wahhh...makasih banget,mbak Sylvia.....jadi dapet pencerahan dan keyakinan...
2012/1/24 Sylvia Radjawane <sylvia.radjaw...@gmail.com> > hi mbak Novita (lagi) ;) > > sorry for the late sharing (lagi) ;) > > Kalau ditanya pendapat pribadi, saya termasuk orang tua yang > menjadwalkan imunisasi ke keluarga dan anak2 saya. > Info dari _WHO_ adalah salah satu yang saya pakai sebagai panduan > untuk keputusan saya ini. > > Saya pribadi kagum dengan kemajuan teknologi medis yang melahirkan > berbagai jenis vaksin yang dibuat, diujicobakan dan diaplikasikan > untuk keselamatan banyak nyawa manusia, berharap untuk segera > terealisasi kesuksesan vaksinasi polio supaya bisa menghapuskan > penyakit ini di dunia (seperti halnya penyakit pes atau cacar), juga > berharap untuk launching-nya vaksinasi demam berdarah dalam 2-3 tahun > ke depan yang pastinya bisa mengurangi kedukaan keluarga demi keluarga > yang harus kehilangan orang yang dikasihi karena serangan virus DB > ini. > > Sekadar copy paste salah satu info wawancara tentang pro kontra > imunisasi berupa wawancara jurnalis _Antara_ dengan Dr. Soedjatmiko, > SpA(K), MSi (Ketua III Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia > 2002-2008, Sekretaris Satgas Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter > Anak Indonesia (PP IDAI), juga Dokter Spesialis Anak Konsultan Tumbuh > Kembang - Pediatri Sosial, Magister Sains Psikologi Perkembangan). > > Semoga jadi tambahan info yang membantu mbak untuk deal dengan issue > imunisasi ini :) > > cheers, > Sylvia - mum to Jovan, Rena, Aleta & Luigi > > ......................... > > > http://www.antaranews.com/berita/292632/tanya-jawab-kehalalan-dan-keamanan-vaksin > > TANYA JAWAB KEHALALAN DAN KEAMANAN VAKSIN > Jumat, 13 Januari 2012 14:30 WIB | 15577 Views > Dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi* > > Saat ini beredar di masyarakat berbagai pertanyaan dan keraguan > terkait dengan kehalalan vaksin. Untuk menjawab semua itu, Sekretaris > Satgas Imunisasi Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) > Dr. Soedjatmiko akan menjawabnya lewat tanya jawab sebagai berikut: > > Bagaimana cara mencegah wabah, sakit berat, cacat dan kematian akibat > penyakit menular pada bayi dan balita? > Pencegahan umum: berikan ASI eksklusif, makanan pendamping ASI dengan > gizi lengkap dan seimbang , kebersihan badan, makanan, minuman, > pakaian, mainan, dan lingkungan. Pencegahan khusus: berikan imunisasi > lengkap, karena dalam waktu 4 – 6 minggu setelah imunisasi akan timbul > antibodi spesifik yang efektif mencegah penularan penyakit, sehingga > tidak mudah tertular, tidak sakit berat, tidak menularkan kepada bayi > dan anak lain, sehingga tidak terjadi wabah dan tidak terjadi banyak > kematian. > > Benarkah imunisasi aman untuk bayi dan balita? > Benar. Saat ini 194 negara terus melakukan vaksinasi untuk bayi dan > balita. Badan resmi yang meneliti dan mengawasi vaksin di negara > tersebut umumnya terdiri atas para dokter ahli penyakit infeksi, > imunologi, mikrobiologi, farmakologi, epidemiologi, dan biostatistika. > Sampai saat ini tidak ada negara yang melarang vaksinasi, justru semua > negara berusaha meningkatkan cakupan imunisasi lebih dari 90% . > > Mengapa ada “ilmuwan” menyatakan bahwa imunisasi berbahaya? > Tidak benar imunisasi berbahaya. “Ilmuwan” yang sering dikutip di > buku, tabloid, milis ternyata bukan ahli vaksin, melainkan ahli > statistik, psikolog, homeopati, bakteriologi, sarjana hukum, wartawan > sehingga mereka tidak mengerti betul tentang vaksin. Sebagian besar > mereka bekerja pada