iyo, kapanane aku yo wis mboco. Tapi lali ngomong nang kowe.
> -----Original Message----- > From: Vivi Noviyanti [SMTP:[EMAIL PROTECTED] > Sent: Friday, February 20, 2004 11:54 AM > To: [EMAIL PROTECTED] > Subject: [balita-anda] Matikan saja TV Anda! > > MATIKAN Saja TV Anda! > > > > Jakarta, Kamis > > > > > > > > Kedengarannya ekstrem. Tapi ini salah satu saran seorang dokter > spesialis > anak asal Amerika kepada para orang tua agar perkembangan otak dan > kemampuan > anak berkembang dengan baik. > > > > Kalau anak-anak dibiarkan bebas sebebas-bebasnya menonton TV, video, dan > main game di komputer, apa yang terjadi terhadap pertumbuhan dan kemampuan > belajar mereka? > > > > Itulah pertanyaan yang mengusik benak Susan R. Johnson, M.D., dokter > spesialis anak asal San Francisco dan pernah mendalami ilmu kesehatan anak > yang berkaitan dengan perilaku dan perkembangan. > > > > "Ratusan anak mengalami kesulitan berkonsentrasi pada pekerjaan, dan > melakukan gerakan motorik kasar maupun halus. Kebanyakan mereka memenemui > kesulitan dalam berhubungan dengan orang dewasa dan kelompok seusianya," > paparnya. > > > > Semula ia menduga, itu melulu akibat tayangan di televisi yang sering > menampilkan kekerasan (terutama film kartun) dan semua iklan ditujukan > pada > mereka. Tetapi, baru semenjak kelahiran anaknya enam tahun lalu ia > berhadapan dengan dampak yang sesungguhnya. > > > > Saat bermain di luar, jelas Susan, anaknya bisa asyik mengamati binatang > kecil atau serangga, bikin mainan dari ranting dan batu, atau main air dan > pasir. Ia tampak begitu damai dengan dirinya, tubuhnya, dan lingkungannya. > Tetapi begitu di depan TV, ia begitu cuek dengan si ibu maupun > lingkungannya. > > > > "Waktu saya matikan TV-nya, ia gelisah, senewen, dan selalu berteriak > minta dinyalakan lagi. Tingkah polahnya kacau dan gerakan-gerakannya > impulsif. Boro-boro bikin kreasi sendiri, ia justru meniru saja apa yang > dilihatnya di TV dengan gerakan yang tidak kreatif, kaku, dan > diulang-ulang." > > > > Saat berusia 3,5 tahun, dia ajak anaknya mengunjungi sepupunya naik > pesawat. Di pesawat diputar film Mission: Impossible. Kebetulan mereka > tidak > kebagian earphone sehingga yang tertangkap hanya gambarnya. Tapi justru > karena itulah, "Ia mendapat mimpi buruk dan takut pada api atau bunyi > ledakan selama enam bulan setelahnya, dan perilakunya berubah." > > > > Setahun kemudian ia meneliti enam orang anak berusia 8 - 11 tahun yang > semuanya memiliki kesulitan membaca di Pusat Kesehatan Sekolah. Menurut > Susan, "Kalau saya tunjukkan sejumlah huruf lalu saya minta mengenali > huruf > tertentu, mereka dapat melakukannya. Tapi kalau saya tidak menunjukkan > apa-apa - berarti tanpa masukan visual - lalu saya suruh menuliskan huruf > tertentu, mereka tidak bisa." > > > > Timbul pertanyaan: > > > > a.. Apa yang terjadi pada anak yang sedang tumbuh dan berkembang jika > mereka dipapari rangsangan audio dan visual pada saat bersamaan? > > b.. Berapa banyak kemampuan otak yang hilang atau bahkan tidak > berkembang akibat kebiasaan itu? > > Tiga tahap perkembangan otak > > > > Kemampuan anak ibarat benih yang perlu dipelihara dan dipupuk agar > tumbuh > dengan baik. Kalau lingkungan tidak memberikan pemeliharaan dan > perlindungan > terhadap rangsangan yang berlebihan, maka potensi serta > kemampuan-kemampuan > tertentu tidak dapat terwujud. > > > > Anak dilahirkan dengan 10 miliar neuron (sel syaraf) di otaknya. Tiga > tahun pertama sejak lahir merupakan periode di mana miliaran sel glial > terus > bertambah untuk memupuk neuron. Sel-sel syaraf ini dapat membentuk ribuan > sambungan antarneuron yang disebut dendrite yang mirip sarang laba-laba, > dan > axon yang berbentuk memanjang. > > > > Otak anak usia 6 - 7 tahun besarnya dua pertiga otak orang dewasa, tapi > memiliki 5 - 7 kali lebih banyak sambungan antarneuron daripada otak anak > usia 18 bulan atau orang dewasa. Otak mereka memang punya kemampuan