http://aimi-asi.org/2009/02/dinas-luar-negeri-tak-masalah/
  ..........
KEEMPAT: SIAPKAN ANAK

Setelah tiga hal diatas berhasil diatasi, akhirnya saya bertemu juga dengan
fase yang paling berat: MENYIAPKAN ANAK.

Sejak satu bulan sebelum keberangkatan, saya sudah sering
menyinggung-nyinggung soal kepergian saya pada Alle. Misalnya saja pada saat
ia bermain, dengan mengajaknya mengobrol:

Saya (S): Mas, bulan depan mami kerja di kantor yang jauh loohhhh..
Alle (A): Cuma melirik, terus sibuk dengan mainannya lagi
S : Mas Alle manis ya, sama papi, utita (eyang putri), kungkungka (eyang
kakung) dan hayus (pengasuhnya)
A : senyum aja, terus minta ‘cucuacimami’ alias nenen.. hehe..

Di waktu lain, saat ia tertidur nyenyak, saya coba bisikkan hal yang sama
padanya. Bahwa saya akan pergi ke kantor yang jauh untuk tugas dalam waktu
yang lama. Alle manis ya.. Mimik ‘cucuacimami’ sama utita dan kungkungka..
Nanti kalau mami pulang, mas Alle boleh mimik ‘cucuacimami’ langsung lagi.

Begitu terus berulang-ulang. Pokoknya setiap ada kesempatan, saya selalu
informasikan pada Alle tentang kepergian saya.

Jangan lupa, sertakan juga Ayah dalam fase ini. Suami yang mendukung, pasti
akan membuat kita tenang. Ia akan menjadi figure pengganti kita disaat kita
jauh dari rumah, jadi, sertakan juga pada saat kita memberikan informasi
kepergian kita.

Satu hal lagi, selain menginformasikan hal-hal tersebut, sebelum berangkat
saya juga sengaja membawa baju Alle yang dipakai semalam selama bepergian.
Saya juga meninggalkan salah satu baju saya yang sudah dipakai untuk
digunakan sebagai selimut Alle di malam hari. Kata orang-orang tua zaman
dahulu, bau tubuh ibu (walaupun secara fisik jauh) akan membuat anak tetap
nyaman. Sebaliknya, bau tubuh anak akan membuat ibunya pun nyaman. *Believe
it or not, it works for me*. ☺
KELIMA: YAKINKAN DIRI KITA, BAHWA SEMUA AKAN AMAN DAN TERKENDALI

Ini juga fase yang sulit buat saya. Karena terbiasa mengurus semuanya
sendiri, terutama hal-hal yang berkaitan dengan keperluan Alle, saya tidak
mudah percaya dengan orang lain, even itu suami saya sendiri.

Tapii… kita harus bisa percaya, apalagi dengan kasus seperti yang saya alami
– harus pergi jauh dari rumah dalam jangka waktu yang relatif lama. Salah
satu cara mengatasi kecemasan saya akan hal ini adalah saya membuat list
semua keperluan Alle, dari menu makan tiap hari, jam memberikan ASIP di
malam hari (karena kalau siang relative sudah oke, karena rutin), penanganan
pertama apa yang harus dilakukan kalau Alle tiba-tiba panas/batuk/pilek, dan
hal-hal lainnya.

List ini saya berikan pada orang tua saya (yang setiap hari kami titipi
Alle) serta suami saya. *In case* sesuatu yang sangat *emergency*, mereka
bisa menghubungi saya via telp hotel/hp (yang sengaja saya aktifkan saluran
internasional-nya).
KEENAM, SIAPKAN PERALATAN ‘PERANG’

Peralatan perang yang saya maksud disini bukan untuk perang beneran loh,
tapi lebih ke peralatan memerah ASI. Karena saya nyaman memerah dengan
menggunakan tangan, maka peralatan yang saya siapkan antara lain sebagai
berikut:

   -

   1 (satu) buah *cooler bag* ukuran besar (bentuknya kebetulan seperti
   ransel, sehingga mudah dibawa)
   -

   3 (tiga) buah *ice gel* dan 4 (empat) buah *ice packs*. (catatan: *ice
   gel* tahan 12-18 jam, *ice packs* tahan sekitar 8 jam)
   -