era tahun 1950- 1960, sehingga sumber datanya juga > sangat kuno. > > Benarkah “ilmuwan kuno” yang sering dikutip buku, tabloid, milis, > ternyata bukan ahli vaksin? Benar, mereka semua bukan ahli vaksin. > Contoh : Dr Bernard Greenberg (biostatistika tahun 1950), DR. Bernard > Rimland (Psikolog), Dr. William Hay (kolumnis), Dr. Richard Moskowitz > (homeopatik), dr. Harris Coulter, PhD (penulis buku homeopatik, > kanker), Neil Z. Miller, (psikolog, jurnalis), WB Clark (awal tahun > 1950) , Bernice Eddy (Bakteriologis tahun 1954), Robert F. Kenedy Jr > (sarjana hukum) Dr. WB Clarke (ahli kanker, 1950an), Dr. Bernard > Greenberg (1957-1959). > > Benarkah dokter Wakefield “ahli vaksin”, membuktikan MMR menyebabkan > autism? > Tidak benar. Wakefield juga bukan ahli vaksin, dia dokter spesialis > bedah. Penelitian Wakefield tahun 1998 hanya dengan sample 18. Banyak > penelitian lain oleh ahli vaksin di beberapa negara menyimpulkan MMR > tidak terbukti mengakibatkan autis. Setelah diaudit oleh tim ahli > penelitian, terbukti bahwa Wakefield memalsukan data, sehingga > kesimpulannya salah. Hal ini telah diumumkan di majalah resmi > kedokteran Inggris British Medical Journal Februari 2011. > > Benarkah di semua vaksin terdapat zat-zat berbahaya yang dapat merusak > otak? > Tidak benar. Isu itu karena “ilmuwan” tersebut di atas tidak mengerti > isi vaksin, manfaat, dan batas keamanan zat-zat di dalam vaksin. > Contoh: jumlah total etil merkuri yang masuk ke tubuh bayi melalui > vaksin sekitar 2 mcg/kgbb/minggu, sedangkan batas aman menurut WHO > adalah jauh lebih banyak (159 mcg/kgbb/minggu). Oleh karena itu vaksin > mengandung merkuri dengan dosis yang sangat rendah dan dinyatakan aman > oleh WHO dan badan-badan pengawasan lainnya. > > Benarkah isu bahwa “semua zat kimia” berbahaya bagi bayi? > Tidak benar. Isu itu beredar karena penulis buku, tabloid, milis, > tidak pernah belajar ilmu kimia. Oksigen, air, nasi, buah, sayur, > jahe, kunyit, lengkuas, semua tersusun dari zat-zat kimia. Buktinya > oksigen rumus kimianya O2, air H2O, garam NaCl. Buah dan sayur terdiri > atas serat selulosa, fruktosa, vitamin, mineral, dll. Telur terdiri > dari protein, asam amino, mineral. Itu semua zat kimia, karena ada > rumus kimianya. Jadi zat-zat kimia umumnya justru sangat dibutuhkan > untuk manusia asal bukan zat yang berbahaya atau dalam takaran yang > aman. > > Benarkah vaksin terbuat dari nanah, dibiakkan di janin anjing, babi, > manusia yang sengaja digugurkan? > Tidak benar. Isu itu bersumber dari “ilmuwan” 50 tahun lalu (tahun > 1961-1962). Teknologi pembuatan vaksin berkembang sangat pesat. > Sekarang tidak ada vaksin yang terbuat dari nanah atau dibiakkan > embrio anjing, babi, atau manusia. > > Benarkah vaksin mengandung lemak babi? > Tidak benar. Hanya sebagian kecil dari vaksin yang pernah > bersinggungan dengan tripsin pada proses pengembangan maupun > pembuatannya seperti vaksin polio dan meningitis. Pada vaksin > meningitis, pada proses penyemaian induk bibit vaksin tertentu 15 – 20 > tahun lalu, ketika panen bibit vaksin tersebut bersinggungan dengan > tripsin pankreas babi untuk melepaskan induk vaksin dari > persemaiannya. Tetapi kemudian induk bibit vaksin tersebut dicuci dan > dibersihkan total, sehingga pada vaksin yang disuntikkan tidak > mengandung tripsin babi. Atas dasar itu maka Majelis Ulama Indonesia > berpendapat vaksin itu boleh dipakai, selama belum ada penggantinya. > Contohnya vaksin meningokokus (meningitis) haji diwajibkan oleh Saudi > Arabia bagi semua jemaah haji untuk mencegah radang otak karena > meningokokus. > > Benarkah vaksin yang dipakai di Indonesia buatan Amerika? > Tidak benar. Vaksin yang digunakan oleh program imunisasi di Indonesia > adalah buatan PT Bio Farma Bandung, yang merupakan BUMN, dengan 98,6% > karyawannya adalah Muslim. Proses penelitian dan pembuatannya mendapat > pengawasan ketat dari ahli-ahli vaksin di BPOM dan WHO. Vaksin-vaksin > tersebut juga diekspor ke 120 negara, termasuk 36 negara dengan > penduduk mayoritas beragama Islam, seperti Iran dan Mesir. > > Benarkah program imunisasi hanya di negara Muslim dan miskin agar > menjadi bangsa yang lemah? > Tidak benar. Imunisasi saat ini dilakukan di 194 negara, termasuk > negara-negara maju dengan status sosial ekonomi tinggi, dan > negara-negara non-Muslim. Kalau imunisasi bisa melemahkan bangsa, maka > mereka juga akan lemah, karena mereka juga melakukan program > imunisasi, bahkan lebih dulu dengan jenis vaksin lebih banyak. > Kenyataanya : bangsa dengan cakupan imunisasi lebih tinggi justru > lebih kuat. Jadi terbukti bahwa imunisasi justru memperkuat kekebalan > terhadap penyakit infeksi, bukan melemahkan. > > Benarkah isu di buku, tabloid dan milis bahwa di Amerika banyak > kematian bayi akibat vaksin? > Tidak benar. Isu itu karena penulis tidak faham data Vaccine Adverse > Event Reporting System (VAERS) FDA Amerika tahun 1991-1994, yang > mencatat 38.787 laporan kejadian ikutan pasca imunisasi, oleh penulis > angka tersebut ditafsirkan sebagai angka kematian bayi 1 – 3 bulan. > Kalau memang benar angka kematian begitu tinggi tentu FDA AS akan > heboh dan menghentikan vaksinasi. Faktanya Amerika tidak pernah > meghentikan vaksinasi bahkan mempertahankan cakupan semua imunisasi di > atas 90 %. Angka tersebut adalah semua keluhan nyeri, gatal, merah, > bengkak di bekas suntikan, demam, pusing, muntah yang memang rutin > harus dicatat kalau ada laporan masuk. Kalau ada 38.787 laporan dari > 4,5 juta bayi berarti KIPI hanya 0,9 %. > > Benarkah isu bahwa banyak bayi balita meninggal pada imunisasi masal > campak di Indonesia? > Tidak benar. Setiap laporan kecurigaan adanya kejadian ikutan pasca > imunisasi (KIPI) selalu dikaji oleh Komnas/Komda KIPI yang terdiri > dari pakar-pakar penyakit infeksi, imunisasi, imunologi. Setelah > dianalisis dari keterangan keluarga, dokter yang merawat di rumah > sakit, hasil pemeriksaan fisik, dan laboratorium, ternyata balita > tersebut meninggal karena radang otak, bukan karena vaksin campak. > Pada bulan itu ada beberapa balita yang tidak imunisasi campak juga > menderita radang otak. Berarti kematian balita tersebut bukan karena > imunisasi campak, tetapi karena radang otak. > > Demam, bengkak, merah setelah imunisasi membuktikan bahwa vaksin berbahaya? > Tidak berbahaya. Demam, merah, bengkak, gatal di bekas suntikan adalah > reaksi wajar setelah vaksin masuk ke dalam tubuh. Seperti rasa pedas > dan berkeringat setelah makan sambal adalah reaksi normal tubuh kita. > Umumnya keluhan tersebut akan hilang dalam beberapa hari. Boleh diberi > obat penurun panas, dikompres. Bila perlu bisa konsul ke petugas > kesehatan terdekat. > > Benarkah vaksin Program Imunisasi di Indonesia juga dipakai oleh 36 > negara Muslim? > Benar. Vaksin yang digunakan oleh program imunisasi di Indonesia > adalah buatan PT Biofarma Bandung. Vaksin-vaksin tersebut dibeli dan > dipakai oleh 120 negara, termasuk 36 negara dengan penduduk mayoritas > beragama Islam. > > Benarkah isu di tabloid, milis, bahwa program imunisasi gagal? > Tidak benar. Isu-isu tersebut bersumber dari data yang sangat kuno > (50– 150 tahun lalu) hanya