Hi pak Feri, Tidak semuanya, tapi bayi biasanya excited banget waktu diperkenalkan dengan makanan padat pertama kali. Saya coba drop artikel yang mungkin ada hubungannya dengan kasus Feriska, ya pak. Di artikel itu disebutkan, ada 3 macam observasi yang bisa dilakukan ortu jika mendapati anaknya muntah/gumoh setiap kali waktu makan. Mungkin Feriska termasuk di antaranya: 1. Feeding problem (mis. tekstur makanannya terlalu kasar, refleks menelan dan chewing skillnya baru tahap 'belajar', dia tidak suka dengan jenis atau rasa makanannya, dll.) 2. Penyakit (mis. gangguan sistem pencernaan, sedang tidak fit, dll. Muntah pada anak termasuk salah satu gejala penyakit - selain dari batuk/pilek, demam dan diare - yang perlu segera dicari penyebabnya. Kadang perlu bantuan dokter untuk mengobati penyakitnya (bukan muntahnya)). 3. Psikologi (mis. 'trauma' karena pernah dipaksa makan, terus-terusan 'disuruh' makan, wajah ortu/pengasuh sudah 'tegang' duluan saat menyuapi sehingga mempengaruhi perasaan si anak, dll.) Coba dulu di-observasi, ya pak... apa kira-kira penyebab Feriska muntah, baru dicari solusinya. Semoga Feriska cepat menikmati waktu-waktu makannya, Sylvia - Jovan's mum -------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- PEMBERIAN MAKAN PERTAMA PADA BATITA, KENALI PROBLEMANYA (sumber: http://www.aplcare.com/news/aplnews/detail.asp?num=157) Masa pemberian makan pertama pada anak batita (bayi di bawah usia tiga tahun), umumnya ketika memasuki usia 6 bulan terkadang menimbulkan reaksi penolakan. Salah satu tandanya antara lain seperti fenomena ‘gumoh’ hingga muntah. Alhasil, Ibu pun dibuat bingung menghadapi perilaku anak di bawah setahun yang kerap kali memuntahkan makanan yang baru saja disuapkan. Bila si Ibu kurang sabar dan tidak telaten, peristiwa ini terkadang membuat si Ibu jengkel. Kenyataannya, terdapat perbedaan antara gumoh dan memuntahkan makanan. Karena terjadi pada usia yang masih kecil, hingga perbedaan ini tidak begitu terlihat, untuk itu orang tua perlu mengetahui perbedaan antara ‘gumoh’ dan muntah. Menurut Dr. Kishore R.J. – Poliklinik Anak RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, fenomena ‘gumoh’ terjadi pada semua bayi usia di bawah setahun, begitu setahun lewat maka kejadian ini berhenti. Namun terkadang, menurutnya ada pula di usia di atas 6 bulan, ‘gumoh’ pun sudah mulai berkurang. Kecuali bayi-bayi di bawah 6 bulan, terutama bayi yang baru lahir. “Sebenarnya, soal ‘gumoh’ ini tak perlu terlalu dikhawatirkan. Hanya saja orang tua harus tahu apa penyebabnya dan kemudian segera mengatasinya”, ujar Dr. Kishore. BEDA ‘GUMOH’ DENGAN MUNTAH Apa sebenarnya yang menyebabkan bayi Anda mengalami ‘gumoh’? Masih menurut Dr. Kishore, ‘gumoh’ terjadi karena ada satu organ, yang berfungsi untuk menyalurkan makanan ke lambung, berbentuk seperti cincin yang fungsinya seperti klep, belum sepenuhnya berfungsi sempurna. “Sehingga bila si bayi minum, terus ditidurkan, lalu ‘ngulet’... nah kemudian ada cairan yang ke luar. Pada saat makanan ke luar, bayi refleks untuk memuntahkan yang kita kenal dengan istilah ‘gumoh’”, terangnya. Menurutnya, beda antara muntah dan ‘gumoh’ adalah jika ‘gumoh’ yang keluar jumlahnya sedikit-sedikit, sedangkan muntah ke luar dengan sekuat tenaga dan disertai mual-mual. Adakalanya ‘gumoh’ terjadi bila bayi merasa kesal karean tak bisa menelan hingga ia pun menangis. “Seringkali