Saya punya artikel ini karena ada sahabat saya yang meninggal karena penyakit 
ini
hmmm ... jadi inget kejadian itu lg deh ... 
Semoga membantu ....

Rgrds,
Dina V.
  
Selain AIDS yang pendatang baru, ada juga penyakit lama yang belum bisa 
disembuhkan, yakni lupus. Penyakit yang dijuluki si Peniru Ulung ini sering 
dikira penyakit lain. Kalau sedang aktif, tak kalah mengerikan dibandingkan 
dengan AIDS. Wanita yang semula berparas cantik bisa kehilangan kecantikannya.
 lupus1.jpg (13461 bytes)       
Timbulnya ruam merah mirip kupu-kupu di wajah merupakan salah satu gejala 
lupus. (Repro: Medstudent)    

Kulit wajah di antara kedua pipi ditandai ruam merah yang bentuknya menyerupai 
kupu-kupu. Di bagian tubuh lain muncul bercak-bercak merah menyerupai cakram. 
Rambut rontok tak terkendali. Sariawan muncul di dalam rongga mulut. Itulah 
sebagian gejala lupus, penyakit otoimun kronis yang bisa menyebabkan peradangan 
di berbagai bagian tubuh, khususnya pada kulit, persendian, darah, dan ginjal.

Nama ilmiahnya lupus eritematosus sistemik (LES). Namun, lebih sering disebut 
lupus saja. Sedangkan penderitanya akrab disebut "odapus", orang dengan lupus.

Menurut Robert G. Lahita, M.D., Ph.D, kepala bagian Rematologi dan Penyakit 
Jaringan Konektif RS St. Luke/Roosevelt, Amerika Serikat, penyakit yang tak ada 
hubungan saudara dengan tokoh Lupus rekaan Hilman Hariwijaya dalam 
novel-novelnya ini, dibedakan jadi tiga tipe: lupus yang menyerang kulit 
(discoid lupus), yang menyerang sistem dalam tubuh, termasuk persendian dan 
ginjal (systemic lupus), dan lupus akibat pemakaian obat tertentu.

Dari ketiganya, discoid lupus paling sering menyerang. Namun, systemic lupus 
selalu lebih berat dibandingkan dengan discoid lupus, dan dapat menyerang organ 
atau sistem tubuh. Pada beberapa orang, cuma kulit dan persendian yang 
diserang. Meskipun begitu, pada orang lain bisa merusak persendian, paru-paru, 
ginjal, darah, organ atau jaringan lain. Sedangkan lupus akibat pemakaian obat 
umumnya berkaitan dengan pemakaian obat hydralazine (obat hipertensi) dan 
procainamide (untuk mengobati detak jantung yang tidak teratur). Hanya saja, 
cuma 4% dari orang yang mengkonsumsi obat-obat itu yang bakal membentuk 
antibodi penyebab lupus. Dari 4% itu pun sedikit sekali yang kemudian menderita 
lupus.

Sampai sekarang, penyakit ini belum bisa disembuhkan atau dicegah. Yang bisa 
baru sebatas menghilangkan gejalanya. Caranya dengan mengkonsumsi obat-obatan 
seumur hidup, menjalani pola hidup tertentu, dan menghindari stres.

Sistem kekebalan jadi liar 
Lupus sebenarnya telah dikenal lebih kurang seabad lalu. Mula-mula lupus kala 
itu dikira akibat gigitan anjing hutan. Dugaan itulah yang menyebabkan penyakit 
ini kemudian disebut lupus yang berarti anjing hutan dalam bahasa Latin. Dalam 
perkembangan selanjutnya, lupus menyebar ke seluruh organ di dalam tubuh. Maka 
muncullah sebutan LES itu.

Menurut dr. Heru Sundaru dari Sub Bagian Alergi-Imunologi, Bagian Ilmu Penyakit 
Dalam FKUI/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, dalam seminar Penyakit 
Lupus dan Wanita yang diselenggarakan Yayasan Lupus Indonesia pada Juni 1998, 
penyebab lupus belum diketahui dengan pasti. Selain faktor keturunan, faktor 
lingkungan seperti infeksi virus, cahaya matahari, dan obat-obatan, diduga ikut 
berperan dalam timbulnya gejala.

 lupus.jpg (15143 bytes)Robert mengungkapkan, ada 10% penderita lupus memiliki 
keluarga dekat yang telah atau memiliki kemungkinan menderita lupus. Statistik 
juga menunjukkan, ada 5% anak yang dilahirkan odapus bakal memiliki kemungkinan 
menderita penyakit ini.

Meski lebih sering menyerang kaum wanita, terutama yang berusia dua puluhan 
tahun, "Tapi pria kemungkinan juga bisa terkena lupus," jelas dr. Heru. Hasil 
survai yang dikutip dokter spesialis penyakit dalam itu menunjukkan, pada usia 
subur perbandingan wanita dan pria penderita lupus 10 : 1. Di RSCM 
perbandingannya 17 : 1.

Tingkat "keganasan" lupus juga berbeda menurut ras. Survai di AS menunjukkan, 
di antara 2.000 penduduk kulit putih ditemukan satu penderita. Sedangkan pada 
penduduk berkulit hitam dan keturunan Asia, frekuensinya lebih tinggi.

Lupus diketahui sebagai penyakit otoimun, penyakit yang muncul lantaran sistem 
kekebalan tubuh bereaksi berlebihan, yang justru mengganggu kesehatan tubuh. Di 
dalam tubuh manusia selalu ada sistem kekebalan tubuh, yang terdiri atas zat 
anti dan sel darah putih. Sistem imun ini bertugas melindungi tubuh manusia 
dari serangan antigen (musuh berupa bakteri, virus, mikroba lain). Pada lupus, 
oleh sebab yang belum diketahui, zat anti dan sel darah putih tadi justru 
menjadi liar dan menyerang tubuh yang seharusnya dilindungi. Akibatnya, 
organ-organ tubuh menjadi rusak dan gejala lupus pun muncul.

Perusakan jaringan tadi terjadi dengan dua cara. Zat anti langsung menyerang 
sel jaringan tubuh. Atau, zat itu masuk aliran darah dan bertemu antigen, lalu 
berkoalisi membentuk kompleks imun. Kompleks ini tetap ikut aliran darah 
sebelum tersangkut di pembuluh darah kapiler organ tertentu. Dalam keadaan 
normal, kompleks ini akan dieliminasi oleh sel-sel radang.