dari 1 – 2 negara saja, sehingga hasilnya > sangat berbeda dengan hasil penelitian terbaru, karena vaksinnya > sangat berbeda. > > Contoh : > - Isu vaksin cacar variola gagal,berdasarkan data yang sangat kuno, di > Inggris tahun 1867 – 1880 dan Jepang tahun 1872-1892. Fakta terbaru > sangat berbeda, bahwa dengan imunisasi cacar di seluruh dunia sejak > tahun 1980 dunia bebas cacar variola. > - Isu vaksin difteri gagal, berdasarkan data di Jerman tahun 1939. > Fakta sekarang: vaksin difteri dipakai di seluruh dunia dan mampu > menurunkan kasus difteri hingga 95 %. > - Isu pertusis gagal hanya dari data di Kansas dan Nova Scottia tahun 1986 > - Isu vaksin campak berbahaya hanya berdasar penelitian 1989-1991 pada > anak miskin berkulit hitam di Meksiko, Haiti dan Afrika > > Benarkah program imunisasi gagal, karena setelah diimunisasi bayi > balita masih bisa tertular penyakit tersebut ? > Tidak benar program imunisasi gagal. Perlindungan vaksin memang tidak > 100%. Bayi dan balita yang telah diimunisasi masih bisa tertular > penyakit, tetapi jauh lebih ringan dan tidak berbahaya. Bayi balita > yang belum diimunisasi lengkap bila tertular penyakit tersebut bisa > sakit berat, cacat atau meninggal. > > Benarkah imunisasi bermanfaat mencegah wabah, sakit berat, cacat dan > kematian bayi dan balita? > Benar. Badan penelitian di berbagai negara membuktikan bahwa dengan > meningkatkan cakupan imunisasi, maka penyakit yang dapat dicegah > dengan imunisasi berkurang secara bermakna. Oleh karena itu saat ini > program imunisasi dilakukan terus menerus di 194 negara, termasuk > negara dengan sosial ekonomi tinggi dan negara yang mayoritas > penduduknya beragama Islam. Semua negara berusaha meningkatkan cakupan > agar lebih dari 90 %. Di Indonesia, setelah wabah polio 2005-2006 > karena banyak bayi yang tidak diimunisasi polio, maka menyebabkan 305 > anak lumpuh permanen. Setelah digencarkan imunisasi polio, sampai saat > ini tidak ada lagi kasus polio baru. > > Mengapa di Indonesia ada buku, tabloid, milis, yang menyebarkan isu > bahwa vaksin berbahaya, tidak effektif, tidak dilakukan di negara > maju? > Karena di Indonesia ada orang-orang yang tidak mengerti tentang vaksin > dan imunisasi, hanya mengutip dari “ilmuwan” tahun 1950 -1960 yang > ternyata bukan ahli vaksin, atau berdasar data-data 30 – 40 tahun lalu > (1970 – 1980an) atau hanya dari 1 sumber yang tidak kuat. Atau dia > mengutip Wakefield spesialis bedah, bukan ahli vaksin, yang > penelitiannya dibantah oleh banyak tim peneliti lain, dan oleh majalah > resmi kedokteran Inggris British Medical Journal Februari 2011 > penelitian Wakefield dinyatakan salah alias bohong. Ia hanya berdasar > kepada 1 – 2 laporan kasus yang tidak diteliti lebih lanjut secara > ilmiah, hanya berdasar logika biasa. > > Bagaimana orangtua harus bersikap terhadap isu-isu tersebut? > Sebaiknya semua bayi dan balita diimunisasi secara lengkap. Saat ini > 194 negara di seluruh dunia yakin bahwa imunisasi aman dan bermanfaat > mencegah wabah, sakit berat, cacat, dan kematian pada bayi dan balita. > Terbukti 194 negara tersebut terus menerus melaksanakan program > imunisasi, termasuk negara dengan sosial ekonomi tinggi dan negara > yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dengan cakupan umumnya > lebih dari 85 %. Badan penelitian di berbagai negara membuktikan kalau > semakin banyak bayi balita tidak diimunisasi akan terjadi wabah, sakit > berat, cacat atau mati. Hal ini telah terbukti di Indonesia, di mana > wabah polio merebak pada tahun 2005-2006 (305 anak lumpuh permanen), > wabah