   25 (dua puluh lima) buah plastik ASI
   -

   2 (dua) buah Tupperware ukuran besar (untuk menyimpan plastic ASI di
   kulkas/*cooler bag*)
   -

   3 (tiga) buah botol ASI dan *tablet cold sterilizer*

DALAM PERJALANAN

Akhirnya, tiba juga hari yang ditunggu. Hari dimana saya akan berangkat
meninggalkan rumah dan Alle tercinta saya. Walau sudah dengan berbagai
persiapan sebelum berangkat, tetap saja berurai air mata ketika melihat Alle
melambaikan tangan pada saya. Alle-nya sih, oke-oke saja. Tapi ternyata saya
yang lebih tidak siap berpisah dengannya.

Sambil terus menenangkan hati, saya mulai atur strategi pemerahan di dalam
perjalanan. Kebetulan kota tujuan akhir saya adalah San Diego, California.
Untuk sampai kesana, saya harus transit 3 kali dan 3 kali pula berganti
pesawat. Transit di Singapura memakan waktu 6 jam, di Tokyo 45 menit dan di
Seattle 45 menit. Dengan demikian saya dapat memerah 2 kali di Singapura, 1
kali di Tokyo dan 1 kali di Seattle.

Sesampainya di Singapura, rencana saya tidak berjalan dengan mulus. Karena
harus mencari tempat untuk check in dahulu (kebetulan dengan noraknya saya
sedikit tersesat di Changi.. hehe..) dan confirm transit lounge, jadilah
saya hanya memerah 1x. Waktu itu ASI yang diperoleh 100ml (masih aman di
bawa ke kabin), jadi saya tidak perlu men-declare apapun ketika boarding
menuju Tokyo Jepang.

Perjalanan ke Tokyo menempuh waktu 7 jam perjalanan dan sialnya, saya tidak
bisa memerah karena tidak ada tempat yang nyaman. Jadi saya putuskan untuk
memerah di Tokyo. Sesampainya di Tokyo, sialnya lagi, saya juga tidak bisa
memerah, karena waktu pemeriksaan di *security check point* terlalu lama,
sehingga saya harus langsung boarding menuju Seattle. Payudara sudah mulai
sedikit bengkak dan sakit. Akhirnya saya putuskan untuk memerah sedikit di
toilet, tapi tidak sampai mengosongkan payudara. Yang penting tidak
menyebabkan payudara bengkak (*breast engorgement*).

Perjalanan dari Tokyo ke Seattle menempuh waktu 8 jam. Saya cukup ‘teler’ di
perjalanan, sehingga tidak juga memerah. Sesampainya di Seattle, setelah
melalui pemeriksaan di Imigrasi dan melakukan ‘custom clearance’ saya harus
langsung pergi ke San Diego, tanpa (lagi-lagi) sempat memerah. Perjalanan
dari Seattle ke San Diego menempuh waktu 3 jam. Pada saat itu, Payudara
sudah terasa sangat sakit, muncul benjolan-benjolan kecil, yang menandakan
ASI sudah sangat banyak, tapi juga tidak dikeluarkan.

Ternyata, apa yang saya khawatirkan benar-benar terjadi. Sesampainya di
hotel di San Diego, saya cek payudara saya dan ternyata benar, sudah keras
alias bengkak. Mulai lah sesi kompres panas-dingin, pijat dan perah. Puji
Tuhan, semua benjolan hilang semua. Hari itu, saya memerah banyak sekali,
hampir 350 ml ASI sekali perah.
SAAT MENJALANKAN TUGAS

Kebetulan tugas yang dimandatkan pada saya selama berada di luar negeri
adalah mengikuti konferensi manajemen serta melakukan
*benchmarking*implementasi
*management tools* di sana.

Setelah mengecek agenda acara selama di sana, saya atur strategi untuk
memerah lagi. Ternyata, melakukan sesi perah seperti di kantor dapat
dilakukan. Jadi aman, saya bisa memerah 3x di tempat kerja selama berada di
San Diego.

