Jadi pengin nangis :-(

 

======================

 

  Ridho dan Rifa

  Oleh: Wuland

  Sumber: http://www.kotasantri.com <http://www.kotasantri.com/> 

 

 

  Masih di sudut gang seperti biasa, menunggu dan terus

  menunggu, entah sudah berapa jam gadis kecil dengan

  baju lusuhnya duduk di sudut gang sempit itu. Sesekali

  dia mengusap dahinya yang dibasahi peluh, dengan mata

  beningnya dia terus menatap ke arah jalan raya. 

 

  Ini sudah lewat dari waktu anak-anak SD pulang

  sekolah, tapi suasana jalanan tak pernah lengang

  sebelum malam menjemput. Gadis kecil itu tiba-tiba

  berdiri dan berlari menyongsong seseorang yang

  kelihatannya sedari tadi ditunggunya.

 

  "Baaaannggg!!!" sambut gadis kecil tadi riang, dengan

  langkah-langkah pendeknya dia berlari ke arah kakaknya

  yang berumur 10 tahun, 4 tahun lebih tua dari gadis

  kecil tadi. 

 

  "Fa, ayo kita nyari tempat buat makan, Ab ang punya

  nasi bungkus nih, kamu pasti sudah lapar sekali nunggu

  dari tadi di sini," Ridho langsung meraih pergelangan

  tangan yang terasa begitu kurus di genggaman telapak

  tangannya. 

 

  Dengan wajahnya yang makin sumringah Rifa berlari-lari

  kecil untuk mengimbangi langkah-langkah cepat

  kakaknya. Tak ada yang memperhatikan tingkah kedua

  anak kecil itu, semua orang sibuk dengan urusannya

  sendiri-sendiri, sibuk dengan dunianya masing-masing. 

 

  Dua anak malang yang harus menjalani masa kecilnya

  dengan memeras keringat sendiri, mencari sesuap nasi

  untuk menyambung hidup mereka, kehidupan yang serba

  susah dalam kerasnya kota besar itu membuat mereka

  lebih berpikir dewasa daripada anak seumuran mereka. 

 

  Seperti biasa mereka langsung menuju ke mushola di

  kawasan kumuh itu untuk menghabiskan makanan yang baru

  didapatkan Ridho, entah apa yang ada di pikiran mereka

  untuk kehidupan selanjutnya, bagi mereka yang penting

  adalah saat ini mereka bisa makan berarti mereka masih

  bisa meneruskan nafas sampai entah kapan. 

 

  Selesai makan Ridho merebahkan tubuhnya di teras

  mushola, Rifa beranjak membuang bungkus makanan dan

  mencuci tangannya. Kemudian kembali ke tempat abangnya

  ikut-ikutan merebahkan diri di teras. 

 

  "Abang, Rifa tadi liat anak-anak yang pulang sekolah

  pake baju sama semua, bagus deh Bang bajunya," Rifa

  mulai berceloteh, karena sejak tadi pagi ditinggal

  sendirian di sudut gang dekat SD Harapan Bunda. 

 

  "Itu namanya baju seragam," sahut Ridho sambil tetap

  memejamkan mata. 

 

  "Terus, mereka juga bawa tas lucu-lucu deh Bang, Rifa

  juga pingin punya tas yang lucu." 

 

  "Kamu punya tas buat apa? Kamu kan gak sekolah, nanti

  saja kalau Abang punya uang kamu bisa sekolah, trus

  Abang beliin tas," hibur Ridho, dia sendiri juga gak

  tau kenapa mengatakan itu pada adiknya, untuk membeli

  makan setiap harinya saja sudah susah, bisa makan

  sud ah untung-untungan, gimana bisa beli tas apalagi

  menyekolahkan Rifa. 

 

  "Tasnya yang lucu Bang yaa. Yang ada gambar bonekanya,

  yang warnanya merah muda ya Bang," angan-angan Rifa

  sudah kemana-mana membayangkan dia bisa bermain dengan

  anak-anak SD yang lain, memakai seragam seperti

  mereka, makan es krim yang suka mangkal di depan

  sekolah, Rifa senyum-senyum sendiri membayangkan

  abangnya pasti memenuhi janjinya. 

 

  Semilir angin membuai Ridho yang sedang kecapekan dan

  membuatnya tertidur dalam waktu yang tidak lama. Tak

  seberapa lama khayalan Rifa juga mulai menghilang

  tergantikan dengan kegelapan yang membawanya ke alam

  mimpi, dalam mimpinya tak jauh beda dengan

  khayalannya. Berlari-lari di halaman sekolah dengan

  seragam barunya dan teman-teman sekolahnya. 

 

  *** 

 

  Setiap malam Ridho pergi ke warung-warung tenda untuk

  menawarkan jasa semirnya, kalau malam biasanya Rifa

  ikut dengan abangnya, katanya sih takut kalau harus

  nunggu abangnya sendirian. Lagian kalau malam Ridho

  tidurnya juga tidak pernah tetap, di mana ada tempat

  yang bisa mereka pakai untuk tidur ya di situlah

  mereka melepas lelah malam itu. 

 

  Ridho masih sibuk menawarkan jasanya dari orang ke

  orang, tapi tak seorangpun yang mau menyemirkan sepatu

  atau sandalnya. Mungkin ada beberapa orang yang merasa

  iba dan memberikan uang receh tanpa minta disemir

  sepatunya. 

 

  "Bang.... Rifa dikasih duit seribu sama ibu yang itu,"

  kata Rifa senang sambil menyerahkan uangnya ke Ridho. 

 

  "Kamu simpan aja, itu kan duit kamu Fa, dikumpulin aja

  biar bisa buat beli tas," jawab Ridho yang membuat

  Rifa langsung memasukkan uang itu ke saku roknya. 