campak 2009 – 2010 (5.818 anak dirawat di RS, meninggal 16), dan > wabah difteri 2010-2011 (816 anak di rawat di RS, 56 meninggal). > > Bisakah ASI, gizi, dan suplemen herbal menggantikan imunisasi ? > Tidak ada satupun badan penelitian di dunia yang menyatakan bisa, > karena kekebalan yang dibentuk sangatlah berbeda. ASI, gizi, suplemen > herbal, kebersihan, hanya memperkuat pertahanan tubuh secara umum, > karena tidak membentuk kekebalan spesifik terhadap kuman tertentu. > Kalau jumlah kuman banyak dan ganas, perlindungan umum tidak mampu > melindungi bayi, sehingga masih bisa sakit berat, cacat atau bahkan > mati.Imunisasi merangsang pembentukan antibodi dan kekebalan seluler > yang spesifik terhadap kuman-kuman atau racun kuman tertentu, sehingga > bekerja lebih cepat, efektif, dan efisien untuk mencegah penularan > penyakit yang berbahaya. > > Bolehkah selain diberikan imunisasi, ditambah dengan suplemen gizi dan > herbal? > Boleh. Selain diberi imunisasi, bayi harus diberi ASI eksklusif, > makanan pendamping ASI dengan gizi lengkap dan seimbang, kebersihan > badan, makanan, minuman, pakaian, mainan, dan lingkungan. Suplemen > diberikan sesuai kebutuhan individual yang bervariasi. Selain itu bayi > harus diberikan kasih sayang dan stimulasi bermain untuk mengembangkan > kecerdasan, kreatifitas dan perilaku yang baik. > > Benarkah bayi dan balita yang tidak diimunisasi lengkap rawan tertular > penyakit berbahaya ? Benar. Banyak penelitian imunologi dan > epidemiologi di berbagai membuktikan bahwa bayi balita yang tidak > diimunisasi lengkap tidak mempunyai kekebalan spesifik terhadap > penyakit-penyakit berbahaya. Mereka mudah tertular penyakit tersebut, > akan menderita sakit berat, menularkan ke anak-anak lain, menyebar > luas, terjadi wabah, menyebabkan banyak kematian dan cacat. > > Benarkah wabah akan terjadi bila banyak bayi dan balita tidak diimunisasi ? > Benar. Itu sudah terbukti di beberapa negara Asia, Afrika dan di > Indonesia. Contoh: wabah polio 2005-2006 di Sukabumi karena banyak > bayi balita tidak diimunisasi polio, dalam hitungan beberapa bulan, > virus polio menyebar cepat ke Banten, Lampung, Madura, menyebabkan 305 > anak lumpuh permanen. Wabah campak di Jawa Tengah dan Jawa Barat > 2010-2011 mengakibatkan 5.818 anak dirawat di rumah sakit dan 16 anak > di antaranya meninggal dunia. Wabah difteri dari Jawa Timur 2009 – > 2011 menyebar ke Kalimantan Timur, Selatan, Tengah, Barat, DKI > Jakarta, menyebabkan 816 anak harus di rawat di rumah sakit, 54 > meninggal. > > Editor: Ella Syafputri _ COPYRIGHT © 2012 > > ......................... > > On 1/21/12, novita heru <heru....@gmail.com> wrote: > moms and dads, > > beberapa hari yang lalu, baca postingan di FB tentang pro kontra > imunisasi...tolong dong dishare pendapat moms and dads, sebenarnya penting > gak sih imunisasi buat bayi? > sedang bingung menentukan apakah Zhafira akan dilanjutkan imunisasinya atau > tidak... > > <deleted> > > -------------------------------------------------------------- > Yuk berkunjung ke Web Balita-Anda: bisa baca dongeng, download > lagu, print buku mewarnai, origami dan masih banyak lagi... > Balita-Anda Online: http://www.balita-anda.com > Peraturan Milis: peraturan_mi...@balita-anda.com > Menghubungi Admin: balita-anda-ow...@balita-anda.com > Unsubscribe dari Milis: balita-anda-unsubscr...@balita-anda.com > -------------------------------------------------------------- > Balita-Anda: Panduan Orangtua yang Cerdas, Kreatif dan Inovatif dalam > Merawat dan Mendidik Balita > > -- novita www.cantikdanfun.tk