Sebaliknya, dalam keadaan tidak normal kompleks itu tidak dapat dihilangkan 
dengan baik dan sel-sel radang sebaliknya malah bertambah banyak sambil 
mengeluarkan enzim yang menimbulkan peradangan. Bila peradangan berlanjut, 
organ tubuh akan rusak, fungsinya terganggu sehingga menimbulkan gejala 
penyakit. Diduga, sinar matahari maupun hormon estrogen mempermudah terjadinya 
reaksi otoimun.

Positif lupus, empat kriteria 
Gejala penyakit ini dibedakan atas gejala umum dan gejala pada organ tertentu. 
Gejala umum yang sering ditemukan di antaranya, penderita sering merasa lemah, 
kelelahan berlebihan, demam, dan pegal-pegal. Gejala ini muncul ketika lupus 
sedang aktif dan menghilang ketika tidak aktif. 

Organ-organ tubuh yang biasanya menunjukkan adanya lupus sangat banyak, dari 
kulit, ginjal, jantung, hingga otak. Pada kulit gejalanya berupa ruam merah 
berbentuk mirip kupu-kupu di kedua pipi. Di bagian tubuh lainnya terdapat 
bercak merah berbentuk cakram dan terkadang bersisik. Kerontokan rambut dan 
sariawan merupakan gejala lain pada kulit. Kalau dilihat secara utuh, penderita 
lupus dengan gejala-gejala tadi akan tampak mirip monster.

Pada dada timbul rasa sakit yang menimbulkan gangguan pernapasan. Bila jantung 
atau paru-paru terserang, penderita akan merasakan jantung berdebar atau sesak 
napas. Bila jantung mengalami kelainan lanjutan, kaki menjadi bengkak. Pada 
sistem otot gejala yang dirasakan penderita adalah rasa lemah atau sakit di 
otot. Pada pesendian akan dirasakan sakit, baik dengan ataupun tanpa 
pembengkakan dan kemerahan. Pada darah terjadi penurunan jumlah sel darah 
merah, putih, dan sel pengatur pembekuan darah.

Sedang pada saluran pencernaan muncul gejala sakit perut, mual, muntah, diare, 
atau sukar buang air besar. Pada ginjal terjadi gangguan fungsi yang 
mengakibatkan tidak dapat dikeluarkannya racun hasil metabolisme dan banyaknya 
kandungan protein dalam urine. Pada sistem saraf timbul gangguan pada otak, 
saraf sumsum tulang belakang dan saraf tepi, yang mengakibatkan pusing atau 
kejang. Bahkan, bisa sampai menimbulkan stroke dan gangguan jiwa, meskipun ini 
jarang terjadi.

Menurut dr. Heru, pada 1971 untuk bisa menentukan seseorang terserang lupus 
setidaknya diperlukan 14 kriteria. Pada 1982 kriteria itu menjadi 11. Sekarang, 
diperlukan hanya empat kriteria. "Tapi bukan berarti kalau ada tiga kriteria 
bukan lupus. Tiga kriteria saja sudah bisa menunjukkan kemungkinan adanya 
penyakit lupus," tambah dr. Heru. Bahkan, bila menunjukkan gejala pada dua atau 
lebih organ atau sistem tadi, seseorang harus diwaspadai menderita lupus.

Gejala lupus sering menyerupai penyakit lain, sehingga penyakit ini sering 
dijuluki Si Peniru Ulung. "Karena itu kita harus hati-hati dalam 
menginterprestasikan hasil pemeriksaan," jelas dr. Heru. Bisa saja dokter 
menduga pasiennya terserang sifilis, batu ginjal, atau rematik, seperti yang 
dialami Tiara Savitri, penderita lupus yang kini menjadi Ketua Yayasan Lupus 
Indonesia. Bahkan, menurut Robert, tidak akan ada dua penderita systemic lupus 
memiliki gejala yang sama. "Tipu daya" macam itu tidak jarang menyebabkan 
dokter maupun penderita frustasi akibat penyakitnya tak kunjung membaik.

Untuk mendiagnosis penyakit ini dengan pasti diperlukan pemeriksaan darah atau 
biopsi kulit. Keduanya untuk memeriksa antibodi-antibodi yang muncul ketika 
lupus sedang aktif. 

Hamil boleh, tapi direncanakan 
Meski masih belum bisa disembuhkan, odapus tetap bisa mendapatkan pengobatan 
agar bisa hidup lebih lama seperti orang sehat. Pengobatan ditujukan untuk 
menghilangkan gejala lupus yang ada. Pengobatan juga perlu didukung perubahan 
pola hidup, pengendalian emosi, pemakaian obat secara tepat, dan pengaturan 
gizi seimbang.

Menurut dr. Harry Isbagyo, SpPD, KR, dari Sub Bagian Reumatologi, Bagian 
Penyakit Dalam, FKUI/RSCM, dalam proses pengobatan pasien mesti dievaluasi 
minimal tiga bulan sekali, tergantung status kesehatannya. Tujuannya, 
mengevaluasi aktivitas penyakit dan menentukan pengobatan selanjutnya. 
"Penyakit ini berlangsung lama, bisa bertahun-tahun. Jadi harus sabar dalam 
menjalani pengobatan," jelas dr. Harry.

Penderita memerlukan program pengaturan lama beraktivitas dan lama tidur. 
Menurut dr. Harry, bagi odapus, kecapekan dan stres berat merupakan penyebab 
tercetusnya gejala lupus. Karena itu, hidup teratur merupakan keharusan. 
"Olahraga juga boleh. Tapi jangan dipaksakan, misalnya jangan dilakukan pada 
siang hari saat matahari sudah kuat," tambah dr. Heru.

Meski tidak semua odapus sensitif terhadap sinar matahari, mereka dianjurkan 
menghindari paparan sinar matahari secara langsung untuk waktu lama karena 
kekambuhan penyakit sering terjadi setelah terpapar sinar ultraviolet. Dr. Heru 
menganjurkan penderita keluar rumah hanya sebelum pukul 09.00 atau sesudah 
pukul 16.00. Ketika keluar rumah, penderita memakai sun block atau sun screen 
(pelindung kulit dari sengatan sinar matahari) pada bagian kulit yang akan 
terpapar. Dr. Harry juga menyarankan penderita mengenakan pakaian yang tepat.

