yg akan datang nich...nasip DKI akan ditentukan oleh PKS & Demokrat....(dg melihat 
perolehan kursi DPRD mendatang). Kita lihat aja...apa lebih bagus ataukah malah lebih 
korup dr partai penguasa sebelumnya (biasa OKB dg aji mumpungnya).
  ----- Original Message ----- 
  From: Shally's Mom 
  To: [EMAIL PROTECTED] 
  Sent: Monday, April 19, 2004 2:50 PM
  Subject: Re: [balita-anda] SLTP 56 Melawai - SOS


        Moga2 dipemerintahan yang akan datang ini, segala bentuk korupsi en konco2nya 
dapat dibabat habis bis bis ... mungkin bisa dimulai dari kita juga kali ya ... dengan 
TIDAK NYOGOK POLISI kalo kita ketilang, TIDAK pula NYOGOK Orang PEMDA kalo kita mo 
PERPANJANG KTP de el el ... hal2 kecil yang dampaknya besar buat anak cucu kita nanti 
... PEACE lah ... 

        Shally's Mom

        -------Original Message-------

        From: [EMAIL PROTECTED]
        Date: April 19, 2004 04:49:41 PM
        To: [EMAIL PROTECTED]
        Subject: Re: [balita-anda] SLTP 56 Melawai - SOS

        Negara ini memang memprihatinkan...sebagian besar penilaian hanya berdasarkan 
materi semata.....belum lagi kabar menyedihkan dimana Susi Susanti, yg sedianya akan 
mengharumkan nama bangsa dengan mjd org indonesia pertama yg akan membawa obor 
olimpiade, batal karena surat kbri nya ditahan pihak imigrasi....hik..hik...pihak 
pemerintah sendiri udah kehilangan nasionalismenya...
         
        -------Original Message-------

        From: [EMAIL PROTECTED]
        Date: Monday, April 19, 2004 2:29:03 PM
        To: [EMAIL PROTECTED]
        Subject: [balita-anda] SLTP 56 Melawai - SOS

        MOHON BANTUAN TINDAKAN PENYELAMATAN
        sebarkan !!!


        Serangan Fajar di Melawai
        Siswa SLTP 56 Belajar di Jalan

        Sebanyak 65 murid dan 15 guru SLTP 56 tetap menggelar aktivitas belajar 
mengajar meski gedung digembok Dinas Tramtib Jakarta. Tenda-tenda pun didirikan di 
depan sekolah.
        ------------------------------------------------------------------------------

        Situasi Melawai Raya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, lumayan tegang pagi 
hingga siang kemarin, Minggu (18/4). Puluhan pelajar SMP 56 bersama para alumni, 
mahasiswa simpatisan dan anggota Banteng Muda Indonesia sempat terlibat lempar 
melempar batu dengan aparat Keamanan-Ketertiban dan Perlindungan Masyarakat 
(Tramtib-Linmas) DKI Jakarta. Kaca depan mobil Ketua Forum Orang Tua-Murid Indonesia 
(FOMI) Lies Sugeng yang aktif membela keberadaan sekolah ini, pecah.

        Keributan berawal dari ulah aparat yang menyegel gedung SLTP 56, pagi buta. 
Menurut salah seorang guru bernama Nurlaila, sekitar pukul 04.00 waktu Indonesia 
barat, aparat datang dengan 16 kendaraan operasional. Mereka dipimpin langsung oleh 
Kepala Tramtib-Linmas DKI Jakarta Subagyo dan dikawal empat kendaraan polisi. Saat 
itu, ada sekitar 20-an anggota Komie Solidaritas Peduli 56 (KSP 56) yang menjaga 
gedung. Komite memang mendengar bakal ada aksi dari Dinas Tramtib, tapi tak menyangka 
yang dilakukan adalah serangan fajar.

        Menyadari jumlah yang tak sepadan, ke-20 pelajar dan mahasiswa simpatisan 
terpaksa meninggalkan gedung. Ketika kembali beberapa jam kemudian, mereka mendapati 
gedung sudah dirantai dengan dua buah gembok besar. Juga ada sebilah papan pengumuman 
berbunyi, "Tanah dan Bangunan Ini Milik Negara. Dilarang Masuk (Diancam Pidana 
Kurungan Sembilan Tahun Penjara, Pasal 167 dan 551 KUHP)".