besar > untuk menyusun ribuan sambungan antarneuron. Namun, kemampuan itu berhenti > pada umur 10 - 11 tahun jika tidak dikembangkan atau digunakan. Saat itu > enzim tertentu dilepaskan dalam otak dan melarutkan semua jalur atau > "urat" > syaraf (pathways) yang tidak termielinasi dengan baik (mielinasi adalah > proses pembungkusan jalur syaraf dengan myelin yang berujud > protein-lemak). > > > > Perkembangan otak anak yang sedang tumbuh melalui tiga tahapan, mulai > dari > otak primitif (action brain), otak limbik (feeling brain), dan akhirnya ke > neocortex (atau disebut juga thought brain, otak pikir). > > > > Meski saling berkaitan, ketiganya punya fungsi sendiri-sendiri. Otak > primitif mengatur fisik kita untuk bertahan hidup, mengelola gerak > refleks, > mengendalikan gerak motorik, memantau fungsi tubuh, dan memproses > informasi > yang masuk dari pancaindera. Saat menghadapi ancaman atau keadaan bahaya, > bersama dengan otak limbik, otak primitif menyiapkan reaksi "hadapi atau > lari" (fight or flight response) bagi tubuh. "Kita akan bereaksi secara > fisik dan emosi lebih dulu sebelum otak pikir sempat memproses informasi," > papar dr. Susan. > > > > Otak limbik memproses emosi seperti rasa suka dan tidak suka, cinta dan > benci. Otak ini sebagai penghubung otak pikir dan otak primitif. > Maksudnya, > otak primitif dapat diperintah mengikuti kehendak otak pikir, di saat lain > otak pikir dapat "dikunci" untuk tidak melayani otak limbik dan primitif > selama keadaan darurat, yang nyata maupun yang tidak. > > > > Sedangkan otak pikir, yang merupakan bentuk daya pikir tertinggi dan > bagian otak yang paling objektif, menerima masukan dari otak primitif dan > otak limbik. Namun, ia butuh waktu lebih banyak untuk memproses informasi, > termasuk image, dari otak primitif dan otak limbik. Otak pikir juga > merupakan tempat bergabungnya pengalaman, ingatan, perasaan, dan kemampuan > berpikir untuk melahirkan gagasan dan tindakan. > > > > Mielinasi saraf otak berlangsung secara berurutan, mulai dari otak > primitif, otak limbik, dan otak pikir. Jalur syaraf yang makin sering > digunakan membuat mielin makin menebal. Makin tebal mielin, makin cepat > impuls syaraf atau perjalanan sinyal sepanjang "urat" syaraf. Karena itu, > anak yang sedang tumbuh dianjurkan menerima masukan dari lingkungannya > sesuai dengan perkembangannya. > > > > Di samping itu, anak juga membutuhkan pengalaman yang merangsang > pancaindera. Namun, indera mereka perlu dilindungi dari rangsangan yang > berlebihan karena anak-anak itu ibarat sepon. > > > > "Mereka menyerap apa saja yang dilihat, didengar, dicium, dirasakan, dan > disentuh dari lingkungan mereka. Kemampuan otak mereka untuk memilah atau > menyaring pengalaman rasa yang tidak menyenangkan dan berbahaya belum > berkembang," papar Susan. > > > > Rangsangan dan perkembangan indera itu pada gilirannya akan > mengembangkan > bagian tertentu dari otak primitif yang disebut reticular activating > system > (RAS). RAS ini pintu masuk di mana kesan yang ditangkap setiap indera > saling > berkoordinasi sebelum diteruskan ke otak pikir. > > > > RAS merupakan wilayah di otak yang membuat kita mampu memusatkan > perhatian. Kurangnya stimulasi, atau sebaliknya stimulasi yang berlebihan, > ditambah lagi dengan gerakan motorik kasar dan halus yang tidak berkembang > secara baik, bisa menyebabkan rusaknya perhatian terhadap lingkungan. > > > > Sebelum anak berusia empat tahun, otak primitif dan otak limbik sudah > 80% > termielinasi. Setelah umur 6 - 7 tahun mielinasi bergeser ke otak pikir. > Awalnya dari belahan otak kanan yang antara lain bertugas merespons citra > visual. Ketika menonton TV, belahan otak kanan inilah yang paling dominan > kerjanya. > > > > Sedangkan ketika membaca, menulis, dan berbicara, belahan otak kiri yang > dominan. Tugas utama otak kiri ialah berpikir secara analitis dan menyusun > argumen logis langkah demi langkah. Ia menganalisis suara