Menurut dr. Harry, penderita perlu segera mencari pertolongan medis bila timbul 
gejala panas tanpa diketahui penyebabnya. Bila hendak mendapat berbagai 
tindakan medik, macam pengobatan gigi, tindakan terhadap saluran kemih dan 
kandungan, atau tidakan bedah lainnya, penderita perlu berkonsultasi dengan 
dokter untuk mendapatkan antibiotika pencegahan. Bila penderita terserang pada 
organ utama, seperti ginjal, paru, jantung, dsb., penyakitnya sedang aktif, 
atau dalam pengobatan dengan obat-obatan imunsurpresif, dia sebaiknya dicegah 
dari kehamilan. 

"Penderita yang penyakitnya sedang aktif, jarang sekali bisa hamil. Kalaupun 
bisa hamil biasanya akan menimbulkan keguguran. Karena itu, kalau berhasil 
hamil sebaiknya penyakitnya selalu dikontrol," tegas dr. Harry. Namun dokter 
ini juga mengingatkan bahwa yang terbaik adalah kehamilan terencana. Artinya, 
selama penyakitnya aktif, kehamilan dihindarkan dan pengobatan dilakukan secara 
intensif. Odapus dianjurkan menghindari kontrasepsi yang mengandung estrogen. 
Setelah penyakitnya teratasi, barulah merencanakan kehamilan.

Dalam pengobatan lupus, ada dua kategori obat yang digunakan, yakni golongan 
kortikosteroid dan golongan selain kortikosteroid. Golongan kortikosteroid 
merupakan obat utama penyakit lupus. Untuk kelainan kulit diberikan dalam 
bentuk topikal (salep, krem, atau cairan). Untuk lupus ringan digunakan 
kortikosteroid dalam bentuk tablet dosis rendah. Bila lupus sudah dalam kondisi 
berat, digunakan kortikosteroid dalam bentuk tablet atau suntikan dosis tinggi. 
"Kalau sudah menyerang otak, misalnya, dosisnya bisa sampai 1.000 mg per hari," 
jelas dr. Harry. Setelah kondisinya teratasi, dosis diturunkan sampai dosis 
terendah yang dapat mencegah kambuhnya penyakit.

Obat golongan bukan kortikosteroid biasanya merupakan pelengkap obat 
kortikosteroid. Di antara obat golongan ini adalah antiinflamasi nonsteroid 
(OAINS) untuk mengatasi keluhan nyeri dan bengkak sendi; obat antimalaria 
(kloroquin/resochin, dihidroksi kloroquin/plaquenil) untuk mengatasi gejala 
penyakit pada kulit, rambut, nyeri otot dan sendi, bahkan untuk odapus dengan 
gejala ringan; dan obat imunosupresif macam siklofostamid untuk kondisi yang 
disertai gangguan ginjal, azatioprin yang merupakan obat pendamping 
kortikosteroid agar kebutuhan kortikosteroid dapat dikurangi, dan klorambusil.

Penggunaan obat-obat tadi mesti dengan pertimbangan matang mengingat efek 
sampingan yang ditimbulkan. Obat kortikosteroid, misalnya, bisa memberi efek 
sampingan berupa wajah membulat (moonface), penyakit cushing, osteoporosis, 
diabetes melitus, hipertensi, gangguan lambung, dsb. OAINS menimbulkan gangguan 
lambung, ginjal, darah, dsb. Obat antimalaria memberi dampak gangguan 
penglihatan akibat deposit di kornea mata dan retinopati. Sedangkan 
imunosupresif memberi efek sampingan berupa mual atau muntah, gangguan darah, 
ginjal, dan mudah terkena infeksi.

Meski efek sampingan tak dapat dihindarkan (yang bisa hanya mengurangi), 
pengobatan mesti dilakukan. "Pencegahan penyakit ini belum bisa dilakukan 
karena penyebab pastinya saja belum diketahui," ungkap dr. Heru. Meski begitu, 
kalau sudah positif terkena lupus, segala upaya mesti tetap dilakukan agar 
penderita bisa menikmati hidup dengan baik. "Odapus bisa bertahan lebih lama 
dengan penggunaan obat secara terkontrol," tegas dr. Harry. "Yang penting 
adalah dosisnya. Dosis dipilih seringan mungkin," tambahnya.

Kini, angka harapan hidup penderita lupus sudah termasuk sangat tinggi. Di AS 
dan Eropa, kalau pada tahun 1955 harapan hidup penderita lupus dalam waktu lima 
tahun kurang dari 50%, maka pada tahun 1991 telah mencapai 89 - 97%. Bahkan, 
harapan hidup 10 tahun telah mencapai 83 - 93%. Semuanya lantaran adanya 
cara-cara diagnosis lebih dini dan metode pengobatan lebih baik. (Gde)

http://www.indomedia.com/intisari/1998/september/lupus.htm 


Lupus, Penyakit Seratus Wajah 

PENYAKIT ini memang populer dengan sebutan "penyakit dengan seratus wajah" 
karena manifestasinya yang amat mirip dengan sekitar seratus penyakit lain, 
sehingga diagnosis sukar ditegakkan. Penyakit ini berkembang secara 
perlahan-lahan selama beberapa tahun, dengan gejala dan keluhan aneka penyakit 
seperti potongan-potongan teka-teki, sehingga sering terjadi keterlambatan 
diagnosis. 

Maklum, keluhan yang muncul biasanya berupa lekas capai, keletihan terus tiap 
hari, kelesuan fisik dan mental, demam rendah, tidak suka makan, berat badan 
turun, rambut rontok, pegal linu seluruh badan, nyeri di sendi-sendi tanpa 
artritis, dan peka terhadap sinar Matahari sampai timbul bercak kupu-kupu di 
muka. Karena semua keluhan itu serupa dengan penyakit lain, maka dokter sering 
tidak menduga bahwa pasien yang diperiksanya menderita lupus. 

John Darmawan MD PhD FACR, dokter spesialis rematik dari Semarang yang juga 
menjabat Penasihat Ahli Rematik WHO (World Health Organization) mengungkapkan, 
diagnosa lupus harus memenuhi lima dari 11 butir kriteria dari American College 
of Rheumatology. Kelima kriteria dikumpulkan berdasarkan riwayat sejak mulai 
sakit. 

