Lala Nurlilawati
PT Thames Pam Jaya / Perkantoran Pulomas Satu Gedung I Lt. 2, Jl. A. Yani No. 2, 
Jakarta Timur 
13210 / Tel : (021) 47867941 Ext. 2304 & 2115 / Fax : (021) 47867943 / mailto:[EMAIL 
PROTECTED]


Subject: Berhenti Menjadi Pengemis
 

Selama ini, saya selalu menyediakan beberapa uang receh untuk
berjaga-jaga kalau melewati pengemis atau ada pengemis yang
menghampiri. Satu lewat, ku beri, kemudian lewat satu pengemis 
lagi, kuberi. Hingga persediaan receh di kantong habis baru lah aku 
berhenti dan menggantinya dengan kata "maaf" kepada pengemis yang ke 
sekian.

Tidak setiap hari saya melakukan itu, karena memang pertemuan 
dengan pengemis juga tidak setiap hari. Jumlahnya pun tidak besar, hanya 
seribu rupiah atau bahkan lima ratus rupiah, tergantung persediaan.

Sahabat saya, Diding, punya cara lain. Awalnya saya merasa bahwa 
dia pelit karena saya tidak pernah melihatnya memberikan receh kepada
pengemis. Padahal kalau kutaksir, gajinya lebih besar dari gajiku.

Bahkan mungkin gajiku itu besarnya hanya setengah dari gajinya. 
Tapi setelah apa yang saya lihat sewaktu kami sama-sama berteduh 
kehujanan di Pasar Minggu, anggapan saya itu ternyata salah.

Seorang ibu setengah baya sambil menggendong anaknya menghampiri 
kami seraya menengadahkan tangan. Tangan saya yang sudah berancang-ancang 
mengeluarkan receh ditahannya. 
Kemudian Diding mengeluarkan dua lembar uang dari sakunya, satu lembar 
seribu rupiah, satu lembar lagi seratus ribu rupiah. Sementara si ibu tadi 
ternganga entah apa yang ada di pikirannya sambil memperhatikan dua lembar 
uang itu.

"Ibu kalau saya kasih pilihan mau pilih yang mana, yang seribu rupiah atau 
yang seratus ribu?"
 tanya Diding Sudah barang tentu, siapa pun orangnya pasti akan memilih 
yang lebih besar. Termasuk ibu tadi yang serta merta menunjuk uang seratus 
ribu.

"Kalau ibu pilih yang seribu rupiah, tidak harus dikembalikan. 
Tapi kalau ibu pilih yang seratus ribu, saya tidak memberikannya 
secara cuma-cuma. Ibu harus mengembalikannya dalam waktu yang kita 
tentukan, bagaimana?" terang Diding.

Agak lama waktu yang dibutuhkan ibu itu untuk menjawabnya. 
Terlihat ia masih nampak bingung dengan maksud sahabat saya itu. Dan,
"Maksudnya... yang seratus ribu itu hanya pinjaman?"

"Betul bu, itu hanya pinjaman. Maksud saya begini, kalau saya berikan 
seribu rupiah ini untuk ibu, paling lama satu jam mungkin sudah habis. 
Tapi saya akan meminjamkan uang seratus ribu ini untuk ibu agar esok hari 
dan seterusnya ibu tak perlu meminta-minta lagi," katanya.

Selanjutnya Diding menjelaskan bahwa ia lebih baik memberikan 
pinjaman uang untuk modal bagi seseorang agar terlepas dari kebiasaannya 
meminta-minta. Seperti ibu itu, yang ternyata memiliki kemampuan membuat 
gado-gado. Di rumahnya ia masih memiliki beberapa perangkat untuk 
berjualan gado-gado, seperti cobek, piring, gelas, meja dan lain-lain. 
Setelah mencapai kesepakatan, akhirnya kami bersama-sama ke rumah
ibu tadi yang tidak terlalu jauh dari tempat kami berteduh. Hujan 
sudah reda, dan kami mendapati lingkungan rumahnya yang lumayan ramai. 
Cocok untuk berdagang gado-gado, pikirku.
 
 *** ( beberapa waktu berlalu )

Diding sering menyempatkan diri untuk mengunjungi penjual 
gado-gado itu. Selain untuk mengisi perutnya -dengan tetap membayar- ia 
juga berkesempatan untuk memberikan masukan bagi kelancaran usaha ibu
penjual gado-gado itu.
Belum tiga bulan dari waktu yang disepakati untuk mengembalikan 
uang pinjaman itu, dua hari lalu saat Diding kembali mengunjungi 
penjual gado-gado. Dengan air mata yang tak bisa lagi tertahan, ibu 
penjual gado-gado itu mengembalikan uang pinjaman itu ke Diding. "Terima 
kasih, Nak. Kamu telah mengangkat ibu menjadi orang yang lebih terhormat."

Diding mengaku selalu menitikkan air mata jika mendapati orang 
yang dibantunya sukses. Meski tak jarang ia harus kehilangan uang itu
karena orang yang dibantunya gagal atau tak bertanggung jawab.
Menurutnya, itu sudah resiko. Tapi setidaknya, setelah ibu 
penjual gado-gado itu mengembalikan uang pinjamannya berarti akan ada 
satu orang lagi yang bisa ia bantu. Dan akan ada satu lagi yang berhenti 
meminta-minta.
Ding, inginnya saya menirumu. Semoga bisa ya.
 


    
----------------------------------------------------
EMAIL DISCLAIMER
    
This email and any files transmitted with it is 
confidential and intended solely for the use of
the individual or entity to whom it is addressed.
Any personal views or opinions stated are solely 
those of the author and do not necessarily 
represent those of the company.
   
If you have received this email in error 
please notify the sender immediately. 
Please also delete this message and 
attachments if any from your computer.

Kirim email ke