dan makna bahasa > (misalnya, kemampuan mencocokkan suara dengan alfabet), juga mengelola > keterampilan otot halus. > > > > Pentingnya aktivitas motorik kasar > > > > a.. Kedua belahan otak itu dijembatani oleh bundel "urat" syaraf yang > disebut corpus collosum. Sisi kanan dan kiri tubuh saling berkoordinasi > melalui jembatan ini. > > Aktivitas motorik kasar seperti lompat tali, memanjat, lari, serta > aktivitas motorik halus macam menggambar, merenda, membuat origami, dan > bikin kue merupakan akitivitas penting bagi proses mielinasi C. collosum. > Jalur ini memungkinkan kemampuan berpikir analitis (otak kiri) dan > intuitif > (otak kanan) untuk saling mempengaruhi. Sejumlah ahli neuropsikologi > percaya, buruknya perkembangan jembatan ini mempengaruhi komunikasi > efektif > antara belahan otak kanan dan kiri. Diduga, inilah penyebab timbulnya > kesulitan perhatian dan belajar pada anak. > > > > Pertanyaannya kemudian, apa kerugian otak dengan menonton televisi? > > > > Televisi sesungguhnya hanya memberikan informasi kepada dua indera: mata > dan telinga. Padahal ketajaman visual dan pandangan tiga dimensional pada > anak belum berkembang sepenuhnya sampai usia empat tahun. Gambar yang > dihasilkan layar televisi itu gambar dua dimensi, tidak fokus dan kabur > karena tersusun dari titik-titik sinar. Itu membuat mata anak-anak harus > memaksa diri agar gambar menjadi jelas. > > > > Televisi, juga barang elektronik lain, memancarkan gelombang > elektromagnetik. Maka disarankan, posisi menonton setidaknya 120 cm dari > TV > dan 45 cm dari layar komputer. > > > > Sistem visual yang meliputi kemampuan mencari (search out), memindai > (scan), memfokus, dan mengidentifikasi apa yang masuk ke bidang pandang, > terganggu oleh kegiatan menonton TV. Padahal keterampilan visual ini perlu > dikembangkan dalam kaitannya dengan membaca efektif. Saat menonton, pupil > mata anak tidak melebar, dan nyaris tidak ada gerakan mata yang justru > penting dalam kegiatan membaca. Mata dituntut terus bergerak dari kiri ke > kanan halaman saat membaca. > > > > Kemampuan untuk memusatkan perhatian juga mengandalkan sistem visual > ini. > Sementara itu gambar-gambar televisi yang berubah secara cepat tiap 5 - 6 > detik pada kebanyakan tayangan acara dan 2 - 3 detik pada iklan, membuat > otak pikir tidak punya kesempatan memproses image. Padahal otak pikir > perlu > 5 - 6 detik untuk memproses gambar begitu mendapat stimulus. > > > > Sebabkan kecemasan kronis > > > > a.. Membaca buku, berjalan-jalan di alam, atau bercakap dengan orang > lain - di mana anak punya kesempatan untuk merenung dan berpikir - jauh > lebih mendidik daripada menonton TV. > > Kegiatan ini meniadakan pengalaman berharga itu. Menonton TV merupakan > pekerjaan tanpa akhir, tanpa tujuan, dan tak bikin "kenyang". Tidak > seperti > makan dan tidur yang bisa bikin perut kenyang dan badan tidak capek lagi, > menonton TV tidak ada ujungnya. "TV membuat anak ingin terus menonton > tanpa > pernah merasa puas," ungkap Susan. > > > > Bagaimana dengan Sesame Steet, misalnya? Bukankah acara itu mendidik dan > di sana anak diajari cara membaca? > > > > Sesame Street dan kebanyakan acara televisi untuk anak, papar Susan, > meletakkan belahan otak kiri dan sebagian belahan otak kanan ke dalam > gelombang alfa (slow wave of inactivity). Televisi membius fungsi-fungsi > otak pikir dan merusak keseimbangan serta interaksi antara belahan otak > kiri > dan kanan. > > > > Secara umum, membaca menghasilkan gelombang beta cepat dan aktif, > sedangkan menonton televisi meningkatkan gelombang alfa lambat di belahan > otak kiri dan kanan. Belahan kiri merupakan pusat penting dalam kegiatan > membaca, menulis, dan berbicara. Otak kiri merupakan tempat di mana > simbol-simbol abstrak (misalnya huruf-huruf alfabet) dikaitkan dengan > bunyi. > Sumber cahaya televisi yang berpendar dan bergetar diduga ada kaitannya > dengan meningkatnya aktivitas gelombang lambat itu. > > > > Otak