Kriteria itu antara lain yang sudah disebutkan di atas termasuk keluhan tidak 
khas sebelum timbul tanda arthritis yang hanya berlangsung beberapa bulan, 
sariawan tanpa nyeri yang tidak kunjung sembuh selama beberapa minggu, bercak 
di muka yang berlangsung lama, dan peka terhadap sinar Matahari (bagian yang 
kena sinar Matahari menjadi merah selama beberapa jam atau lebih lama). 

Apabila gejala masih kurang dari 1-2 butir kriteria, maka untuk mendiagnosis 
lupus dapat diperkuat dengan uji laboratorium. Kalau salah satu atau dua tes 
laboratorium hasilnya positif, misalnya tes ANA (anti-nuclear antibody) dan 
anemia berat, maka seseorang bisa didiagnosis lupus. Lupus bisa diindikasikan 
oleh jumlah leukosit yang kurang dari 4.000/cc, jumlah trombosit kurang dari 
100.000/cc dan seterusnya. Selain darah, kelainan ginjal dan kekebalan juga 
menjadi indikator lupus. 

Prevalensi lupus yang rendah, 40/100.000, memungkinkan banyak dokter tidak 
pernah menemui kasus lupus di dalam praktiknya. 

Penanganan bersama 

Menurut John Darmawan, ahli penyakit rematik biasanya menangani penderita 
lupus. Namun, kompleksnya penyakit lupus dan pengobatannya membutuhkan 
penanganan bersama spesialis lain, sesuai organ tubuh yang diserang. Lupus 
ginjal misalnya, lebih baik ditangani bersama antara ahli penyakit ginjal dan 
ahli penyakit rematik, lupus kulit bekerja sama dengan ahli penyakit kulit, dan 
lupus otak diobati bersama dengan ahli penyakit saraf. 

Secara garis besar ada tiga jenis lupus, yaitu LES (lupus eritematosus 
sistemik), lupus diskoid, dan lupus obat. Lupus yang timbul akibat efek samping 
obat akan sembuh sendiri dengan memberhentikan obat terkait. Lupus diskoid 
adalah lupus kulit dengan manifestasi beberapa jenis kelainan kulit. 

Sedang LES dapat menimbulkan komplikasi seperti lupus otak, lupus paru-paru, 
lupus pembuluh darah jari-Jari tangan atau kaki, lupus kulit, lupus ginjal, 
lupus jantung, lupus darah, lupus otot, lupus retina, lupus sendi, dan 
lain-lain. 

Pemilihan obat tergantung jenis lupus yang diobati. Semua obat termasuk obat 
untuk penyakit lupus mempunyai efek samping. Untuk mencegah efek samping-karena 
obat harus diminum jangka panjang-maka tubuh harus mendapat asupan kalsium dan 
kalium yang cukup melalui makanan, minuman (susu dan produk dari bahan susu), 
buah-buahan, dan vitamin D. Ini sekaligus untuk mencegah rapuh tulang karena 
lupus dan obat lupus mengroposkan tulang. 

Faktor risiko 

Lupus dapat terjadi pada kedua jenis kelamin dalam semua umur. Namun, risiko 
timbulnya lupus pada wanita dewasa berusia subur delapan kali lebih tinggi 
dibanding pria dewasa. 

Obat sulfa, penisilin, hidralasin, prokainamid, juga sinar ultra-violet, dan 
infeksi, dapat mencetuskan lupus pada wanita dengan kecenderungan penyakit ini. 
Penderita dalam remisi dengan terapi pemeliharaan dan dalam remisi bebas terapi 
dapat kambuh apabila faktor risiko seperti sinar Matahari, stres fisik dan 
mental tidak dihindari. 

"Teriknya Matahari sepanjang tahun di negara tropik seperti Indonesia, 
merupakan faktor pencetus kekambuhan. Penderita yang peka sinar Matahari 
misalnya dapat timbul bercak merah di muka hanya dalam perjalanan 
Magelang-Semarang dengan mobil," kata John Darmawan. 

Oleh karena itu, ada beberapa pantangan yang harus dipatuhi penderita lupus 
termasuk sinar Matahari langsung. Pantulan sinar Matahari dari jalan aspal ke 
dalam mobil atau kaca mobil yang tembus sinar ultraviolet sebaiknya dihindari. 

"Suntikan dengan bahan silikon untuk bibir, pipi, atau pembesaran payudara dan 
pantat, merupakan pantangan bagi penderita lupus. Menggunakan cat rambut juga 
tidak boleh," tambah dia. 

Kerja lembur, pekerjaan yang melelahkan fisik, olahraga berat, sebaiknya 
dihindari. Penderita lupus dengan kencing manis pantang minum obat steroid, 
demikian pula halnya dengan penderita yang pernah menderita perdarahan lambung. 
Sendi dengan artritis akut (bengkak, kemerah-merahan, hangat, nyeri, dan kaku) 
tidak boleh dilatih, kecuali gerakan pasif yang tidak mencetuskan nyeri. 

Anjuran 

Penderita lupus harus selalu didukung secara moril oleh orang-orang 
terdekatnya, karena stres sewaktu-waktu dapat timbul. Kontrol teratur sesuai 
dengan anjuran dokter mutlak harus ditaati. Apabila merasa lupusnya kumat, 
dokter harus segera dihubungi. Tenggang waktu kumat dan laporan ke dokter tidak 
boleh melewati tujuh hari. 

Para penderita juga dianjurkan untuk mengenakan pakaian menutup lengan dan 
tungkai, bertopi atau berpayung yang tidak tembus sinar ultraviolet, bila 
sedang ke luar rumah. 

Menu makanan sehari-hari yang dianjurkan John Darmawan untuk penderita lupus 
adalah asupan gizi kaya kalsium, kalium, seng, vitamin B6, C, dan D. Sebaiknya 
penderita juga banyak memakan makanan yang kaya protein namun rendah 
karbohidrat. 

