Salah ketik kali pak Nur,jd lucu neh....
Novie - Mamanya Nicko
www.geocities.com/nickoandrean/nicko.html

----- Original Message -----
From: "Nur, Alam" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Cc: <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Thursday, July 01, 2004 9:44 AM
Subject: RE: [balita-anda] OOT Indigo Children


> maaf ya pak hartono...di akhiir tulisan ini kenapa bapak menulis seperti
ini pak???
>
> From
>
>
> Hartono
> Material Contol--->>> maksudnya apaan pak,,,salah tulis atau memang
sengaja????
>
> rgds
> alam
> -----Original Message-----
> From: hartono [mailto:[EMAIL PROTECTED]
> Sent: Tuesday, June 29, 2004 7:22 PM
> To: [EMAIL PROTECTED]
> Subject: [balita-anda] OOT Indigo Children
>
>
>
> Berbeda, tetapi Bukan Anak "Aneh"
> SEPANJANG perjalanan menuju rumah nenek, Ardi, sebut saja begitu, seperti
tidak bergerak. Wajahnya pucat pasi. Ia terus menutupi telinganya. Sang ibu
tak berani mengusik anak sulungnya. "Saya sebenarnya heran, kok Ardi
nangisnya sampai begitu waktu mendengar kabar ibu saya meninggal. Enggak
seperti anak kecil lain yang kehilangan neneknya. Sedih ya sedih, tapi
enggak gitu-gitu amat," ujar Dewi.
>
> BEGITU turun dari mobil, Ardi seperti terkesima melihat sesuatu di pintu
masuk. Ketika mencium jenazah neneknya, tiba-tiba ia kembali menutupi
telinganya dan tampak ketakutan. Pandangannya terus menuju ke luar pintu.
Setelah itu Ardi mengatakan kepalanya sakit, dan tidak ikut ke makam.
>
> Menjelang tengah malam, Ardi menanyakan apakah ibunya mendengar suara
petir siang tadi. Sang ibu menjawab, "Tidak." "Masak Mama enggak dengar, kan
keras sekali dan terus- terusan, Ma," kata Dewi menirukan ucapan Ardi saat
itu. "Sehabis itu Ardi menceritakan semuanya," lanjut Dewi. Selain petir,
Ardi melihat burung besar di pintu rumah sang nenek. "Burung itu enggak
pergi-pergi," ujar Ardi seperti ditirukan Dewi.
>
> Saat mencium neneknya, Ardi melihat sang nenek berjalan menuju sebuah
gerbang. Saat itu Ardi mendengar suara petir lagi, yang lebih keras dari
sebelumnya, dan ia menyaksikan neneknya melangkah melewati gerbang, terus
berjalan menuju tempat yang ia katakan "indah sekali".
>
> Peristiwa itu bukan yang pertama, sehingga Dewi dan suaminya tidak lagi
terkejut mendengar penuturan anak mereka. "Dia sering melihat macam- macam,
tetapi biasanya diam. Ia hanya mau berbicara sesudahnya, pelan-pelan dan
hanya kepada orang tertentu," sambung Dewi.
>
> Usia Ardi kini menjelang 10 tahun. Di sekolah ia termasuk cerdas. IQ-nya
antara 125-130. "Tapi gurunya bilang ia suka bengong di kelas," sambung
Dewi. Kepada ibunya, ia bercerita melihat macam-macam di sekolah, yang tidak
bisa dilihat orang lain, di antaranya anak tanpa anggota badan, dan ia
merasa sangat kasihan.
>
> Suatu hari saat belajar di rumah ia tersenyum. Ketika ditanya oleh sang
ibu, ia mengatakan ada anak persis sekali dengan dirinya. Hari berikutnya ia
bercerita, anak itu datang di sekolahnya. Ketika ditanya di mana ia tinggal,
anak itu menjawab, "Di sana," sambil telunjuknya menunjuk ke arah atas. "Ada
apa di sana?" tanya Ardi. Anak itu menjawab, "Ada orang gede- gede buanget.
Anak itu omongnya juga medhok lho Ma, kayak aku, persis," tutur Ardi seperti
diceritakan kembali oleh Dewi. Tentu tak ada orang lain melihat "anak itu"
kecuali Ardi.
>
> Dewi dan suaminya memahami apa yang terjadi pada Ardi dan juga adiknya.
Beberapa anggota keluarganya juga memiliki kepekaan lebih dibandingkan
dengan orang kebanyakan. Pada Ardi hal itu sudah terdeteksi saat masih bayi.
"Kalau dengar suara azan, Ardi tampak mendengarkan dengan penuh
konsentrasi," kenang Dewi. Menjelang usia 1,5 tahun, Ardi membaca kalimat
syahadat secara sambung-menyambung seperti wirid. Sesudah bisa jalan,
sebelum usia dua tahun, ia mulai mengambil sajadah sendiri, memakai sarung
sendiri dan membuat gerakan seperti orang shalat, meskipun bukan waktu
shalat.
