Ridho dan Rifa
  Oleh: Wuland
  Sumber: http://www.kotasantri.com


  Masih di sudut gang seperti biasa, menunggu dan terus
  menunggu, entah sudah berapa jam gadis kecil dengan
  baju lusuhnya duduk di sudut gang sempit itu. Sesekali
  dia mengusap dahinya yang dibasahi peluh, dengan mata
  beningnya dia terus menatap ke arah jalan raya. 

  Ini sudah lewat dari waktu anak-anak SD pulang
  sekolah, tapi suasana jalanan tak pernah lengang
  sebelum malam menjemput. Gadis kecil itu tiba-tiba
  berdiri dan berlari menyongsong seseorang yang
  kelihatannya sedari tadi ditunggunya.

  "Baaaannggg!!!" sambut gadis kecil tadi riang, dengan
  langkah-langkah pendeknya dia berlari ke arah kakaknya
  yang berumur 10 tahun, 4 tahun lebih tua dari gadis
  kecil tadi. 

  "Fa, ayo kita nyari tempat buat makan, Ab ang punya
  nasi bungkus nih, kamu pasti sudah lapar sekali nunggu
  dari tadi di sini," Ridho langsung meraih pergelangan
  tangan yang terasa begitu kurus di genggaman telapak
  tangannya. 

  Dengan wajahnya yang makin sumringah Rifa berlari-lari
  kecil untuk mengimbangi langkah-langkah cepat
  kakaknya. Tak ada yang memperhatikan tingkah kedua
  anak kecil itu, semua orang sibuk dengan urusannya
  sendiri-sendiri, sibuk dengan dunianya masing-masing. 

  Dua anak malang yang harus menjalani masa kecilnya
  dengan memeras keringat sendiri, mencari sesuap nasi
  untuk menyambung hidup mereka, kehidupan yang serba
  susah dalam kerasnya kota besar itu membuat mereka
  lebih berpikir dewasa daripada anak seumuran mereka. 

  Seperti biasa mereka langsung menuju ke mushola di
  kawasan kumuh itu untuk menghabiskan makanan yang baru
  didapatkan Ridho, entah apa yang ada di pikiran mereka
  untuk kehidupan selanjutnya, bagi mereka yang penting
  adalah saat ini mereka bisa makan berarti mereka masih
  bisa meneruskan nafas sampai entah kapan. 

  Selesai makan Ridho merebahkan tubuhnya di teras
  mushola, Rifa beranjak membuang bungkus makanan dan
  mencuci tangannya. Kemudian kembali ke tempat abangnya
  ikut-ikutan merebahkan diri di teras. 

  "Abang, Rifa tadi liat anak-anak yang pulang sekolah
  pake baju sama semua, bagus deh Bang bajunya," Rifa
  mulai berceloteh, karena sejak tadi pagi ditinggal
  sendirian di sudut gang dekat SD Harapan Bunda. 

  "Itu namanya baju seragam," sahut Ridho sambil tetap
  memejamkan mata. 

  "Terus, mereka juga bawa tas lucu-lucu deh Bang, Rifa
  juga pingin punya tas yang lucu." 

  "Kamu punya tas buat apa? Kamu kan gak sekolah, nanti
  saja kalau Abang punya uang kamu bisa sekolah, trus
  Abang beliin tas," hibur Ridho, dia sendiri juga gak
  tau kenapa mengatakan itu pada adiknya, untuk membeli
  makan setiap harinya saja sudah susah, bisa makan
  sud ah untung-untungan, gimana bisa beli tas apalagi
  menyekolahkan Rifa. 

  "Tasnya yang lucu Bang yaa. Yang ada gambar bonekanya,
  yang warnanya merah muda ya Bang," angan-angan Rifa
  sudah kemana-mana membayangkan dia bisa bermain dengan
  anak-anak SD yang lain, memakai seragam seperti
  mereka, makan es krim yang suka mangkal di depan
  sekolah, Rifa senyum-senyum sendiri membayangkan
  abangnya pasti memenuhi janjinya. 

