hi mbak Minnie,

Weiits ... tips dari jeng Lif ini yang 'plek' saya lakukan di rumah (tos
dulu jeng!) :)

Untuk kasus saya refer to points yang sudah di-shared nicely oleh jeng Lif:
1. Job desc. dikelola di antara mbak yang 'menginap' dan 2 mbak yang
'pulang hari'. Kebetulan yang 'pulang hari' sudah kerja di rumah sejak
Jovan masih baby, punya anak wanita yang seusia mbak yang 'mengingap', jadi
hubungan mereka seperti 'ibu dan anak' dan mengurangi beban saya memanage
hubungan kerja antar mereka for sure :) Dulu saat masih ada anak yang bayi
saya punya 2 ART menginap di rumah dan 1 mbak yang pulang hari.  Tapi
setelah Luigi 1 tahun, sudah lebih mandiri (trust me ... anak banyak
membuat mereka 'terkondisi' untuk cepat mandirinya ternyata hehe), saya
keep 1 mbak yang menginap dan 2 mbak pulang hari.

2. Sampai saat ini belum punya pengalaman dengan Yayasan penyalur dan
merekrut mbak dari daerah yang nggak terlalu jauh dari rumah. Point (+)
nya, memang tidak akan lama kalau izin pulang, ada bus yang 1x jalan di
depan kompleks rumah saya ke rumahnya.  Tapi memang agak intens minta izin
'sebentar'.  Berkat point no. 1 di atas, bersyukur kalau saat ini
permintaan izin pulang sebentar dibarengi dengan 'solusi' siapa yang
menganti 'shift' nya. Mereka sendiri yang atur.  Hal seperti ini juga yang
membuat mereka punya 'agenda' dan dibicarakan jauh2 hari dengan saya.

3. Yup, saya setuju dengan pemberian gaji (sebagai basic salary) dan
pemberian allowances dalam bentuk bonus. Dari pengalaman, 'bonus' di sini
ternyata bisa bermacam2.  Hadiah & taartjis kecil wajib saya berikan waktu
mereka ulang tahun.  Dari dulu saya selalu coba cari info tentang tgl.lahir
mereka, jadi waktu hari H nya, benar2 nice surprise buat mereka.  Ada
kalanya saya beri waktu dan uang untuk mereka nonton movies (saya sengaja
ikut sertakan semua mbak, supaya ada aspek fairness-nya), kadang beri waktu
mereka berenang ke _Ocean Park_ lengkap dengan uang tiket dan
akomodasi/jajan nya, kadang ada-in 'ladies day out' saya dengan para mbaks
(papanya anak2 yang kebagian 'shift' jadi nanny), hanya untuk lunch time di
resto dekat rumah. Saat shopping ada benda kecil yang saya tahu pasti jadi
hobby/koleksi/kebutuhan mereka, bukan juga barang yang mahal tapi saat
diberikan kepada mereka sambil lalu, voila ... persis lihat anak2 saya
kalau dapat hadiah kejutan dari papa/mamanya :)

Intinya, be intentionally generous untuk hal2 seperti ini.  Mungkin hanya 3
bulan sekali event seperti ini saya sengaja adakan.  Budget tentu bisa
diatur atau sengaja dialokasikan. Tapi saya memberikan mereka 'pengalaman'
yang priceless dan apresiasi mereka bisa terlihat kok dari cara kerja dan
loyalitas mereka :)  Buat kita, membuat mereka bersyukur kepada Tuhan
karena merasakan kebaikanNya lewat kita, tentu sudah lebih dari cukup :)

4. Untuk kasus saya, karena kebetulan tetangga sekitar mostly working moms
atau tidak punya anak2 yang sebaya, saya bangun 'networking' dengan
'mantan' satpam blok rumah dan keluarganya.  Salah satunya bahkan jadi
security staff di sekolah anak2.  Kalau belum sampai beli rumah, dan memang
memungkinkan, cari rumah yang kompleks/clusternya nggak jauh dengan rumah
saudara/ipar/sepupu/family lainnya.  Jangan lupa 'bangun hubungan baik'
dengan mbak di rumah saudara/ipar/sepupu/family tsb. At least selalu ada
'uang lelah' setiap kali titip anak untuk waktu tertentu.

5. Yup, ART, mereka 'kepanjangan tangan' kita saat kita tidak di rumah.
Karena anak2 masih kecil, dan memang hal2 menyangkut anak2 masih jadi
perhatian utama dalam job desc. ART, saya dan suami menetapkan beberapa
jobs yang tidak perlu dilakukan mereka for time being.  Mis. anak2 sekolah
menggunakan jemputan,  masih pakai jasa cuci mobil, weekends anak2 diasuh
orang tuanya, ART tidak diajak belanja bulanan supaya ada yang bawa trolley
hehe, kalau pun diajak jalan2 memang dengan tujuan mereka 'jalan2' jadi
yang bertugas gendong dan memberi makan anak adalah tugas saya/suami, dll.

Praktikkan sedikit 'manajemen psikologi' dengan mbak yang bekerja kadang
bisa mengejutkan kita dengan banyak hal baik yang mereka punya/lakukan,
biasanya selalu ketemu 'click' nya yang membuat baik kita atau ART merasa
ada di 'tangan yang baik' :)

cheers,
Sylvia - mum to Jovan, Rena, Aleta & Luigi





2011/11/23 Nay Kim Kim <lifrah...@gmail.com>

> Kebetulan saya dari anak pertama, Nayma lahir, tinggal di rumah sendiri.
> Tidak ada kakek neneknya di rumah buat ngawasin, jadi ada beberapa tips
> yang mungkin bisa saya sharing ya.
>
> 1. Kalau ada dua balita, sebaiknya ART juga dua. ART saya dua, tidak ada
> yang BS, yang pulang pergi, bibik yang sudah punya anak 3. Yang nginep
> masih gadis.
>
> 2. Usahakan kita tahu rumah tinggal ART yang kerja dengan kita, makanya
> saya tidak ambil dari luar daerah. Jika ada dua ART, setidaknya satu ART
> kita tahu letak rumah tinggalnya, yang satu lagi tahu ancer2nya.
>
> 3. Berikan gaji yang sesuai atau jika ingin memberikan lebih tinggi,
> berikan dalam bentuk bonus.
>
> 4. Usahakan punya hubungan baik dengan tetangga kanan kiri, jadi mereka
> bisa jadi mata-mata untuk anak2 di rumah.
>
> 5. Jaga hubungan baik dengan ART, karena mereka kepanjangan tangan kita.
> harus nice tapi tegas, harus baik tapi kita yang memberikan aturan ke
> mereka.
>
> Karena baru kali ini keluar dari rumah orangtua, pasti berat lho ninggalin
> anak2, mana bungsu masih 3 bulan. Saran saya sebaiknya ditunda dulu sampai
> yang bungsu mendekati usia 1 tahun.
> Awal-awal pindahan, dan punya ART sebaiknya ada kerabat yang bisa
> mengawasi. Kalau seperti saya atau mbak Yesi, karena dah dari awal dah
> biasa ya dengan ART, jadi gak masalah, tapi kalo ga terbiasa, rasanya perlu
> proses adaptasi yang lumayan makan waktu.
>
>
> <deleted>

Kirim email ke