bila hal ini terjadi, pengasuh atau orang tua malah memaksakan pemberiannya. Misal, dengan menaruh si bayi di posisi mendatar, lalu mencekoki makanannya. Otomatis bayi akan membatukkannya hingga terjadi muntah. Peristiwa ini berbahaya sekali, karena saat itu makanan bisa masuk ke saluran napas dan menyumbatnya hingga berakibat fatal,” ujar Kishore memperingatkan. Mengomentari terjadinya ‘gumoh’ ini, Dr. Kishore berpesan bahwa ‘gumoh’ adalah gejala alami sangat natural dan terjadi pada setiap bayi, sehingga kita tidak bisa mencegahnya. “Yang bisa kita cegah adalah komplikasinya,” demikian terang Dr. Kishore. Yang berbahaya dari ‘gumoh’ itu menurutnya, seandainya bila ada air susu yang masuk ke lambung. Di lambung itu ada asam lambung, sehingga susu itu bercampur dengan asam lambung. Kalau itu ke luar, dari mulut atau dari hidung, posisi bayi segera dimiringkan atau ditengkurapkan biar tidak tertelan masuk ke paru-paru. Yang masuk ke paru-paru itu yang berbahaya! Untuk meminimalkan ‘gumoh’, Dr. Kishore menyarankan, pada saat pertengahan pemberian minum, kalau perlu disendawakan supaya udaranya ke luar baru si bayi minum kembali. Tapi itu pun tidak menjamin tidak akan terjadi ‘gumoh’. ‘Gumoh’ tidak disebabkan oleh minuman/makanan tertentu, namun untuk muntah mungkin saja dipicu oleh makanan, misalnya ada makanan yang terlalu asam, ada yang terkontaminasi bakteri, ada yang keracunan, semua itu bisa menyebabkan muntah, tapi tidak ‘gumoh’. MAKAN DIPAKSA, PICU TRAUMA Bila anak kerap muntah saat diberi makan, kemungkinan ada beberapa faktor yang menyebabkannya. Yang sering terjadi adalah feeding problem atau problem pemberian makan. Khusus menyoroti feeding problem ini, biasanya terjadi dalam keluarga yang kedua orang tuanya bekerja sehingga anak diasuh oleh baby sitternya. Saat ke dokter dan diketahui bobot anak berkurang akhirnya si babysitter diberi tugas untuk memperbaiki bobot anak. Biasanya yang terjadi kemudian, adalah menempuh cara paksa, peristiwa tsb. malah membuat anak trauma, “Melihat makanan saja sudah membuat anak ingin muntah. Wah, dijejelin lagi nih, begitu pikir anak, jadi itu salah satu penyebabnya,” tambah Kishore. Selain trauma, penyebab kedua anak susah makan adalah penyakit. Untuk yang satu ini memang harus ditangani oleh dokter. Kemudian yang ketiga adalah faktor psikologi, yaitu si kecil merasa makan itu bukan urusannya. Kondisi ini terjadi ketika seluruh anggota keluarga menyuruh si kecil untuk makan, bapak, ibu, kakek, nenek, om, tante, semua menyuruhnya makan, hingga si kecil berpikir makan bukanlah urusannya. Hal ini juga bisa membuat anak muntah-muntah, karena punya riwayat waktu kecil ia sering dipaksa makan. Seharusnya orang tua membiasakan mengajak anak duduk bersama sewaktu bapak dan ibunya makan. Mungkin selama acara makan berlangsung, meja makan akan berantakan dengan ulahnya. Kebanyakan yang terjadi adalah, orang tua memarahi anak. Ini bisa membuat anak trauma. Asalkan anak tidak mencoba meraih sambal, lebih baik orang tua membiarkan saja anak mengambil makanan yang mau dicobanya. Dengan mengajaknya makan bersama justru mengajarnya mandiri. Cara makan bersama keluarga atau makan bersama teman sebaya akan lebih efektif merangsang anak untuk makan dibanding dengan cara paksa/menjejali yang membuatnya trauma, karena anak akan berpikir makan bukanlah urusannya. BERI MAKAN SECARA BERTAHAP Dr. Kishore menyarankan