Negara ini memang memprihatinkan...sebagian besar penilaian hanya berdasarkan materi semata.....belum lagi kabar menyedihkan dimana Susi Susanti, yg sedianya akan mengharumkan nama bangsa dengan mjd org indonesia pertama yg akan membawa obor olimpiade, batal karena surat kbri nya ditahan pihak imigrasi....hik..hik...pihak pemerintah sendiri udah kehilangan nasionalismenya...
 
-------Original Message-------
 
Date: Monday, April 19, 2004 2:29:03 PM
Subject: [balita-anda] SLTP 56 Melawai - SOS
 
MOHON BANTUAN TINDAKAN PENYELAMATAN
sebarkan !!!


Serangan Fajar di Melawai
Siswa SLTP 56 Belajar di Jalan

Sebanyak 65 murid dan 15 guru SLTP 56 tetap menggelar aktivitas belajar mengajar meski gedung digembok Dinas Tramtib Jakarta. Tenda-tenda pun didirikan di depan sekolah.
------------------------------------------------------------------------------

Situasi Melawai Raya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, lumayan tegang pagi hingga siang kemarin, Minggu (18/4). Puluhan pelajar SMP 56 bersama para alumni, mahasiswa simpatisan dan anggota Banteng Muda Indonesia sempat terlibat lempar melempar batu dengan aparat Keamanan-Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat (Tramtib-Linmas) DKI Jakarta. Kaca depan mobil Ketua Forum Orang Tua-Murid Indonesia (FOMI) Lies Sugeng yang aktif membela keberadaan sekolah ini, pecah.

Keributan berawal dari ulah aparat yang menyegel gedung SLTP 56, pagi buta. Menurut salah seorang guru bernama Nurlaila, sekitar pukul 04.00 waktu Indonesia barat, aparat datang dengan 16 kendaraan operasional. Mereka dipimpin langsung oleh Kepala Tramtib-Linmas DKI Jakarta Subagyo dan dikawal empat kendaraan polisi. Saat itu, ada sekitar 20-an anggota Komie Solidaritas Peduli 56 (KSP 56) yang menjaga gedung. Komite memang mendengar bakal ada aksi dari Dinas Tramtib, tapi tak menyangka yang dilakukan adalah serangan fajar.

Menyadari jumlah yang tak sepadan, ke-20 pelajar dan mahasiswa simpatisan terpaksa meninggalkan gedung. Ketika kembali beberapa jam kemudian, mereka mendapati gedung sudah dirantai dengan dua buah gembok besar. Juga ada sebilah papan pengumuman berbunyi, "Tanah dan Bangunan Ini Milik Negara. Dilarang Masuk (Diancam Pidana Kurungan Sembilan Tahun Penjara, Pasal 167 dan 551 KUHP)".

Suasana pun berubah panas dengan cepat. Para pelajar, alumni, mahasiswa, anggota Banteng Muda Indonesia, beberapa orang tua murid dan guru memprotes aksi sepihak aparat Tramtib yang dibantu polisi. Mereka menilai, aparat arogan dan hanya melayani kepentingan pengusaha. Sebab, sedianya hari Senin ini (19/4) perwakilan orang tua, murid dan guru bertemu dengan Dinas Pendidikan Jakarta tentang nasib keberadaan SLTP 56.

Kesal karena aparat Tramtib berkeras tak mau mengosongkan gedung, KSP 56 gantian menggembok pagar yang sudah terkunci itu. Mau tak mau, aparat terkurung selama beberapa jam. Baru pada pukul 14.30 diperoleh terjadi kesepakatan. Aparat Tramtib keluar dari kompleks SLTP 56 atas bantuan puluhan petugas Polsek Metro Kebaayoran Baru dan Polres Metro Jakarta Selatan. Sorak sorai dan cemooh terlontar saat barisan kendaraan pengangkut anggota Tramtib keluar dari sekolah.

Selanjutnya, polisi menggerendel gerbang. Tak ada yang boleh masuk tanpa izin Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Siswa, guru dan orang tua pun lantas membangun tenda-tenda dibantu mahasiswa dan pemuda anggota Banteng Muda. Beberapa orang semalam kelihatan menginap di tenda-tenda tersebut.

Gedung SLTP 56 menjadi rebutan setelah Kantor Wilayah Diknas Jakarta mengadakan perjanjian tukar guling dengan PT Tata Disantara, tahun 2000. Perusahaan yang diketahui milik pengusaha besar Abdul Latief, bekas Menteri Tenaga Kerja yang menguasai stasiun televisi Lativi. Sejumlah guru, orang tua murid serta murid menolak perjanjian tersebut. Apalagi, lokasi sekolah yang baru di kawasan Jeruk Purut, Jakarta Selatan, jauh dari tempat tinggal murid.

Keinginan perusahaan Latief menguasai lahan yang strategis secara bisnis itu sudah beberapa tahun sebelum perjanjian terlaksana. Hanya selalu ditolak oleh kepala sekolah yang memimpin lembaga itu. Selang beberapa kepala sekolah, baru pada era kepemimpinan Titi Rohmani, tahun 2000, niatan Latif terkabul.

Kasus ini pun lantas dibawa ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan secara class action (gugatan kelompok). Namun, Majelis Hakim Pengadilan menolak gugatan, pada Desember 2003, karena penggugat dianggap tidak berkualitas atau tidak tepat mewakili SLTP 56. Keputusan itu kemudian dibanding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Cuma, terhitung tahun ajaran 2003/2004, SLTP 56 Melawai tak diijinkan menerima murid baru.

Kini tinggal 65 siswa kelas 1 dan seorang guru tetap, Nurlaila, yang bertahan belajar mengajar di sana. Sedangkan 14 guru lain berstatus honorer. Selama mempertahankan sekolah itu bersama murid-muridnya, Nurlaila harus mendapat tekanan hebat dari kepala sekolah dan Dinas Pendidikan. Gaji dia, sejak bulan Desember lalu bahkan dihentikan oleh Dinas Pendidikan.

Kepala Subdinas Pendidikan SLTP Dikdas DKI Kamaluddin bergeming mengenai penghentian gaji Nurlaila. Termasuk ketika masa pembagian rapor, siswa kelas I SLTP 56 tak bisa memperolehnya. Masa catur wulan kemarin, Komite Sekolah SLTP 56 terpaksa mencetak buku rapor sendiri agar bisa dibagikan kepada 65 siswa. Nurlaila yang menandatanganinya selaku pejabat sementara SLTP 56. Para siswa pun sebetulnya belum mendapatkan nomor induk siswa (NIS) dari Dikdas.

Dan kin, setelah digembok, semangat rupanya tak surut. "Kami akan tetap melaksanakan kegiatan belajar mengajar di luar gedung," tandas Nurlaila. [ ]


Yulia Nuryanti
____________________________________________________
  IncrediMail - Email has finally evolved - Click Here

Kirim email ke