan golongan darah ibu. Pada ilustrasi kasus dapat dilihat nilai PT dan APTT memanjang, kadar fibrinogen menurun dan kadar D-dimer meningkat. Ini menunjukkan telah terjadi komplikasi koagulopati pada pasien yaitu disseminated intravascular coagulation. Seharusnya pada pasien juga dilakukan pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk melihat apakah sudah terjadi komplikasi pada ginjal. Perbaiki Keadaan Umum Penanganan solusio plasenta bervariasi menurut keadaan ibu dan janinnya. Karena telah terjadi syok pada pasien, maka penanganan yang pertama kali harus diberikan adalah resusitasi cairan dengan menggunakan kristaloid sampai tercapai tekanan darah ³ 90/60 mmHg. Perlu juga dipasang kateter untuk memonitor urin yang keluar. Bila terjadi oligouria, berarti ada kemungkinan telah terjadi komplikasi pada ginjal. Selain cairan, secepatnya harus dilakukan cross darah dan pemberian fresh frozen plasma (FFP) dan tranfusi packed red cell (PRC) untuk mengganti darah yang sudah keluar dan memperbaiki anemia. Pemberian FFP ditujukan untuk memperbaiki keadaan koagulopati karena di dalam FFP terdapat fibrinogen dan berbagai faktor pembekuan. Pemberian tranfusi dapat juga diganti menggunakan whole blood karena di dalamnya sudah terkandung komponen sel darah merah, fibrinogen, dan faktor-faktor pembekuan. Mungkin timbul pertanyaan dalam penanganan kasus pasien mengenai pemilihan sectio cesarea sebagai tindakan pengakhiran kehamilan. Janin dalam kandungan sudah meninggal, mengapa tidak dilakukan persalinan spontan per vaginam untuk melahirkan bayi. Dalam hal ini dapat dikemukakan beberapa alasan. Kondisi ibu yang tidak stabil yaitu dalam keadaan syok kurang memungkinkan dilakukannya persalinan per vaginam. Kemudian, penanganan perdarahan harus secepatnya diatasi agar kondisi ibu tidak semakin jelek. Tindakan yang terbaik untuk mengatasi perdarahan adalah dengan segera menghentikan sumber perdarahannya, dalam hal ini adalah dengan melahirkan bayi dan plasenta secepatnya. Proses persalinan harus sudah selesai dalam 3-6 jam setelah terjadinya solusio plasenta. Pada pasien ini, waktu dari awal terjadinya solusio plasenta sampai pasien ke rumah sakit kurang lebih sudah 6 jam, sedangkan dengan kondisi serviks pasien yang masih kenyal, pembukaan hanya 1 cm, selaput ketuban masih utuh, dan kepala masih di atas, kemungkinan induksi persalinan akan memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karena itulah, dipilih sectio cesarea. Memberikan fibrinogen pada kasus hipofibrinogenemia hanya dilakukan bagi penderita yang sangat memerlukan dan tidak menjadi pengobatan rutin bagi setiap kasus solusio plasenta. Pemberian setiap 1 gram fibrinogen akan meningkatkan kadar fibrinogen darah 40 mg%. Jika dikaji lebih lanjut, masalah yang timbul pada kasus ini disebabkan adanya keterlambatan dalam pengenalan dini dan rujukan sehingga terjadi komplikasi yang cukup berat pada pasien dan kematian janin. Setelah mengalami perdarahan per vaginam dan nyeri di perut, pasien tidak langsung mencari pertolongan medis. Kemungkinan pasien menganggap gejala tersebut sebagai tanda-tanda akan melahirkan. Bidan juga tidak mengenali gejala pada pasien sebagai suatu kasus solusio plasenta yang harus secepatnya dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas yang memadai. Bidan baru merujuk setelah terjadi gawat janin dan ketika sampai di rumah sakit, janin sudah meninggal dan pasien mengalami komplikasi yang lebih berat. (Felix) Seperti tercetak di Majalah Farmacia Edisi Februari 2007 , Halaman: 70 (11053 hits) http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=271 Marcia Eman -Bunda Jemima & (alm) Micah- -------------------------------------------------------------- Yuk berkunjung ke Web Balita-Anda: bisa baca dongeng, download lagu, print buku mewarnai, origami dan masih banyak lagi... Balita-Anda Online: http://www.balita-anda.com Peraturan Milis: peraturan_mi...@balita-anda.com Menghubungi Admin: balita-anda-ow...@balita-anda.com Unsubscribe dari Milis: balita-anda-unsubscr...@balita-anda.com -------------------------------------------------------------- Balita-Anda: Panduan Orangtua yang Cerdas, Kreatif dan Inovatif dalam Merawat dan Mendidik Balita