untuk usia 4-6 bulan pertama, bila mungkin cukup diberi ASI ekslusif saja tanpa pemberian makanan tambahan atau susu formula. Tapi kalau satu dan lain hal ASI tidak bisa diberikan, maka selama 4 bulan pertama bayi diberikan susu formula, tanpa makanan padat! Setelah 4 bulan, baru mulai diperkenalkan makanan di luar susu, yang lebih dikenal dengan makanan pendamping, karena memang belum menjadi makanan pokok. Hingga bayi berusia setahun, susu – baik ASI maupun bubuk – tetap menjadi makanan pokok. Buah dikategorikan sebagai makanan pendamping jadi porsinya hanya untuk memperkenalkan saja. Setelah 6 bulan, baru kita bisa mulai dengan bubur tim yang dapat dicampur dengan ayam, hati ayam dan sayur. Kemudian kita juga dapat memodifikasi rasa di luar manis. Kalau selama 6 bulan ia hanya kenal yang manis kecuali buah, kita kenalkan makanan yang tidak manis. Setelah setahun, baru kita harapkan balita boleh memakan bubur lembek, makanan tidak perlu diblender lagi. Nah setelah setahun makanan pokok bayi bukan susu lagi, susu diberikan maksimal 3 kali. FAKTOR PENYEBAB “GUMOH” DAN MUNTAH PADA BAYI REFLEKS MENELAN BELUM BAGUS Bila karena refleks menelannya memang belum bagus, terang Kishore lebih lanjut, ketika makanan di taruh di bagian depan lidahnya, si bayi berusaha menelannya dengan menjulurkan lidahnya. Namun bukannya bisa masuk, malah makanannya jadi ke luar lagi. Seperti halnya bayi mau belajar merangkak, kadang jalannya bukannya maju malah mundur karena koordinasi motoriknya belum bagus. Sementara kalau dia mengisap ASI, tak jadi masalah, karena puting ada di belakang lidahnya. “Tentunya tak mungkin kita taruh makanan di belakang lidahnya, bukan?” Refleks menelan ini, papar Kishore, akan membaik dengan sendirinya. Tergantung kemampuan masing-masing bayi dalam menelan. Umumnya di atas usia 6 bulan. Jika refleks menelannya belum baik dan bayi belum bisa menelan makanan padat, ktia bisa mengatasinya dengan mengencerkan lagi makanannya dengan cara memblender hingga mudah baginya untuk menelan. TAK KENAL DENGAN MAKANANNYA Jika bayi tak kenal atau tak suka dengan makanannya, baik yang semi padat ataupun padat, tentu akan ditolaknya. “Selama ini makanan yang diterima bayi selalu dalam bentuk cair. Sementara kini dia mulai mendapatkan makanan yang agak kental, semisal bubur susu, atau makanan agak padat, semisal nasi tim. Nah, karena tidak kenal, pasti awalnya akan ditolaknya,” papar Kishore. Bila demikian kejadiannya, pemberiannya harus dimundurkan dengan cara agak diencerkan lagi. “Jangan memaksakan bayi dengan kemauan kita karena akan membuatnya trauma. Bisa jadi setiap kali melihat mangkuk makanan, dia jadi menangis karena takut dijejalkan.” RASANYA BERBEDA Ada pula bayi yang menolak nasi tim karena rasanya yang berbeda. Jangan lupa, selama 6 bulan pertama, bayi kenalnya hanya rasa manis. Nah, nasi tim tak manis seperti halnya bubur susu, kan? Jadi, ada kemungkinan dia tak suka karena rasanya tak manis. Kalau bayi tak suka karena tak mengenal rasa nasi tim tsb., bisa diupayakan agar si bayi belajar mengenal rasa. Jadi rasanya yang harus diubah dan divariasikan. Misal, awalnya nasi tim tsb. diberi tambahan glukosa atau yang paling mudah adalah kecap manis, hingga rasa nasi tim tsb. masih ada manisnya. Semakin lama, kecapnya agak dikurangi hingga bayi mengenal rasa nasi tim yang lain. Muntah juga bisa terjadi, misal, karena bayi kekenyangan