        Suasana pun berubah panas dengan cepat. Para pelajar, alumni, mahasiswa, 
anggota Banteng Muda Indonesia, beberapa orang tua murid dan guru memprotes aksi 
sepihak aparat Tramtib yang dibantu polisi. Mereka menilai, aparat arogan dan hanya 
melayani kepentingan pengusaha. Sebab, sedianya hari Senin ini (19/4) perwakilan orang 
tua, murid dan guru bertemu dengan Dinas Pendidikan Jakarta tentang nasib keberadaan 
SLTP 56.

        Kesal karena aparat Tramtib berkeras tak mau mengosongkan gedung, KSP 56 
gantian menggembok pagar yang sudah terkunci itu. Mau tak mau, aparat terkurung selama 
beberapa jam. Baru pada pukul 14.30 diperoleh terjadi kesepakatan. Aparat Tramtib 
keluar dari kompleks SLTP 56 atas bantuan puluhan petugas Polsek Metro Kebaayoran Baru 
dan Polres Metro Jakarta Selatan. Sorak sorai dan cemooh terlontar saat barisan 
kendaraan pengangkut anggota Tramtib keluar dari sekolah.

        Selanjutnya, polisi menggerendel gerbang. Tak ada yang boleh masuk tanpa izin 
Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Siswa, guru dan orang tua pun lantas membangun 
tenda-tenda dibantu mahasiswa dan pemuda anggota Banteng Muda. Beberapa orang semalam 
kelihatan menginap di tenda-tenda tersebut.

        Gedung SLTP 56 menjadi rebutan setelah Kantor Wilayah Diknas Jakarta 
mengadakan perjanjian tukar guling dengan PT Tata Disantara, tahun 2000. Perusahaan 
yang diketahui milik pengusaha besar Abdul Latief, bekas Menteri Tenaga Kerja yang 
menguasai stasiun televisi Lativi. Sejumlah guru, orang tua murid serta murid menolak 
perjanjian tersebut. Apalagi, lokasi sekolah yang baru di kawasan Jeruk Purut, Jakarta 
Selatan, jauh dari tempat tinggal murid.

        Keinginan perusahaan Latief menguasai lahan yang strategis secara bisnis itu 
sudah beberapa tahun sebelum perjanjian terlaksana. Hanya selalu ditolak oleh kepala 
sekolah yang memimpin lembaga itu. Selang beberapa kepala sekolah, baru pada era 
kepemimpinan Titi Rohmani, tahun 2000, niatan Latif terkabul.

        Kasus ini pun lantas dibawa ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan secara class 
action (gugatan kelompok). Namun, Majelis Hakim Pengadilan menolak gugatan, pada 
Desember 2003, karena penggugat dianggap tidak berkualitas atau tidak tepat mewakili 
SLTP 56. Keputusan itu kemudian dibanding ke Pengadilan Tinggi Jakarta. Cuma, 
terhitung tahun ajaran 2003/2004, SLTP 56 Melawai tak diijinkan menerima murid baru.

        Kini tinggal 65 siswa kelas 1 dan seorang guru tetap, Nurlaila, yang bertahan 
belajar mengajar di sana. Sedangkan 14 guru lain berstatus honorer. Selama 
mempertahankan sekolah itu bersama murid-muridnya, Nurlaila harus mendapat tekanan 
hebat dari kepala sekolah dan Dinas Pendidikan. Gaji dia, sejak bulan Desember lalu 
bahkan dihentikan oleh Dinas Pendidikan.

        Kepala Subdinas Pendidikan SLTP Dikdas DKI Kamaluddin bergeming mengenai 
penghentian gaji Nurlaila. Termasuk ketika masa pembagian rapor, siswa kelas I SLTP 56 
tak bisa memperolehnya. Masa catur wulan kemarin, Komite Sekolah SLTP 56 terpaksa 
mencetak buku rapor sendiri agar bisa dibagikan kepada 65 siswa. Nurlaila yang 
menandatanganinya selaku pejabat sementara SLTP 56. Para siswa pun sebetulnya belum 
mendapatkan nomor induk siswa (NIS) dari Dikdas.

        Dan kin, setelah digembok, semangat rupanya tak surut. "Kami akan tetap 
melaksanakan kegiatan belajar mengajar di luar gedung," tandas Nurlaila. [ ] 


       
                     
             
                    Yulia Nuryanti 
             
       
  ____________________________________________________
    IncrediMail - Email has finally evolved - Click Here

Kirim email ke