 

  Waktu beranjak semakin malam, seiring dengan lelah dan

  kantuk yang semakin terasa, akhirnya mereka memutuskan

  berhenti di teras toko yang baru saja ditutup. 

 

  "Malam ini cuman dapat dikit..., tapi cukuplah kalau

  buat sarapan besok ," ucap Ridho lirih sambil

  menghitung recehan yang berhasil dikantonginya malam

  ini. 

 

  "Kalau gak cukup pake duitnya Rifa aja Bang," timpal

  Rifa yang mulai menggelar koran untuk alas tidur

  mereka. 

 

  "Gak usah, uang Abang masih cukup kok, udah sana kamu

  tidur, besok harus bangun pagi kalau tidak ingin

  diomeli sama yang punya toko." 

 

  Rifa segera merebahkan tubuhnya setelah selesai

  menggelarkan koran untuk Ridho. 

 

  *** 

 

  Pagi ini seperti pagi-pagi sebelumnya Rifa menunggu

  abangnya di dekat SD Harapan Bunda, berdiri di luar

  pagar dan memandangi anak-anak yang lagi asyik bermain

  dan berlari-larian sudah menjadi rutinitasnya setiap

  pagi sebelum akhirnya harus menunggu abangnya di sudut

  gang karena anak-anak SD itu sudah pada pulang. 

 

  Dan seperti hari-hari sebelumnya juga Rifa menunggu

  kakaknya di sudut gang kecil, sambil duduk di sebuah

  bangku yang mulai reyot termakan panas dan hujan. Jam

  satu sudah lewat, biasanya Ridho sudah datang, kalau

  belum datang berarti duit untuk beli makan masih

  kurang. 

 

  Paling telat biasanya Rifa menunggu sampai jam tiga,

  tapi peduli apa Rifa dengan jam, toh dia tak mengerti

  sama sekali dengan aturan jam. Yang dia tau sekarang

  sudah mulai sore dan abangnya belum juga menampakkan

  batang hidungnya. Rifa mulai gelisah karena lapar dan

  khawatir, gadis kecil yang sudah hidup berdua saja

  dengan kakaknya sejak umur 4 tahun itu tak beranjak

  sama sekali dari sudut gang itu, karena dia tau kalau

  abangnya pasti akan bingung mencarinya jika dia tidak

  ada di sana ketika abangnya kembali. 

 

  Sore mulai hilang tergantikan merahnya senja, dan

  senjapun sudah turun tahta tergantinya gelapnya malam.

  Kini, Rifa hanya bisa menangis diantara bingung dan

  laparnya. 

 

  *** 

 

  Pagi itu ketika Ridho meninggalkan Rifa di depan SD

  Harapan Bunda, tak terbersit sama sekali di pikirannya

  jika nanti siang dia sud ah tidak bisa lagi bertemu

  dengan adik semata wayangnya. Dengan adik yang sudah

  dijaganya sejak 2 tahun yang lalu, Rifa-lah yang

  membuatnya bertahan untuk menjalani hidup yang tidak

  bersahabat ini. 

 

  Dan siang ini ketika Ridho hendak membeli makan di

  warung dekat ruko yang sudah menjadi langganannya

  karena selain murah juga sang empunya sering

  memberikan makanan lebih karena tau kondisi Ridho. Di

  lihatnya dari arah supermarket gerombolan petugas

  keamanan dan beberapa warga sedang berlari mengejar

  beberapa anak belasan tahun, mungkin ada yang seumur

  dia ke arah Ridho hendak membeli makan. 

 

  Ridho hanya terpaku di tempat memandangi gerombolan

  itu yang kian mendekat, tiba-tiba seseorang

  menyergapnya dari belakang dan menyeretnya. 

 

  Ridho baru sadar ketika banyak orang yang berteriak

  "Dasar maling kurang ajar!!!", "Masih kecil-kecil

  sudah mencuri!!", "Dasar pengutil cilik!!", "Sudah

  hajar saja!! Hajar!!". 

 

  "Saya buk an pencuri Paaaakkk!!!! .....Saya bukan

  pencuriiii!!!!," teriak Ridho sekuat tenaga, tapi

  cengkeraman lelaki itu semakin menguat. 

 

  Beberapa warga yang menyaksikan tragedi itu masih

  mengeluarkan sumpah serapahnya, bahkan ada yang

  mencoba memukulnya atau melemparinya dengan batu atau

  apa saja yang bisa dilempar ke arah anak-anak yang

  tertangkap itu. 

 

  "Saya tidak ngutil!! Lepaaaaaaasssssssss!!! Saya mau

  beli makan buat adik saya, lepaskan saya Pak!!

  Lepaaaaaaaaaaassssss!!!!!!" Ridho berontak makin

  menjadi-jadi. Petugas itu semakin berang dengan

  tingkah Ridho, dan menendangnya agar diam. 

 

  *** 

 

  Dan malam itu, ketika Ridho tak juga menemui Rifa,

  akhirnya Rifa memutuskan untuk pergi ke warung tenda

  yang biasanya dikunjungi Ridho dan Rifa setiap malam. 

 

  Masih dengan sesenggukan Rifa menyusuri jalanan yang

  diterangi lampu jalanan dan lampu kendaraan. Setelah

  lelah mencari-cari di setiap warung tenda dan tidak

  mendapatkan hasil, tangis Rifa makin menjadi, dan

  terduduk di trotoar. 

 

  Dia tak tau lagi apa yang harus dilakukannya, sekarang

  rasa lapar itu benar-benar telah melanda Rifa lagi,

  tak pernah terpikir oleh Rifa untuk membeli makanan

  dengan duitnya sendiri jika tidak ada abangnya. Masih

  sendiri, dan menangis di tepi jalan itu.

            

Kirim email ke