Semua buah-buahan dan sayur-mayur dianjurkan. Contoh, pisang, blewah, buah yang 
dikeringkan, pisang sale, nangka, durian, asparagus, brokoli, ubi-ubian, bayam, 
kangkung, dan lain-lain. Susu, yoghurt, dan keju, juga masuk dalam daftar 
makanan yang dianjurkan. (SN Wargatjie) 

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0207/21/IPTEK/lupu22.htm 





©o¿,,¿o©º°¨¨°º©o¿,,¿o©
Dina Virgianti
PT. Astra Honda Motor
Ph. 62-21-46835020 ext 6116
Fax. 62-21-46835025
http://www.babiesonline.com/babies/d/dhafin/
©o¿,,¿o©º°¨¨°º©o¿,,¿o©


  
Selain AIDS yang pendatang baru, ada juga penyakit lama yang belum bisa 
disembuhkan, yakni lupus. Penyakit yang dijuluki si Peniru Ulung ini sering 
dikira penyakit lain. Kalau sedang aktif, tak kalah mengerikan dibandingkan 
dengan AIDS. Wanita yang semula berparas cantik bisa kehilangan kecantikannya.

 lupus1.jpg (13461 bytes)       
Timbulnya ruam merah mirip kupu-kupu di wajah merupakan salah satu gejala 
lupus. (Repro: Medstudent)    

Kulit wajah di antara kedua pipi ditandai ruam merah yang bentuknya menyerupai 
kupu-kupu. Di bagian tubuh lain muncul bercak-bercak merah menyerupai cakram. 
Rambut rontok tak terkendali. Sariawan muncul di dalam rongga mulut. Itulah 
sebagian gejala lupus, penyakit otoimun kronis yang bisa menyebabkan peradangan 
di berbagai bagian tubuh, khususnya pada kulit, persendian, darah, dan ginjal.

Nama ilmiahnya lupus eritematosus sistemik (LES). Namun, lebih sering disebut 
lupus saja. Sedangkan penderitanya akrab disebut "odapus", orang dengan lupus.

Menurut Robert G. Lahita, M.D., Ph.D, kepala bagian Rematologi dan Penyakit 
Jaringan Konektif RS St. Luke/Roosevelt, Amerika Serikat, penyakit yang tak ada 
hubungan saudara dengan tokoh Lupus rekaan Hilman Hariwijaya dalam 
novel-novelnya ini, dibedakan jadi tiga tipe: lupus yang menyerang kulit 
(discoid lupus), yang menyerang sistem dalam tubuh, termasuk persendian dan 
ginjal (systemic lupus), dan lupus akibat pemakaian obat tertentu.

Dari ketiganya, discoid lupus paling sering menyerang. Namun, systemic lupus 
selalu lebih berat dibandingkan dengan discoid lupus, dan dapat menyerang organ 
atau sistem tubuh. Pada beberapa orang, cuma kulit dan persendian yang 
diserang. Meskipun begitu, pada orang lain bisa merusak persendian, paru-paru, 
ginjal, darah, organ atau jaringan lain. Sedangkan lupus akibat pemakaian obat 
umumnya berkaitan dengan pemakaian obat hydralazine (obat hipertensi) dan 
procainamide (untuk mengobati detak jantung yang tidak teratur). Hanya saja, 
cuma 4% dari orang yang mengkonsumsi obat-obat itu yang bakal membentuk 
antibodi penyebab lupus. Dari 4% itu pun sedikit sekali yang kemudian menderita 
lupus.

Sampai sekarang, penyakit ini belum bisa disembuhkan atau dicegah. Yang bisa 
baru sebatas menghilangkan gejalanya. Caranya dengan mengkonsumsi obat-obatan 
seumur hidup, menjalani pola hidup tertentu, dan menghindari stres.

Sistem kekebalan jadi liar 
Lupus sebenarnya telah dikenal lebih kurang seabad lalu. Mula-mula lupus kala 
itu dikira akibat gigitan anjing hutan. Dugaan itulah yang menyebabkan penyakit 
ini kemudian disebut lupus yang berarti anjing hutan dalam bahasa Latin. Dalam 
perkembangan selanjutnya, lupus menyebar ke seluruh organ di dalam tubuh. Maka 
muncullah sebutan LES itu.

Menurut dr. Heru Sundaru dari Sub Bagian Alergi-Imunologi, Bagian Ilmu Penyakit 
Dalam FKUI/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, dalam seminar Penyakit 
Lupus dan Wanita yang diselenggarakan Yayasan Lupus Indonesia pada Juni 1998, 
penyebab lupus belum diketahui dengan pasti. Selain faktor keturunan, faktor 
lingkungan seperti infeksi virus, cahaya matahari, dan obat-obatan, diduga ikut 
berperan dalam timbulnya gejala.

 lupus.jpg (15143 bytes)Robert mengungkapkan, ada 10% penderita lupus memiliki 
keluarga dekat yang telah atau memiliki kemungkinan menderita lupus. Statistik 
juga menunjukkan, ada 5% anak yang dilahirkan odapus bakal memiliki kemungkinan 
menderita penyakit ini.

Meski lebih sering menyerang kaum wanita, terutama yang berusia dua puluhan 
tahun, "Tapi pria kemungkinan juga bisa terkena lupus," jelas dr. Heru. Hasil 
survai yang dikutip dokter spesialis penyakit dalam itu menunjukkan, pada usia 
subur perbandingan wanita dan pria penderita lupus 10 : 1. Di RSCM 
perbandingannya 17 : 1.

Tingkat "keganasan" lupus juga berbeda menurut ras. Survai di AS menunjukkan, 
di antara 2.000 penduduk kulit putih ditemukan satu penderita. Sedangkan pada 
penduduk berkulit hitam dan keturunan Asia, frekuensinya lebih tinggi.

Lupus diketahui sebagai penyakit otoimun, penyakit yang muncul lantaran sistem 
kekebalan tubuh bereaksi berlebihan, yang justru mengganggu kesehatan tubuh. Di 
dalam tubuh manusia selalu ada sistem kekebalan tubuh, yang terdiri atas zat 
anti dan sel darah putih. Sistem imun ini bertugas melindungi tubuh manusia 
dari serangan antigen (musuh berupa bakteri, virus, mikroba lain). Pada lupus, 
oleh sebab yang belum diketahui, zat anti dan sel darah putih tadi justru 
menjadi liar dan menyerang tubuh yang seharusnya dilindungi. Akibatnya, 
organ-organ tubuh menjadi rusak dan gejala lupus pun muncul.

Perusakan jaringan tadi terjadi dengan dua cara. Zat anti langsung menyerang 
sel jaringan tubuh. Atau, zat itu masuk aliran darah dan bertemu antigen, lalu 
berkoalisi membentuk kompleks imun. Kompleks ini tetap ikut aliran darah 
sebelum tersangkut di pembuluh darah kapiler organ tertentu. Dalam keadaan 
normal, kompleks ini akan dieliminasi oleh sel-sel radang.