  Semilir angin membuai Ridho yang sedang kecapekan dan
  membuatnya tertidur dalam waktu yang tidak lama. Tak
  seberapa lama khayalan Rifa juga mulai menghilang
  tergantikan dengan kegelapan yang membawanya ke alam
  mimpi, dalam mimpinya tak jauh beda dengan
  khayalannya. Berlari-lari di halaman sekolah dengan
  seragam barunya dan teman-teman sekolahnya. 

  *** 

  Setiap malam Ridho pergi ke warung-warung tenda untuk
  menawarkan jasa semirnya, kalau malam biasanya Rifa
  ikut dengan abangnya, katanya sih takut kalau harus
  nunggu abangnya sendirian. Lagian kalau malam Ridho
  tidurnya juga tidak pernah tetap, di mana ada tempat
  yang bisa mereka pakai untuk tidur ya di situlah
  mereka melepas lelah malam itu. 

  Ridho masih sibuk menawarkan jasanya dari orang ke
  orang, tapi tak seorangpun yang mau menyemirkan sepatu
  atau sandalnya. Mungkin ada beberapa orang yang merasa
  iba dan memberikan uang receh tanpa minta disemir
  sepatunya. 

  "Bang.... Rifa dikasih duit seribu sama ibu yang itu,"
  kata Rifa senang sambil menyerahkan uangnya ke Ridho. 

  "Kamu simpan aja, itu kan duit kamu Fa, dikumpulin aja
  biar bisa buat beli tas," jawab Ridho yang membuat
  Rifa langsung memasukkan uang itu ke saku roknya. 

  Waktu beranjak semakin malam, seiring dengan lelah dan
  kantuk yang semakin terasa, akhirnya mereka memutuskan
  berhenti di teras toko yang baru saja ditutup. 

  "Malam ini cuman dapat dikit..., tapi cukuplah kalau
  buat sarapan besok ," ucap Ridho lirih sambil
  menghitung recehan yang berhasil dikantonginya malam
  ini. 

  "Kalau gak cukup pake duitnya Rifa aja Bang," timpal
  Rifa yang mulai menggelar koran untuk alas tidur
  mereka. 

  "Gak usah, uang Abang masih cukup kok, udah sana kamu
  tidur, besok harus bangun pagi kalau tidak ingin
  diomeli sama yang punya toko." 

  Rifa segera merebahkan tubuhnya setelah selesai
  menggelarkan koran untuk Ridho. 

  *** 

  Pagi ini seperti pagi-pagi sebelumnya Rifa menunggu
  abangnya di dekat SD Harapan Bunda, berdiri di luar
  pagar dan memandangi anak-anak yang lagi asyik bermain
  dan berlari-larian sudah menjadi rutinitasnya setiap
  pagi sebelum akhirnya harus menunggu abangnya di sudut
  gang karena anak-anak SD itu sudah pada pulang. 

  Dan seperti hari-hari sebelumnya juga Rifa menunggu
  kakaknya di sudut gang kecil, sambil duduk di sebuah
  bangku yang mulai reyot termakan panas dan hujan. Jam
  satu sudah lewat, biasanya Ridho sudah datang, kalau
  belum datang berarti duit untuk beli makan masih
  kurang. 

  Paling telat biasanya Rifa menunggu sampai jam tiga,
  tapi peduli apa Rifa dengan jam, toh dia tak mengerti
  sama sekali dengan aturan jam. Yang dia tau sekarang
  sudah mulai sore dan abangnya belum juga menampakkan
  batang hidungnya. Rifa mulai gelisah karena lapar dan
  khawatir, gadis kecil yang sudah hidup berdua saja
  dengan kakaknya sejak umur 4 tahun itu tak beranjak
  sama sekali dari sudut gang itu, karena dia tau kalau
  abangnya pasti akan bingung mencarinya jika dia tidak
  ada di sana ketika abangnya kembali. 

  Sore mulai hilang tergantikan merahnya senja, dan
  senjapun sudah turun tahta tergantinya gelapnya malam.
  Kini, Rifa hanya bisa menangis diantara bingung dan
  laparnya. 