>
> Toh tingkah laku Ardi membuat Dewi merasa agak risau. "Ia melihat dan
mendengar apa saja yang orang lain enggak bisa lihat dan enggak bisa
dengar," katanya. Ia tidak menceritakan situasi anaknya itu pada setiap
orang di luar keluarga. "Kalau enggak percaya bisa-bisa anak itu dianggap
berkhayal," lanjutnya.
>
> Dewi tidak mengecap anaknya berkhayal, karena dalam beberapa hal ia juga
memiliki kepekaan itu, meski hanya sampai tingkat tertentu. "Suatu sore,
sehabis shalat, saya merasa ada bayangan putih. Ardi rupanya juga melihat
karena ia tersenyum. Dia bilang, 'Ma, ada yang ngikutin, perempuan. Tapi
orangnya baik sekali.' Ketika saya tanya siapa, Ardi tidak menjawab."
>
> Suatu hari, Dewi membaca majalah yang menulis tentang tanda-tanda anak
indigo. "Lha saya pikir kok persis sekali sama anak saya. Lalu saya berusaha
menemui dr Erwin di Klinik Prorevital."
>
> ANAK-ANAK dengan kemampuan seperti Ardi bukan hal yang baru di dunia,
tetapi fenomenanya semakin jelas 20 tahun terakhir ini. Beberapa film
mengisahkan kemampuan anak dan manusia dewasa dengan kemampuan semacam itu,
di antaranya The Sixth Sense, dan film-film seri seperti The X Files.
>
> Menurut dr Tubagus Erwin Kusuma SpKj, psikiater yang menaruh perhatian
pada masalah spiritualitas, anak-anak seperti itu semakin muncul di
mana-mana di dunia, melewati batas budaya, agama, suku, etnis, kelompok, dan
batas apa pun yang dibuat manusia untuk alasan-alasan tertentu.
>
> Fenomena itu menarik perhatian banyak pihak, karena dalam paradigma
psikologi manusia, anak-anak itu dianggap "aneh". Pandangan ini muncul
karena selama ini kemanusiaan telanjur dianggap sebagai hal yang statis, tak
pernah berubah. "Padahal, semua ciptaan Tuhan selalu berubah," ujar dr
Erwin.
>
> Sebagai hukum, masyarakat cenderung memahami evolusi tapi hanya untuk yang
berkaitan dengan masa lalu. "Fenomena munculnya anak-anak dengan kemampuan
seperti itu merupakan bagian dari evolusi kesadaran baru manusia, yang
secara perlahan muncul di bumi, terutama sejak awal milenium spiritual
sekitar tahun 2000 yang disebut Masa Baru, The New Age, atau The Aquarian
Age. Semua ini merupakan wujud kebesaran Allah," tegas Erwin.
>
> Fisik anak-anak indigo sama dengan anak-anak lainnya, tetapi batinnya tua
(old soul) sehingga tak jarang memperlihatkan sifat orang yang sudah dewasa
atau tua. Sering kali ia tak mau diperlakukan seperti anak kecil dan tak mau
mengikuti tata cara maupun prosedur yang ada. Kebanyakan anak indigo juga
memiliki indra keenam yang lebih kuat dibanding orang biasa. Kecerdasannya
di atas rata-rata.
>
> Istilah "indigo" berasal dari bahasa Spanyol yang berarti nila. Warna ini
merupakan kombinasi biru dan ungu, diidentifikasi melalui cakra tubuh yang
memiliki spektrum warna pelangi, dari merah sampai ungu. Istilah "anak
indigo" atau indigo children juga merupakan istilah baru yang ditemukan
konselor terkemuka di AS, Nancy Ann Tappe.
>
> Pada pertengahan tahun 1970-an Nancy meneliti warna aura manusia dan
memetakan artinya untuk menandai kepribadiannya. Tahun 1982 ia menulis buku
Understanding Your Life Through Color. Penelitian lanjutan untuk
mengelompokkan pola dasar perangai manusia melalui warna aura mendapat
dukungan psikiater Dr McGreggor di San Diego University.
>
> Dalam klasifikasi yang baru itu Nancy membahas warna nila yang muncul kuat
pada hampir 80 persen aura anak-anak yang lahir setelah tahun 1980. Warna
itu menempati urutan keenam pada spektrum warna pelangi maupun pada deretan
vertikal cakra, dalam bahasa Sansekerta disebut cakra ajna, yang terletak di
dahi, di antara dua alis mata.
>
> "Itulah mata ketiga," ujar dr Erwin. The third eye itu, menurut dia,
berkaitan dengan hormon hipofisis (pituary body) dan hormon epificis (pineal
body) di otak. Dalam peta klasifikasi yang dibuat Nancy, manusia dengan aura
dominan nila dikategorikan sebagai manusia dengan intuisi dan imajinasi
sangat kuat.