Kebetulan sekali, San Diego sangat mendukung ibu untuk memberikan ASI. Di
tempat konferensi dan tempat kerja terdapat *nursery room* dengan fasilitas
yang baik, sehingga sesi perah memerah dapat dilalui dengan menyenangkan.

Untuk menyimpan ASI perah saya selama bekerja, *cooler bag* tercinta selalu
saya bawa, termasuk *ice packs* dan *ice gels* nya.
SAAT KEMBALI KE TANAH AIR

Dalam 6 hari, tugas saya selesai. Berarti saatnya kembali ke rumah. Tak
terasa, 20 plastik ASI bisa saya kumpulkan, masing-masing isinya 125 ml.

Itu berarti, saya harus atur kembali strategi untuk membawa ASIP kembali ke
Indonesia, mengingat bawaan likuid saya sudah melebihi kuota yang ditentukan
dan waktu transit yang harus saya lalui.

Untuk membawa ASIP kembali ke Indonesia, saya sengaja membeli beberapa *
ice-packs* lagi untuk memastikan ASIP tetap dalam kondisi dingin. Karena
saya akan melalui waktu 24 jam selama perjalanan, saya perlu memastikan
bahwa seluruh *ice packs* dan *ice gel* saya akan cukup dingin sampai
Jakarta.

Sengaja saya bekukan 10 kantong ASIP hasil perahan awal perjalanan dan 10
kantong ASIP lagi saya biarkan dingin (alias berada di kulkas bawah).
Tujuannya adalah supaya 10 ASIP beku dapat langsung dikonsumsi Alle
sesampainya di Jakarta, dan 10 lagi yang masih cair dapat saya bekukan
ketika sampai di Jakarta.

Karena sudah dapat membaca situasi di dalam perjalanan, pengaturan strategi
saya kali ini terasa lebih ringan dan mudah untuk dijalankan. Untuk itu saya
memutuskan untuk memerah 1x sebelum berangkat ke airport, 1x ketika transit
di Seattle, 1x ketika transit di Tokyo dan 2x ketika transit di Singapore.
Modalnya, saya harus disiplin dan on-time pada saat memerah. Saya tidak mau
mengulangi kesalahan pertama saya ketika berangkat, yang mengakibatkan saya
terkena mastitis ringan.

Puji Tuhan, seluruh strategi perah saya berhasil dilalui dengan baik. Selama
perjalanan panjang dan transit, saya dapat mengumpulkan 5 kantong ASIP lagi
yang isinya masing-masing 150 ml.

Hal terakhir yang saya lakukan sebelum boarding menuju pesawat yang membawa
saya ke Jakarta adalah menelpon suami saya untuk membawakan *cool box* penuh
dengan es batu (karena persediaan *ice gels* dan *ice packs* saya bawa
semua) untuk memindahkan ASIP bawaan saya ke *cool box* tersebut.
KEMENANGAN YANG BERBUAH MANIS

Setelah melalui perjalanan panjang yang melelahkan, akhirnya sampai juga
saya di rumah. Begitu melihat Alle berjingkrak gembira melihat saya pulang,
rasanya seluruh lelah dan letih saya menguap begitu saja.

Saya begitu rindu mendekap, memeluk dan menciuminya. Begitu melihat matanya,
saya tahu bahwa ia pun merindukan saya. Yang membuat saya begitu terharu
melihatnya adalah saya berhasil berjuang membawa oleh-oleh ASIP untuknya.

ASIP saya pun, Puji Tuhan, semua berada dalam kondisi yang baik. ASIP beku
yang telah mencair segera dikonsumsi oleh Alle, sementara ASIP dingin yang
cair segera saya bekukan di *freezer*.

Dalam perjalanan kali ini, saya merasa benar-benar MENANG, karena semua hal
yang saya perjuangkan berbuah manis.
AKHIRNYA..

Sharing yang panjang ini sebetulnya bertujuan untuk memotivasi seluruh ibu
menyusui, terutama mereka yang bekerja dan seringkali dihadapkan pada
tugas-tugas kantor di luar kota/luar negeri untuk terus berjuang memberikan
ASI.

Jangan ada kata menyerah dalam perjuangan mu, moms. Karena di garis finish
nanti, kita juga yang akan memetik manisnya buah perjuangan kita.

ASI Rocks!

Kirim email ke