Sebaliknya, dalam keadaan tidak normal kompleks itu tidak dapat dihilangkan 
dengan baik dan sel-sel radang sebaliknya malah bertambah banyak sambil 
mengeluarkan enzim yang menimbulkan peradangan. Bila peradangan berlanjut, 
organ tubuh akan rusak, fungsinya terganggu sehingga menimbulkan gejala 
penyakit. Diduga, sinar matahari maupun hormon estrogen mempermudah terjadinya 
reaksi otoimun.

Positif lupus, empat kriteria 
Gejala penyakit ini dibedakan atas gejala umum dan gejala pada organ tertentu. 
Gejala umum yang sering ditemukan di antaranya, penderita sering merasa lemah, 
kelelahan berlebihan, demam, dan pegal-pegal. Gejala ini muncul ketika lupus 
sedang aktif dan menghilang ketika tidak aktif. 

Organ-organ tubuh yang biasanya menunjukkan adanya lupus sangat banyak, dari 
kulit, ginjal, jantung, hingga otak. Pada kulit gejalanya berupa ruam merah 
berbentuk mirip kupu-kupu di kedua pipi. Di bagian tubuh lainnya terdapat 
bercak merah berbentuk cakram dan terkadang bersisik. Kerontokan rambut dan 
sariawan merupakan gejala lain pada kulit. Kalau dilihat secara utuh, penderita 
lupus dengan gejala-gejala tadi akan tampak mirip monster.

Pada dada timbul rasa sakit yang menimbulkan gangguan pernapasan. Bila jantung 
atau paru-paru terserang, penderita akan merasakan jantung berdebar atau sesak 
napas. Bila jantung mengalami kelainan lanjutan, kaki menjadi bengkak. Pada 
sistem otot gejala yang dirasakan penderita adalah rasa lemah atau sakit di 
otot. Pada pesendian akan dirasakan sakit, baik dengan ataupun tanpa 
pembengkakan dan kemerahan. Pada darah terjadi penurunan jumlah sel darah 
merah, putih, dan sel pengatur pembekuan darah.

Sedang pada saluran pencernaan muncul gejala sakit perut, mual, muntah, diare, 
atau sukar buang air besar. Pada ginjal terjadi gangguan fungsi yang 
mengakibatkan tidak dapat dikeluarkannya racun hasil metabolisme dan banyaknya 
kandungan protein dalam urine. Pada sistem saraf timbul gangguan pada otak, 
saraf sumsum tulang belakang dan saraf tepi, yang mengakibatkan pusing atau 
kejang. Bahkan, bisa sampai menimbulkan stroke dan gangguan jiwa, meskipun ini 
jarang terjadi.

Menurut dr. Heru, pada 1971 untuk bisa menentukan seseorang terserang lupus 
setidaknya diperlukan 14 kriteria. Pada 1982 kriteria itu menjadi 11. Sekarang, 
diperlukan hanya empat kriteria. "Tapi bukan berarti kalau ada tiga kriteria 
bukan lupus. Tiga kriteria saja sudah bisa menunjukkan kemungkinan adanya 
penyakit lupus," tambah dr. Heru. Bahkan, bila menunjukkan gejala pada dua atau 
lebih organ atau sistem tadi, seseorang harus diwaspadai menderita lupus.

Gejala lupus sering menyerupai penyakit lain, sehingga penyakit ini sering 
dijuluki Si Peniru Ulung. "Karena itu kita harus hati-hati dalam 
menginterprestasikan hasil pemeriksaan," jelas dr. Heru. Bisa saja dokter 
menduga pasiennya terserang sifilis, batu ginjal, atau rematik, seperti yang 
dialami Tiara Savitri, penderita lupus yang kini menjadi Ketua Yayasan Lupus 
Indonesia. Bahkan, menurut Robert, tidak akan ada dua penderita systemic lupus 
memiliki gejala yang sama. "Tipu daya" macam itu tidak jarang menyebabkan 
dokter maupun penderita frustasi akibat penyakitnya tak kunjung membaik.

Untuk mendiagnosis penyakit ini dengan pasti diperlukan pemeriksaan darah atau 
biopsi kulit. Keduanya untuk memeriksa antibodi-antibodi yang muncul ketika 
lupus sedang aktif. 

Hamil boleh, tapi direncanakan 
Meski masih belum bisa disembuhkan, odapus tetap bisa mendapatkan pengobatan 
agar bisa hidup lebih lama seperti orang sehat. Pengobatan ditujukan untuk 
menghilangkan gejala lupus yang ada. Pengobatan juga perlu didukung perubahan 
pola hidup, pengendalian emosi, pemakaian obat secara tepat, dan pengaturan 
gizi seimbang.

Menurut dr. Harry Isbagyo, SpPD, KR, dari Sub Bagian Reumatologi, Bagian 
Penyakit Dalam, FKUI/RSCM, dalam proses pengobatan pasien mesti dievaluasi 
minimal tiga bulan sekali, tergantung status kesehatannya. Tujuannya, 
mengevaluasi aktivitas penyakit dan menentukan pengobatan selanjutnya. 
"Penyakit ini berlangsung lama, bisa bertahun-tahun. Jadi harus sabar dalam 
menjalani pengobatan," jelas dr. Harry.

Penderita memerlukan program pengaturan lama beraktivitas dan lama tidur. 
Menurut dr. Harry, bagi odapus, kecapekan dan stres berat merupakan penyebab 
tercetusnya gejala lupus. Karena itu, hidup teratur merupakan keharusan. 
"Olahraga juga boleh. Tapi jangan dipaksakan, misalnya jangan dilakukan pada 
siang hari saat matahari sudah kuat," tambah dr. Heru.

Meski tidak semua odapus sensitif terhadap sinar matahari, mereka dianjurkan 
menghindari paparan sinar matahari secara langsung untuk waktu lama karena 
kekambuhan penyakit sering terjadi setelah terpapar sinar ultraviolet. Dr. Heru 
menganjurkan penderita keluar rumah hanya sebelum pukul 09.00 atau sesudah 
pukul 16.00. Ketika keluar rumah, penderita memakai sun block atau sun screen 
(pelindung kulit dari sengatan sinar matahari) pada bagian kulit yang akan 
terpapar. Dr. Harry juga menyarankan penderita mengenakan pakaian yang tepat.