>
> "Letak indigo ada di sini," jelas Tommy Suhalim sambil menjalankan
perangkat teknologi pembaca aura, aura video station (AVS). Alat yang
protipenya dibuat oleh Johannes R Fisslinger dari Jerman tahun 1997 ini
lebih canggih dibandingkan perangkat teknologi serupa yang ditemukan Seymon
Kirlian tahun 1939, dan Aura Camera 6000 yang dibuat Guy Coggins tahun 1992
berdasarkan Kirlian Photography.
>
> Tom menunjukkan titik berkedip berwarna nila tua, sangat jelas di antara
kedua mata Vincent Liong (19). Murid kelas dua tingkat SLTA di Gandhi
International School itu sudah menulis buku pada usia 14 tahun dan bukunya
diterbitkan oleh penerbit terkemuka di Indonesia. Buku Berlindung di Bawah
Payung itu merupakan refleksi, berdasarkan kejadian sehari- hari yang sangat
sederhana.
>
> Pergulatan pemikiran yang muncul dalam tulisan-tulisannya kemudian seperti
datang dari pemikiran orang bijak, dan menjadi bahan pembicaraan. Pemilihan
angle-nya tidak biasa, dan hampir tidak terpikir bahkan oleh orang dewasa
yang menekuni bidang itu. Belakangan ia banyak menulis soal spiritual, namun
tetap dilihat dalam konteks ilmiah dan rasional.
>
> Mungkin karena minatnya yang sangat besar pada dunia tulis-menulis,
Vincent tidak terlalu berminat dengan beberapa mata pelajaran di sekolahnya.
Orangtuanya yang tergolong demokratis pun sering tidak mengerti apa yang
diingini anaknya yang ber-IQ antara 125-130 ini. "Dia keras kepala. Kemarin
ia tidak mau ikut ujian matematika," sambung Liong, ayahnya.
>
> Vincent mengaku "takut" pada matematika sejak kecil, tapi mengaku disiplin
pada aturan mainnya sendiri. "Sejak kecil aku bingung pada dogma satu tambah
satu sama dengan dua. Aku juga bingung dengan ilmu ekonomi karena dalam
realitas sosial berbeda," tegas Vincent.
>
> Toh sang ibu sudah menengarai keistimewaan anaknya sejak bayi. Waktu SD,
Vincent biasa bergaul dengan gurunya, dan orang-orang setua gurunya.
Pertanyaannya banyak dan sangat kritis. "Saya langganan dipanggil guru bukan
hanya karena anak itu sulit. tetapi juga karena karangan-karangannya membuat
guru-gurunya kagum," ujar Ny Ina.
>
> Vincent sudah menulis tentang teleskop berdasarkan pengamatan dan
referensi pada usia SD. "Di rumah ia membawa ensiklopedi yang besar- besar
itu ke kamarnya," ujar Ny Ina. "Kamarnya kayak kapal pecah. Tidurnya dini
hari karena menulis," sambung Liong. "Saya sering meminta agar ia
menyelesaikan pendidikan formalnya dulu, karena bagaimanapun itu sangat
penting," lanjut Liong.
>
> "PENDIDIKAN formal sangat penting karena anak-anak indigo harus membumikan
'ilmu langitnya' untuk kebaikan manusia. Bukan sebaliknya," ujar Rosini
(40). Ia menganjurkan, agar anak-anak yang memiliki kemampuan berbeda itu
tidak dieksploitasi oleh orangtua dan lingkungannya untuk mencari nomor
togel atau menjadi dukun atau klenik. "Bukan itu misi anak-anak indigo,"
tegas Rosi.
>
> Anak-anak itu sebenarnya punya mekanisme pertahanannya sendiri. Annisa,
misalnya. Gadis kecil berusia 4,5 tahun ini tiba-tiba berbicara dalam bahasa
Inggris beraksen Amerika begitu ia bisa bicara pada usia 2,5 tahun. Padahal
orangtuanya tidak berbahasa Inggris dengan baik. Meski tampak menggemaskan,
dalam banyak hal ia berbicara dan bersikap seperti orang dewasa, bahkan
menyebut dirinya "orang Amerika" karena "datang dari Amerika". Nisa menyebut
ibunya, Yenny bukan dengan panggilan mama.
>
> Kemampuan melihat dan mendengar Nisa sangat tajam pada pukul 23.00 sampai
dini hari. Tetapi kalau secara sengaja diminta memperlihatkan kemampuannya,
ia akan menolak dengan tidak memperlihatkan kemampuan itu sehingga ia tampak
seperti anak-anak lainnya," ujar Yenny. Kata sang ibu, Nisa tidak mudah
bersalaman dengan orang. Ia seperti tahu orang yang suka pergi ke dukun atau
memakai jimat. Namun sebagai anak-anak Nisa juga suka menyanyi dan bermain.