primitif tidak dapat membedakan mana gambar riil dan mana gambar di > TV karena penglihatan merupakan tanggung jawab otak pikir. Karena itu, > ketika TV menayangkan gambar-gambar close-up dan gambar-gambar bercahaya > secara tiba-tiba, otak primitif bersama otak limbik segera menyiapkan > respons "hadapi atau lari" dengan melepaskan hormon dan bahan kimia ke > seluruh tubuh. Degup jantung dan tekanan darah naik. Darah yang mengalir > ke > otot-otot anggota badan meningkat, bersiap-siap menghadapi keadaan bahaya. > > > > Karena itu terjadi dalam tubuh tanpa diikuti gerakan-gerakan yang sesuai > dari anggota badan, maka acara-acara TV tertentu sesungguhnya meletakkan > kita ke dalam suatu keadaan stres atau kecemasan kronis. Berbagai studi > menunjukkan, pada orang dewasa yang mengalami stres kronis pertumbuhan > belahan otak kirinya terhenti (atrophy). > > > > Ketika otak anak dipapari rangsangan visual sekaligus suara, yang > diserap > hanyalah visualnya. Ilustrasi tentang fenomena ini dapat dilihat pada > sekelompok anak (6 - 7 tahun) yang disuguhi tontonan video yang suaranya > tidak sesuai dengan gerakan visualnya. Begitu ditanya, mereka tidak ngeh > kalau suara dan gambarnya tidak klop. Itu artinya, mereka tidak menyerap > isi > tontonannya. Begitu pula dengan Sesame Street. > > > > Inteligen hati > > > > Namun, masih ada yang berkilah, "Apa salah memanfaatkan televisi sekadar > untuk hiburan? Saya suka menonton film-film Disney macam Snow White." > > > > Televisi memiliki efek begitu dalam terhadap kehidupan perasaan atau > jiwa > kita. Menonton televisi membuat kita terlepas dari kehidupan nyata. Di > kursi > yang nyaman di ruang yang sejuk dengan banyak makanan, kita duduk menonton > para tunawisma, orang kelaparan atau menderita di layar kaca. Kita > tersentuh > melihat nasib mereka, tetapi tidak berbuat apa-apa. Orang boleh bilang, > membaca buku pun dapat membangkitkan perasaan serupa tanpa berbuat > apa-apa. > > > > Namun, menurut dr. Susan, saat sedang membaca buku (yang tidak banyak > gambarnya), pikiran bisa berimajinasi dan punya kesempatan memikirkannya. > Pikiran itu dapat menggiring anak kepada gagasan yang menimbulkan > inspirasi > untuk melakukan sesuatu. Televisi tidak begitu." > > > > "Kita tidak akan lupa dengan apa yang pernah kita lihat. Otak limbik > dihubungkan dengan memori, dan gambar di TV kita ingat entah secara sadar, > tanpa sadar, atau bawah sadar. Maka, kita hampir tidak mungkin menciptakan > imajinasi tentang Snow White dari buku cerita jika kita sudah pernah > menonton filmnya. Sebaliknya, orang sering kecewa ketika menonton film > setelah membaca bukunya. Imajinasi kita itu jauh lebih kaya daripada apa > yang dapat ditunjukkan di layar film," papar dr. Susan. > > > > Ketika menonton televisi, anak-anak tidak menggunakan imajinasi sama > sekali. Itu berarti bagian tertentu di otak pikir untuk menciptakan > gambaran > (yang merupakan fondasi bagi angan-angan, intuisi, inspirasi, dan > imajinasi), kurang dilatih. > > > > Kita dibekali kemampuan yang disebut heart intelligence yang perlu > dikembangkan antara lain dengan berinteraksi dengan orang lain. "Kita > mengalami bahasa nonverbal mereka, misalnya bagaimana ia bergerak, > bagaimana > nada suaranya, apakah ia menatap ke arah lain saat bicara. Inilah cara > kita > belajar melihat konsistensi antara isyarat verbal dan nonverbal untuk > menemukan kebenaran," jelas dr. Susan. > > > > Televisi tidak bisa mengembangkan kemampuan itu. (intisari) > > > > --------------------------------------------------------------------- > >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ > >> Info balita, http://www.balita-anda.com > >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] --------------------------------------------------------------------- >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/ >> Info balita, http://www.balita-anda.com >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]