Anak Gendut Tidak Berarti Sehat
Publikasi: 03/05/2005 08:26 WIB
eramuslim - Punya anak kecil yang montok dan gendut memang lucu dan terlihat 
imut-imut. Tapi ingat, gendut tidak berarti selalu sehat. Bahkan, dapat memicu 
berbagai penyakit kendati anak-anak masih dalam usia balita.

Kegemukan atau obesitas pada anak secara umum dapat meningkatkan risiko 
berbagai gangguan kesehatan secara keseluruhan. Obesitas adalah suatu gangguan 
status gizi lebih dengan berbagai derajat, mulai dari ringan, sedang, sampai 
berat badan umumnya berada di atas normal. Sebagai patokan kasar, berat badan 
normal diukur dari umur anak dikali dua, lalu ditambah delapan (ukuran kg).

Di Indonesia, kegemukan belum menjadi masalah nasional. Namun, di AS, kegemukan 
sudah menjadi epidemi yang mengakibatkan berbagai masalah kesehatan serius. 
Tiga dari lima orang AS mengalami kelebihan berat badan. Para peneliti di 
Negeri Paman Sam itu memperkirakan, anak-anak di AS kini akan menjadi generasi 
dengan tingkat harapan hidup lebih singkat, daripada orangtua mereka. Penyebab 
obesitas pada orang AS antara lain dikarenakan perusahaan makanan memperbesar 
porsi produknya dan kebiasaan masyarakat mengonsumsi fast food atau makanan 
cepat saji.

Sejak tahun 1977, kalori yang dikonsumsi orang AS naik sekitar 10 persen atau 
sekitar 200 kalori lebih setiap hari. Sebelumnya AS disebut 'Republik Alkohol' 
karena mereka gemar minuman beralkohol untuk sarapan, makan siang, dan makan 
malam. Sekarang julukan itu mestinya berubah menjadi 'Republik Kegemukan'.

Semakin banyak dan murahnya makanan dituding pula sebagai penyebab obesitas. 
Ketika hasil panen membeludak, pasar pun dibanjiri makanan yang berharga murah. 
Orang lalu cenderung menambah porsi makannya. Melihat kecenderungan itu bukan 
tidak mungkin gaya hidup orang Indonesia sudah mulai terpengaruh. Karena itu 
pula suatu hari nanti, kita sangat mungkin bakal menghadapi masalah kegemukan 
nasional, terutama pada anak-anak.

Penyebab obesitas adalah asupan makanan yang melebihi kebutuhan tubuh dan 
berlangsung dalam waktu lama. Penyebab lain yang secara tidak langsung 
berpengaruh, yakni keturunan atau genetik, endokrin (kelainan hormonal), dan 
eksternal atau pola makan yang tinggi kadar lemak dan kalorinya.

Obesitas yang disebabkan faktor genetik, biasanya pada usia dini sudah banyak 
terbentuk sel lemak adipocytes. Sel lemak ini terbentuk karena asupan tinggi 
kalori sejak dalam kandungan sampai usia satu tahun. Secara umum angka kejadian 
obesitas lebih banyak di kota, dan pada keluarga dengan sosial ekonomi tinggi. 
Kalangan inilah yang biasanya sering mengonsumsi makanan tinggi kalori dan kaya 
lemak, misalnya makanan cepat saji itu tadi.

Sebenarnya obesitas bukan penyakit. Namun, anak yang menderita obesitas dapat 
mengalami komplikasi gangguan jantung dan pembuluh darah pada usia dewasa. 
Akibat gesekan-gesekan pada tubuhnya, dapat terjadi lecet terutama di sekitar 
paha. Mereka juga dapat mengalami gangguan psikologis karena memiliki tubuh 
yang berbeda dengan bentuk tubuh teman-temannya. 

Yang penting diketahui juga, obesitas pada anak akan mempengaruhi kematangan 
tulang. Tulang anak-anak ini akan lebih cepat matang, sehingga tidak berkembang 
lagi. Akibatnya, dibanding anak lainnya, dia akan lebih pendek. Kondisi 
obesitas yang terjadi semasa kanak-kanak tidak selalu menetap hingga ia tumbuh 
dewasa. Kegemukan cenderung terbawa sampai dewasa bila dikarenakan faktor 
genetik, derajat obesitas yang berat, serta obesitas yang terjadi menjelang 
dewasa.

Menurut Profesor Ricardo Uauy, Ketua Public Health Nutrition di London School 
of Hygiene and Tropical Medicine, yang juga penyusun laporan tentang obesitas 
di kalangan anak-anak, mengajak berbagai pihak untuk merumuskan strategi global 
guna mengatasi melonjaknya angka anak-anak dengan obesitas di berbagai tempat 
di seluruh dunia.

"Kita menghadapi suatu epidemi di kelompok usia kanak-kanak. Sebelumnya kita 
menyangka obesitas merupakan problema orang dewasa, tapi kenyataannya juga 
mengancam anak-anak dan tampaknya makin memburuk," ucapnya.

Ia menjelaskan, Amerika Serikat merupakan negara dengan angka obesitas di 
kalangan anak-anak yang paling parah, dengan prevalensi 30 persen di antara 
anak-anak usia 5 hingga 17 tahun, lonjakan angka juga terlihat di Eropa, Timur 
Tengah, serta kawasan Asia Pasifik. Sepuluh hingga 20 persen anak-anak di Eropa 
Utara cenderung kelebihan berat badan, sementara di Eropa selatan angka itu 
lebih tinggi, yakni 20-35 persen.

Lebih lanjut ia mengatakan, problem kesehatan yang semula merupakan ciri khas 
negara-negara industri makan kalori tinggi, banyak dibantu alat-alat di dunia 
kerja, dan tingkat aktivitas fisik yang rendah itu kini juga menyebar ke 
negara-negara berkembang. Di Afrika Selatan, sekitar 25 persen gadis usia 13-19 
mengalami kelebihan berat badan dan obesitas. Angka itu sudah mendekati jumlah 
yang sama dengan di AS.

Dalam suatu laporan, Uauy dan rekan mengidentifikasi tren sosial yang 
menyebabkan gangguan tersebut dan meminta organisasi kesehatan dunia (WHO) 
membantu negara berkembang untuk menetapkan strategi guna melawan ancaman 
obesitas di kalangan anak-anak.

Ia mengungkapkan, strategi itu bisa mencakup peningkatan gizi ibu, mendorong 
pemberian ASI, mendorong sekolah untuk mengajarkan makan yang sehat kepada 
anak-anak, memberi informasi nutrisi yang jelas kepada konsumen, serta 
menyediakan arena bermain yang aman di lingkungan tempat tinggal. Obesitas 
meningkatkan risiko anak-anak untuk terkena diabetes tipe 2, serangan jantung, 
stroke, dan sejenis kanker tertentu.

"Strategi global berarti membuat anak-anak tetap aktif bergerak di sekolah dan 
di tempat bermain serta memastikan makanan yang diasup tak berlebihan karena 
tidak seimbang dengan aktivitas fisik mereka," katanya.(to)

M. Tri  Agustiyadi

Kirim email ke