  *** 

  Pagi itu ketika Ridho meninggalkan Rifa di depan SD
  Harapan Bunda, tak terbersit sama sekali di pikirannya
  jika nanti siang dia sud ah tidak bisa lagi bertemu
  dengan adik semata wayangnya. Dengan adik yang sudah
  dijaganya sejak 2 tahun yang lalu, Rifa-lah yang
  membuatnya bertahan untuk menjalani hidup yang tidak
  bersahabat ini. 

  Dan siang ini ketika Ridho hendak membeli makan di
  warung dekat ruko yang sudah menjadi langganannya
  karena selain murah juga sang empunya sering
  memberikan makanan lebih karena tau kondisi Ridho. Di
  lihatnya dari arah supermarket gerombolan petugas
  keamanan dan beberapa warga sedang berlari mengejar
  beberapa anak belasan tahun, mungkin ada yang seumur
  dia ke arah Ridho hendak membeli makan. 

  Ridho hanya terpaku di tempat memandangi gerombolan
  itu yang kian mendekat, tiba-tiba seseorang
  menyergapnya dari belakang dan menyeretnya. 

  Ridho baru sadar ketika banyak orang yang berteriak
  "Dasar maling kurang ajar!!!", "Masih kecil-kecil
  sudah mencuri!!", "Dasar pengutil cilik!!", "Sudah
  hajar saja!! Hajar!!". 

  "Saya buk an pencuri Paaaakkk!!!! .....Saya bukan
  pencuriiii!!!!," teriak Ridho sekuat tenaga, tapi
  cengkeraman lelaki itu semakin menguat. 

  Beberapa warga yang menyaksikan tragedi itu masih
  mengeluarkan sumpah serapahnya, bahkan ada yang
  mencoba memukulnya atau melemparinya dengan batu atau
  apa saja yang bisa dilempar ke arah anak-anak yang
  tertangkap itu. 

  "Saya tidak ngutil!! Lepaaaaaaasssssssss!!! Saya mau
  beli makan buat adik saya, lepaskan saya Pak!!
  Lepaaaaaaaaaaassssss!!!!!!" Ridho berontak makin
  menjadi-jadi. Petugas itu semakin berang dengan
  tingkah Ridho, dan menendangnya agar diam. 

  *** 

  Dan malam itu, ketika Ridho tak juga menemui Rifa,
  akhirnya Rifa memutuskan untuk pergi ke warung tenda
  yang biasanya dikunjungi Ridho dan Rifa setiap malam. 

  Masih dengan sesenggukan Rifa menyusuri jalanan yang
  diterangi lampu jalanan dan lampu kendaraan. Setelah
  lelah mencari-cari di setiap warung tenda dan tidak
  mendapatkan hasil, tangis Rifa makin menjadi, dan
  terduduk di trotoar. 

  Dia tak tau lagi apa yang harus dilakukannya, sekarang
  rasa lapar itu benar-benar telah melanda Rifa lagi,
  tak pernah terpikir oleh Rifa untuk membeli makanan
  dengan duitnya sendiri jika tidak ada abangnya. Masih
  sendiri, dan menangis di tepi jalan itu.


              
  __________________________________
  Do you Yahoo!?
  Read only the mail you want - Yahoo! Mail SpamGuard.
  http://promotions.yahoo.com/new_mail 


  Dapatkan segera diri Anda untuk bergabung di Klab KotaSantri.com
  Kunjungi http://kotasantri.com/modules.php?name=Your_Account

  ========================================
  Sarana Informasi dan Komunikasi
  http://www.KotaSantri.com
  Buletin : [EMAIL PROTECTED]
  Millis : [EMAIL PROTECTED]
  ========================================

  Untuk berhenti berlangganan, silahkan kirim e-mail ke :
  [EMAIL PROTECTED]







--------------------------------------------------------------------------------
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail - Helps protect you from nasty viruses. 
      Yahoo! Groups Sponsor 
            ADVERTISEMENT
           
     
     


--------------------------------------------------------------------------------
Yahoo! Groups Links

  a.. To visit your group on the web, go to:
  http://groups.yahoo.com/group/annisaa/
    
  b.. To unsubscribe from this group, send an email to:
  [EMAIL PROTECTED]
    
  c.. Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service. 


Kirim email ke