makan atau minum ataupun karena bayi ‘ngulet’ hingga tekanan di perutnya tinggi, akibatnya susunya keluar lagi. GANGGUAN SFINGTER Sementara bila karena ada gangguan di saluran cernanya, kita tahu bahwa pada saluran pencernaan itu ada saluran makan (esophagus), yang berawal dari tenggorokan sampai lambung, pada saluran yang menuju lambung ini ada semacam klep atau katup yang dinamakan sfingter. Fungsinya untuk mencegah keluarnya kembali makanan yang sudah masuk ke lambung. Umumnya sfingter pada bayi belum bagus dan akan membaik dengan sendirinya sejalan bertambahnya usia. Umumnya di atas usia 6 bulan. Namun adakalanya di usia itu pun si bayi masih mengalami gangguan. Jadi, sifatnya sangat bervariasi. Tentunya kalau sfingter tidak bagus, maka makanan yang masuk ke lambung bisa ke luar lagi. Gejalanya biasanya kalau pada bayi akan lebih sering ‘gumoh’, terutama sehabis disusui. Apalagi bila ia ditidurkan dengan posisi terlentang. Ingat, cairan selalu mencari tempat yang paling rendah, bukan? Begitu pun bila setiap kali diberi makanan padat muntah, harus dicurigai bahwa sfingternya tidak bagus. Apalagi bila berat badan bayi tidak nai-naik, misal selama 1-2 bulan. Kadang ada juga sfingter dengan gangguan, yang disebut hipertropi pylorus stenosis, yaitu adanya otot pylorus yang menebal hingga makanan akan susah turun dari lambung ke usus, akhirnya keluar muntah. Gejalanya, tiap kali diberikan makanan padat akan muntah, tetapi kalau makanan cair tidak. Selain itu, berat badannya pun sulit naik. Jika gangguannya berat, makanan cair pun biasanya tak bisa lewat, hingga mengganggu pertumbuhan si bayi karena tak ada penyerapan makanan. Jika demikan kondisinya, harus dilakukan tindakan operasi secepatnya untuk memperbaiki klepnya hingga saluran makanan dari lambung ke usus bisa jalan dengan lancar. Namun kalau gangguannya ringan saja, misal, muntahnya jarang dan setelah dilakukan pemeriksaan dengan rontgen atau USG ditemui hipertropi sfingter ringan, berat badan anak tetap naik. Umumnya jika kasusnya demikian, tindakan operasi bisa ditunda. Diharapkan dengan bertambahnya usia, bayi mulai berdiri tegak hingga makanan lebih mudah turun TIPS MENGHADAPI BAYI MUNTAH Jika bayi muntah, cepat miringkan tubuhnya atau diangkat ke belakang seperti disendawakan atau ditengkurapkan agar muntahannya tak masuk ke saluran napas yang dapat menyumbat dan berakibat fatal. Jika muntahnya ke luar lewat hidung, orang tua tak perlu khawatir. “Ini berarti muntahnya ke luar. Bersihkan saja segera bekas muntahnya. Justru yang bahaya bila dari hidung masuk lagi terisap ke saluran napas. Karena bisa masuk ke paru-paru dan menyumbat jalan napas. Jika ada muntah masuk ke paru-paru tak bisa dilakukan tindakan apa-apa, kecuali membawanya segera ke dokter untuk ditangani lebih lanjut”. -------------------------------------------------------------------------------------From: Feri herizal [mailto:[EMAIL PROTECTED] Subject: [balita-anda] balita sering muntah sudah sebulan belakangan ini feiska sering muntah kalau dikasih makan, heran nya kadang-kadang baru ngeliat mangkok makannya aja dia udah ueeeg ueeeng padahal umurnya baru 6 bln (koq ya ngerti mau di kasih makan), yang namanya daun-daunan udah pada dicobaain mulai dari daun jarak sampai daun pace tapi tetap aja, <deleted>
--------------------------------- Do you Yahoo!? Yahoo! Mail - Helps protect you from nasty viruses.