Cuma forward dari milis sebelah, maaf buat yg nggak berkenan. Dini
> Cepaaatlah besar matahariku, sambutlah congkaknya dunia , buah > hatiku...... > ...ingatkan lirik lagu itu..... > > Saya dapat kiriman email dari teman, mungkin teman2 juga dah pernah > menerimanya. > Lumayanlah untuk merefresh paradigma kita. Khususnya yang dah terjebak > dengan rutinitas sampai meremehkan yang kecil2 , dalam hal apapun yang > jadi > tanggung jawab kita > > ============================== > Ketika Iwan Fals Teringat Galang > > Galang Rambu Anarki adalah nama yang terkenal bukan cuma karena ia anak > Iwan Fals. Tapi juga karena inilah anak yang namanya dijadikan judul lagu > oleh > bapaknya. Anak yang meninggal muda, yang kelahirannya diceritakan oleh si > bapak lahir awal Januari, menjelang pemilu dan harga BBM sedang membumbung > tinggi pula. Dan anak yang ketika meninggal menimbulkan duka yang hebat > bagi > bapaknya. > > Salah satu duka yang sangat dikenang sang bapak ialah ketika Galang itu > sering dimintanya pergi, dilarang mendekat dan mengganggu, ketika bapaknya > tengah membuat lagu. Sebuah keputusan yang sangat menganggu batin Iwan Fals > kemudian dan keputusan yang amat ia sesali. Sebuah luka yang membuat ia > berjanji, akan lebih punya waktu bagi anak-anaknya di hari ini. Saya > berterima kasih atas keterusterangan Iwan Fals ini. Dan maaf, jika tulisan > ini cuma akan membongkar kesedihannya kembali. Tapi jika Iwan rela duka > cita > itu saya ingatkan kembali, setidaknya akan bertambah lagi daftar orang tua > yang tidak akan begitu saja menghardik anak-anak dari dekatnya. > > Betapa anak-anak selalu ingin bercengkerama dengan orang tuanya. Ketika ia > menggambar, ia ingin kita menilainya, mengaguminya. Ketika ia tengah > bertengkar, lelah dan terlukai oleh teman-teman di sekolah, kita butuh > berempati atas deritanya. Menghibur hatinya. Ketika ia butuh bermain, ia > ingin kita menjadi teman sebayanya. Mereka ingin kita menjadi kuda > tunggangan, menjadi monster jahat yang dia kalahkan, dan menjadi apa saja > sebagai teman masa kecilnya. > > Ketika ia bicara ia butuh kita untuk mendengarnya. Ketika ia melucu kita > diperlukan untuk tertawa. Ketika ia mengadu kita diminta membelanya, ketika > ia kolokan kita harus memanjakannya, ketika ia pamer kehebatan, kita harus > memujanya. Anak-anak adalah raja di rumah kita. Ia tidak bisa menjadi nomor > dua. Dan ketika kita, orang tua ini gagal jadi rakyatnya, gagal jadi hamba > sahaya, ia akan menjadi anak yang terluka. Luka yang ia bawa hingga ke > sekujur hidupnya dan akan menentukan mutu hidup dan matinya. > > Tapi betapa berat untuk menjadi hamba sahaya bagi anak-anak kita karena > kita > sendiri juga adalah anak-anak dalam bentuk yang berbeda. Kita dan > pekerjaan, > adalah anak-anak dan kegelapan. Ketakutan kita akan kegagalan di masa > depan, > sama bentuknya dengan rasa takut anak-anak kepada kegelapan. Kita takut > jika > kesempatan ini hilang hanya karena terlalu banyak waktu yang terbuang. > Ini fokus harus kencang di depan, seluruh harga harus dibayar di muka, > seluruh > gangguan produktivitas harus disingkirkan. Hidup adalah hari ini. Sekali > harus berarti, meskipun esok harus mati. > > Maka ketika istri butuh mendekat sekedar ingin bercengkerama, ketika > anak-anak butuh memeluk hanya sekadar untuk bermanja-manja, kalau perlu > kita harus menghardiknya. Bukan kita tak sayang keluarga, tapi karena > mereka > mendekat pada saat yang tidak tepat. Ketika kita sedang begini gentingnya > berkonsentrasi pada pekerjaan. Sedang berdarah-darah menata hari depan, > dan ini pun demi kepentingan mereka pula. Jadi demi hidup yang di depan, > kita harus berani mengorbankan kebahagian hari ini, begitu tekat kita. > > Dan benarlah. Banyak anak-anak terpaksa kehilangan kegembiraannya di hari > ini, karena orang tua sibuk menata hari depan yang di sana. Banyak > suami-istri lupa bermesraan karena mereka sibuk merancang kemesraan di hari > depan. Sementara ketika masa depan itu benar-benar datang, anak-anak telah > kepalang kehilangan masa kekanakannya. Ia telah menjadi pribadi yang > kepalang luka dan tak bias menarik waktu kanak-kanaknya kembali. Ada jenis > masa depan yang kemudian menjadi berhala, karena ia meminta terlalu banyak > tumbal kebahagiaan yang jelas-jelas sudah nyata ada di sini, di hari ini: > anak-anak kita dan masa kanak-kanak mereka