Menurut dr. Harry, penderita perlu segera mencari pertolongan medis bila timbul 
gejala panas tanpa diketahui penyebabnya. Bila hendak mendapat berbagai 
tindakan medik, macam pengobatan gigi, tindakan terhadap saluran kemih dan 
kandungan, atau tidakan bedah lainnya, penderita perlu berkonsultasi dengan 
dokter untuk mendapatkan antibiotika pencegahan. Bila penderita terserang pada 
organ utama, seperti ginjal, paru, jantung, dsb., penyakitnya sedang aktif, 
atau dalam pengobatan dengan obat-obatan imunsurpresif, dia sebaiknya dicegah 
dari kehamilan. 

"Penderita yang penyakitnya sedang aktif, jarang sekali bisa hamil. Kalaupun 
bisa hamil biasanya akan menimbulkan keguguran. Karena itu, kalau berhasil 
hamil sebaiknya penyakitnya selalu dikontrol," tegas dr. Harry. Namun dokter 
ini juga mengingatkan bahwa yang terbaik adalah kehamilan terencana. Artinya, 
selama penyakitnya aktif, kehamilan dihindarkan dan pengobatan dilakukan secara 
intensif. Odapus dianjurkan menghindari kontrasepsi yang mengandung estrogen. 
Setelah penyakitnya teratasi, barulah merencanakan kehamilan.

Dalam pengobatan lupus, ada dua kategori obat yang digunakan, yakni golongan 
kortikosteroid dan golongan selain kortikosteroid. Golongan kortikosteroid 
merupakan obat utama penyakit lupus. Untuk kelainan kulit diberikan dalam 
bentuk topikal (salep, krem, atau cairan). Untuk lupus ringan digunakan 
kortikosteroid dalam bentuk tablet dosis rendah. Bila lupus sudah dalam kondisi 
berat, digunakan kortikosteroid dalam bentuk tablet atau suntikan dosis tinggi. 
"Kalau sudah menyerang otak, misalnya, dosisnya bisa sampai 1.000 mg per hari," 
jelas dr. Harry. Setelah kondisinya teratasi, dosis diturunkan sampai dosis 
terendah yang dapat mencegah kambuhnya penyakit.

Obat golongan bukan kortikosteroid biasanya merupakan pelengkap obat 
kortikosteroid. Di antara obat golongan ini adalah antiinflamasi nonsteroid 
(OAINS) untuk mengatasi keluhan nyeri dan bengkak sendi; obat antimalaria 
(kloroquin/resochin, dihidroksi kloroquin/plaquenil) untuk mengatasi gejala 
penyakit pada kulit, rambut, nyeri otot dan sendi, bahkan untuk odapus dengan 
gejala ringan; dan obat imunosupresif macam siklofostamid untuk kondisi yang 
disertai gangguan ginjal, azatioprin yang merupakan obat pendamping 
kortikosteroid agar kebutuhan kortikosteroid dapat dikurangi, dan klorambusil.

Penggunaan obat-obat tadi mesti dengan pertimbangan matang mengingat efek 
sampingan yang ditimbulkan. Obat kortikosteroid, misalnya, bisa memberi efek 
sampingan berupa wajah membulat (moonface), penyakit cushing, osteoporosis, 
diabetes melitus, hipertensi, gangguan lambung, dsb. OAINS menimbulkan gangguan 
lambung, ginjal, darah, dsb. Obat antimalaria memberi dampak gangguan 
penglihatan akibat deposit di kornea mata dan retinopati. Sedangkan 
imunosupresif memberi efek sampingan berupa mual atau muntah, gangguan darah, 
ginjal, dan mudah terkena infeksi.

Meski efek sampingan tak dapat dihindarkan (yang bisa hanya mengurangi), 
pengobatan mesti dilakukan. "Pencegahan penyakit ini belum bisa dilakukan 
karena penyebab pastinya saja belum diketahui," ungkap dr. Heru. Meski begitu, 
kalau sudah positif terkena lupus, segala upaya mesti tetap dilakukan agar 
penderita bisa menikmati hidup dengan baik. "Odapus bisa bertahan lebih lama 
dengan penggunaan obat secara terkontrol," tegas dr. Harry. "Yang penting 
adalah dosisnya. Dosis dipilih seringan mungkin," tambahnya.

Kini, angka harapan hidup penderita lupus sudah termasuk sangat tinggi. Di AS 
dan Eropa, kalau pada tahun 1955 harapan hidup penderita lupus dalam waktu lima 
tahun kurang dari 50%, maka pada tahun 1991 telah mencapai 89 - 97%. Bahkan, 
harapan hidup 10 tahun telah mencapai 83 - 93%. Semuanya lantaran adanya 
cara-cara diagnosis lebih dini dan metode pengobatan lebih baik. (Gde)

http://www.indomedia.com/intisari/1998/september/lupus.htm 


Lupus, Penyakit Seratus Wajah 

PENYAKIT ini memang populer dengan sebutan "penyakit dengan seratus wajah" 
karena manifestasinya yang amat mirip dengan sekitar seratus penyakit lain, 
sehingga diagnosis sukar ditegakkan. Penyakit ini berkembang secara 
perlahan-lahan selama beberapa tahun, dengan gejala dan keluhan aneka penyakit 
seperti potongan-potongan teka-teki, sehingga sering terjadi keterlambatan 
diagnosis. 

Maklum, keluhan yang muncul biasanya berupa lekas capai, keletihan terus tiap 
hari, kelesuan fisik dan mental, demam rendah, tidak suka makan, berat badan 
turun, rambut rontok, pegal linu seluruh badan, nyeri di sendi-sendi tanpa 
artritis, dan peka terhadap sinar Matahari sampai timbul bercak kupu-kupu di 
muka. Karena semua keluhan itu serupa dengan penyakit lain, maka dokter sering 
tidak menduga bahwa pasien yang diperiksanya menderita lupus. 

John Darmawan MD PhD FACR, dokter spesialis rematik dari Semarang yang juga 
menjabat Penasihat Ahli Rematik WHO (World Health Organization) mengungkapkan, 
diagnosa lupus harus memenuhi lima dari 11 butir kriteria dari American College 
of Rheumatology. Kelima kriteria dikumpulkan berdasarkan riwayat sejak mulai 
sakit. 

Kriteria itu antara lain yang sudah disebutkan di atas termasuk keluhan tidak 
khas sebelum timbul tanda arthritis yang hanya berlangsung beberapa bulan, 
sariawan tanpa nyeri yang tidak kunjung sembuh selama beberapa minggu, bercak 
di muka yang berlangsung lama, dan peka terhadap sinar Matahari (bagian yang 
kena sinar Matahari menjadi merah selama beberapa jam atau lebih lama). 