>
> Jenis dan kemampuan anak indigo bermacam-macam. Meski memiliki kepekaan
yang kuat, kepekaan mendengar dan melihat sesuatu yang tidak didengar dan
dilihat orang kebanyakan, berbeda-beda gradasinya.
>
> Menurut Lanny Kuswandi, fasilitator program relaksasi di Klinik
Prorevital, mengutip dr Erwin, "Ada tipe humanis, tipe konseptual, tipe
artis, dan tipe interdimensional. Pendekatan terhadap mereka juga
berbeda-beda," sambungnya.
>
> Namun karena dianggap "aneh", tak jarang diagnosisnya keliru dan
penanganannya lebih bersandar pada obat-obatan. "Ada anak indigo yang
dianggap autis, ADHD (Attention-Deficit Hyperatictve Disorder) maupun ADD
(Attention Deficit Disorder). Padahal tanda-tandanya berbeda," sambung
Erwin. Kekeliruan semacam ini juga terjadi di AS, karena banyak ahli
menganggap anak-anak itu menderita "gangguan" yang harus dihilangkan.
>
> "Saya beberapa kali pergi ke psikolog dan psikiater," ujar Rosini.
Profesional di suatu perusahaan swasta terkemuka itu suatu saat dalam
hidupnya merasa sangat terganggu oleh suara-suara itu. Orangtuanya juga
merasa anaknya "aneh" karena kerap memberi tahu peristiwa yang akan terjadi,
tetapi menolak mengakui kemampuan anak itu.
>
> "Dalam tes yang dibuat oleh mereka, saya dinyatakan sehat. Tidak ada
gangguan apa pun," sambung Rosini. Sebaliknya, ia melihat psikolog dan
psikiater yang melakukan tes terhadap dirinyalah yang bermasalah. Ia juga
pernah mencoba mencari paranormal untuk membuang kemampuannya itu, meski
suara-suara itu mengatakan "jangan".
>
> Akhirnya Rosi berdamai dengan dirinya dan mengembalikan kemampuannya
sebagai wujud kebesaran Allah SWT, dengan berusaha untuk terus mendekatkan
diri pada Sang Pencipta. Karena itu ia ingin membantu orangtua dengan
anak-anak indigo agar anak- anak itu tidak melewati masa pencarian yang
rumit seperti dirinya.
>
> Indigo children, menurut Erwin, bukan fenomena terakhir, karena akan lahir
anak-anak yang disebut sebagai crystal children. "Anak-anak dengan warna
dasar aura, bening dan lengkap. Mereka lahir dari orangtua yang spiritual."
>
> Mungkin Cita (9) termasuk anak itu. Keluarganya, sampai nenek-neneknya,
spiritualis. Ia bisa melihat sinar dan malaikat di rumah ibadah, khususnya
ketika orang-orang sedang berdoa. Ini hanya salah satu kemampuan "melihat"
milik anak yang selalu mendapat rangking di sekolah itu. Cita tahu kapan
hujan akan turun hari itu dan sebaliknya, meskipun mendung sudah
menggantung.
>
> "Ia menjadi teman dan penasihat kami, bapak-ibunya. Di sekolah, di
keluarga besar kami, terasa ia menebarkan aura kedamaian dan kebahagiaan.
Anak itu sangat tenang dan pemaaf," ujar ibunya, Ny Dita. (MH)
>
>
>
> Sumber: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0406/27/keluarga/1111602.htm
>
> From
>
>
> Hartono
> Material Contol
>
>
>
>
> This communication is for use by the intended recipient and contains
> information that may be privileged, confidential or copyrighted under
> applicable law.  If you are not the intended recipient, you are hereby
> formally notified that any use, copying or distribution of this e-mail,
> in whole or in part, is strictly prohibited.  Please notify the sender
> by return e-mail and delete this e-mail from your system.  Unless
> explicitly and conspicuously designated as "E-Contract Intended",
> this e-mail does not constitute a contract offer, a contract amendment,
> or an acceptance of a contract offer.  This e-mail does not constitute
> a consent to the use of sender's contact information for direct marketing
> purposes or for transfers of data to third parties.
>
>  Francais Deutsch Italiano  Espanol  Portugues  Japanese  Chinese  Korean
>
>             http://www.DuPont.com/corp/email_disclaimer.html
>
>
>
> ---------------------------------------------------------------------
> >> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/
> >> Info balita, http://www.balita-anda.com
> >> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
>
>


---------------------------------------------------------------------
>> Kirim bunga, buket balon atau cake, klik,http://www.indokado.com/
>> Info balita, http://www.balita-anda.com
>> Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]

Kirim email ke