Kak, Ada Bantuan Seragam...?
"KAK, ada nggak bantuan baju seragam dan buku buat kami?" tanya Ani Zarmila (10), siswa kelas IV SD Negeri 9 Muara Batu, ketika Kompas dan rombongan dari Yayasan Puteri Indonesia mendatangi tempat pengungsian para korban bencana alam gempa bumi dan gelombang tsunami di halaman Kantor Camat Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara, di Jalan Medan-Banda Aceh Km 244 Krueng Mane, akhir pekan lalu. Di tempat itu Ani Zarmila dan ratusan anak pengungsi yang berusia sekolah kini tinggal. Sebagian besar rumah mereka sudah rata dengan tanah. Kecuali pakaian di badan, tak sehelai pakaian pun yang dimiliki mereka. "Tolong dong Kak, saya hanya tinggal dengan ibu saya. Sekarang ibu tak punya uang, rumah kami sudah nggak ada. Bagaimana saya bisa punya seragam Kak," ujar Asriatun, siswa kelas V SDN 9 Muara Batu. Jangankan pakaian seragam, pakaian di badan pun ada yang belum diganti sampai saat ini. Meskipun terkena bencana, jangan dikira semangat mereka untuk bersekolah tidak ada. Seminggu setelah gempa dan gelombang tsunami menerjang rumah mereka, anak-anak pengungsi itu datang ke sekolah mereka sekalipun hanya menggunakan pakaian biasa. Tanpa buku, tanpa pensil atau pulpen, mereka tetap berangkat ke sekolah. Di sekolah mereka belajar seperti biasa kemudian kembali ke tempat pengungsian, bergabung dengan orangtua mereka. Rosnaima Yusri (40), koordinator ibu-ibu di tempat pengungsian Krueng Mane, meminta jika ada orang yang akan mengirim bantuan dari Jakarta, sebaiknya bantuan itu pakaian seragam sekolah mulai dari SD sampai SMP, peralatan tulis-menulis, dan sepatu. "Tolong kalau mau membantu kami, berikan langsung kepada kami, jangan melalui posko. Nanti pembagiannya tidak adil," paparnya dengan perlahan kepada Puteri Indonesia 2004 Artika Sari Devi karena khawatir didengar oleh petugas posko. Ia membisikkan lagi, kalau bantuan makanan silakan diberikan langsung ke posko, tetapi kalau bantuan pakaian lebih baik diserahkan langsung kepada mereka. JIKA anak-anak pengungsi yang berada di Kecamatan Muara Batu sempat ke sekolah, ratusan anak-anak korban bencana yang berasal dari Kecamatan Samudra, Aceh Utara, hanya sebagian bersekolah, yang lainnya hanya tinggal di tempat pengungsian. Di Desa Kuala Keureuto, Kecamatan Samudra, misalnya, sebenarnya ada sebuah SD, yakni SDN 3 Samudera. Gedung sekolah itu masih berdiri, tetapi rumah-rumah di sekitarnya telah rata dengan tanah. Hanya satu dua rumah yang masih berdiri, itu pun dalam keadaan rusak berat. Meski ada gedung sekolah, sama sekali tak terlihat satu pun anak sekolah di daerah itu. Karena semua orang di desa itu telah mengungsi ke daerah yang dianggap lebih aman. Di desa tersebut juga terlihat ada pondok pesantren yang gedungnya masih berdiri, tetapi ketika Kompas berada di tempat itu, pesantren tersebut kosong melompong, tak ada orang yang terlihat di sana. Semenjak gelombang tsunami menerjang, desa tersebut kelihatan seperti kota mati. Tak ada aktivitas apa pun di sana, hanya satu dua orang yang terlihat di antara reruntuhan rumah sambil membongkar-bongkar reruntuhan, siapa tahu menemukan barang yang bisa digunakan. Di daerah Tanah Pasir juga ada gedung sekolah, yakni SDN 2 Tanah Pasir, Jalan Selat Malaka-GPG Keude Matang Penyang, Kecamatan Tanah Pasir. Namun gedung sekolah tersebut dijadikan tempat pengungsian. Karena banyaknya pengungsi, ruangan sekolah pun beralih fungsi menjadi kamar-kamar tidur sementara bagi pengungsi. Jangan heran kalau di kompleks sekolah itu terlihat pakaian dan kain yang terlihat dijemur baik di depan ruangan kelas maupun di halaman. Anak-anak malah mengeluarkan kursi-kursi di tengah halaman dan bermain-main. Setiap kali ada orang yang datang membawa bantuan, mereka selalu bertanya apakah ada pakaian seragam sekolah. Tetapi sayangnya, bantuan yang datang umumnya berupa bahan makanan dan minuman. Namun, Jumat (7/1) lalu di lapangan depan gedung sekolah tersebut sudah terlihat tenda-tenda yang siap dipasang. "Katanya kami akan pindah ke tenda-tenda itu supaya sekolah ini bisa dipakai anak-anak untuk belajar," ujar Yusuf, salah satu korban dari Desa Sawang. Namun, seperti anak pengungsi yang lain, anak-anak di Tanah Pasir ini pun mengharapkan bantuan pakaian seragam dan peralatan tulis-menulis agar mereka bisa belajar sebagaimana layaknya anak sekolah. Semenjak gempa bumi dan tsunami menyerang Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, bantuan mengalir. Namun, lebih banyak berupa bahan makanan, minuman, dan obat-obatan. Padahal, anak-anak di pengungsian saat ini mulai masuk sekolah. Dengan bersekolah kembali, paling tidak membangkitkan kembali semangat anak-anak itu untuk meraih masa depan, sekalipun rumah mereka kini tak ada lagi. (SONYA HELLEN SINOMBOR) sumber : www.kompas.co.id M. Tri Agus