Apabila gejala masih kurang dari 1-2 butir kriteria, maka untuk mendiagnosis 
lupus dapat diperkuat dengan uji laboratorium. Kalau salah satu atau dua tes 
laboratorium hasilnya positif, misalnya tes ANA (anti-nuclear antibody) dan 
anemia berat, maka seseorang bisa didiagnosis lupus. Lupus bisa diindikasikan 
oleh jumlah leukosit yang kurang dari 4.000/cc, jumlah trombosit kurang dari 
100.000/cc dan seterusnya. Selain darah, kelainan ginjal dan kekebalan juga 
menjadi indikator lupus. 

Prevalensi lupus yang rendah, 40/100.000, memungkinkan banyak dokter tidak 
pernah menemui kasus lupus di dalam praktiknya. 

Penanganan bersama 

Menurut John Darmawan, ahli penyakit rematik biasanya menangani penderita 
lupus. Namun, kompleksnya penyakit lupus dan pengobatannya membutuhkan 
penanganan bersama spesialis lain, sesuai organ tubuh yang diserang. Lupus 
ginjal misalnya, lebih baik ditangani bersama antara ahli penyakit ginjal dan 
ahli penyakit rematik, lupus kulit bekerja sama dengan ahli penyakit kulit, dan 
lupus otak diobati bersama dengan ahli penyakit saraf. 

Secara garis besar ada tiga jenis lupus, yaitu LES (lupus eritematosus 
sistemik), lupus diskoid, dan lupus obat. Lupus yang timbul akibat efek samping 
obat akan sembuh sendiri dengan memberhentikan obat terkait. Lupus diskoid 
adalah lupus kulit dengan manifestasi beberapa jenis kelainan kulit. 

Sedang LES dapat menimbulkan komplikasi seperti lupus otak, lupus paru-paru, 
lupus pembuluh darah jari-Jari tangan atau kaki, lupus kulit, lupus ginjal, 
lupus jantung, lupus darah, lupus otot, lupus retina, lupus sendi, dan 
lain-lain. 

Pemilihan obat tergantung jenis lupus yang diobati. Semua obat termasuk obat 
untuk penyakit lupus mempunyai efek samping. Untuk mencegah efek samping-karena 
obat harus diminum jangka panjang-maka tubuh harus mendapat asupan kalsium dan 
kalium yang cukup melalui makanan, minuman (susu dan produk dari bahan susu), 
buah-buahan, dan vitamin D. Ini sekaligus untuk mencegah rapuh tulang karena 
lupus dan obat lupus mengroposkan tulang. 

Faktor risiko 

Lupus dapat terjadi pada kedua jenis kelamin dalam semua umur. Namun, risiko 
timbulnya lupus pada wanita dewasa berusia subur delapan kali lebih tinggi 
dibanding pria dewasa. 

Obat sulfa, penisilin, hidralasin, prokainamid, juga sinar ultra-violet, dan 
infeksi, dapat mencetuskan lupus pada wanita dengan kecenderungan penyakit ini. 
Penderita dalam remisi dengan terapi pemeliharaan dan dalam remisi bebas terapi 
dapat kambuh apabila faktor risiko seperti sinar Matahari, stres fisik dan 
mental tidak dihindari. 

"Teriknya Matahari sepanjang tahun di negara tropik seperti Indonesia, 
merupakan faktor pencetus kekambuhan. Penderita yang peka sinar Matahari 
misalnya dapat timbul bercak merah di muka hanya dalam perjalanan 
Magelang-Semarang dengan mobil," kata John Darmawan. 

Oleh karena itu, ada beberapa pantangan yang harus dipatuhi penderita lupus 
termasuk sinar Matahari langsung. Pantulan sinar Matahari dari jalan aspal ke 
dalam mobil atau kaca mobil yang tembus sinar ultraviolet sebaiknya dihindari. 

"Suntikan dengan bahan silikon untuk bibir, pipi, atau pembesaran payudara dan 
pantat, merupakan pantangan bagi penderita lupus. Menggunakan cat rambut juga 
tidak boleh," tambah dia. 

Kerja lembur, pekerjaan yang melelahkan fisik, olahraga berat, sebaiknya 
dihindari. Penderita lupus dengan kencing manis pantang minum obat steroid, 
demikian pula halnya dengan penderita yang pernah menderita perdarahan lambung. 
Sendi dengan artritis akut (bengkak, kemerah-merahan, hangat, nyeri, dan kaku) 
tidak boleh dilatih, kecuali gerakan pasif yang tidak mencetuskan nyeri. 

Anjuran 

Penderita lupus harus selalu didukung secara moril oleh orang-orang 
terdekatnya, karena stres sewaktu-waktu dapat timbul. Kontrol teratur sesuai 
dengan anjuran dokter mutlak harus ditaati. Apabila merasa lupusnya kumat, 
dokter harus segera dihubungi. Tenggang waktu kumat dan laporan ke dokter tidak 
boleh melewati tujuh hari. 

Para penderita juga dianjurkan untuk mengenakan pakaian menutup lengan dan 
tungkai, bertopi atau berpayung yang tidak tembus sinar ultraviolet, bila 
sedang ke luar rumah. 

Menu makanan sehari-hari yang dianjurkan John Darmawan untuk penderita lupus 
adalah asupan gizi kaya kalsium, kalium, seng, vitamin B6, C, dan D. Sebaiknya 
penderita juga banyak memakan makanan yang kaya protein namun rendah 
karbohidrat. 

Semua buah-buahan dan sayur-mayur dianjurkan. Contoh, pisang, blewah, buah yang 
dikeringkan, pisang sale, nangka, durian, asparagus, brokoli, ubi-ubian, bayam, 
kangkung, dan lain-lain. Susu, yoghurt, dan keju, juga masuk dalam daftar 
makanan yang dianjurkan. (SN Wargatjie) 

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0207/21/IPTEK/lupu22.htm 




----- Original Message ----- 
From: <[EMAIL PROTECTED]>
To: <balita-anda@balita-anda.com>
Sent: Wednesday, May 04, 2005 10:36 AM
Subject: [balita-anda] Penyakit Lupus


Dear Milis Balita,
 
Bisa dibantu kalau ada yg tahu atau punya artikel tentang penyakit
Lupus.
 
Thanks,
 

Kirim email ke