Dear mbak,
 tanpa mengurangi rasa hormat, dah sering dibahas di milis dan banyak 
literatur kedokteran maupun mengenai bayi yang menyatakan bahwa madu TIDAK 
BOLEH diberikan untuk anak di bawah usia 1 tahun. Untuk amannya juga pada 
semua anak dibawah umur 2 tahun. Dapat menyebabkan Botulisma, yang 
disebabkan oleh bakteri Clostridium botulisma.

Tidak ada bukti klinis madu dapat menambah nafsu makan. Benar dapat menambah 
tenaga, karena kandungan gulanya tinggi.

Ini ada artikel ttg madu dan botulism dari mayoclinic, aap dan medicastore, 
waktu itu pernah di-posting oleh mbak Melisa.
 mohon maaf jika kurang membantu,
=listi=

  
===========
Dari : www.mayoclinic.com <http://www.mayoclinic.com/>

Honey: Why isn't it safe for infants?

I've heard that you shouldn't give honey to infants. Why? 

No name / No state given


Never give honey to infants younger than 1 year. Honey is a known source of
bacterial spores that produce the bacterium Clostridium botulinum. This
bacterium makes a toxin that can cause infant botulism. This rare but 
serious form of food poisoning affects a baby's nervous system and can
result in death. Unlike adults, infants haven't developed beneficial
bacteria in their digestive tracts that can control botulism spores and 
prevent growth of the bacterium and production of its toxin.

Signs and symptoms of infant botulism include:

Persistent constipation
Floppy arms, legs and neck
Weak cry due to muscle weakness
Weak sucking and poor feeding 
Tired all the time (lethargy)
Botulism spores are also found in uncooked food. For this reason, feeding
an infant any undercooked food is risky as well.


=================================

Botulism 

What is botulism?

No name / No state given


Botulism is caused by toxins made by the bacterium Clostridium botulinum.
The toxin causes muscle paralysis and is among the most lethal substances 
known. The disease can cause death within 24 hours by paralyzing muscles
used in breathing.

You can get botulism by eating improperly canned foods or fish that are
contaminated with these naturally occurring bacteria or their toxin. 
Botulism toxin potentially could be used as a biological weapon by
contaminating food supplies.

Rarely, bacteria that produce botulism may also occur in spore form in
contaminated soil. In this case, botulism-causing bacteria could spread by 
eating fruits and vegetables not properly cleaned before cooking or
preserving. Infection can also occur through a contaminated wound.

Botulism usually develops between 12 and 36 hours after ingesting the
toxin. Signs and symptoms of food-borne botulism include:

Abdominal cramps
Nausea
Vomiting
Diarrhea
Double vision
Drooping eyelids
Dry mouth
Slurred speech
Difficulty swallowing
Muscle weakness and eventually paralysis that starts at the top of your 
body and moves downward
The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) and some state health
departments keep a supply of antitoxin against botulinum toxin. Treatment
includes taking the antitoxin and possibly using a ventilator for breathing 
until the toxin works its way out of your system. If you have the bacteria
that produces the toxin in a wound, treatment includes cleaning the wound
and taking antibiotics.

An experimental botulism vaccine exists, but because the disease is rare, 
experts don't recommend immunization. In the United States, about 25 cases
of food-borne botulism are reported each year.
------------------

Dari : www.aap.org <http://www.aap.org/>

Botulism Facts

Botulism is a muscle-paralyzing disease caused by a toxin made by a
bacterium called Clostridium botulinum.

There are three main kinds of botulism:
Food-borne botulism occurs when a person ingests pre-formed toxin that 
leads to illness within a few hours to days. Food-borne botulism is a
public health emergency because the contaminated food may still be
available to other persons besides the patient.

Infant botulism occurs in a small number of susceptible infants each 
year who harbor C. botulinum in their intestinal tract.

Wound botulism occurs when wounds are infected with C. botulinum that
secretes the toxin.

With foodborne botulism, symptoms begin within six hours to two weeks 
(most commonly between 12 and 36 hours) after eating toxin-containing
food. Symptoms of botulism include double vision, blurred vision,
drooping eyelids, slurred speech, difficulty swallowing, dry mouth,
muscle weakness that always descends through the body: first shoulders 
are affected, then upper arms, lower arms, thighs, calves, etc.
Paralysis of breathing muscles can cause a person to stop breathing and
die, unless assistance with breathing (mechanical ventilation) is
provided. 

Botulism is not spread from one person to another. Food-borne botulism
can occur in all age groups.

A supply of antitoxin against botulism is maintained by CDC. The
antitoxin is effective in reducing the severity of symptoms if 
administered early in the course of the disease. Most patients
eventually recover after weeks to months of supportive care

Botulisme

DEFINISI
Botulisme adalah suatu keadaan yang jarang terjadi dan bisa berakibat fatal, 

yang disebabkan oleh keracunan toksin (racun) yang diproduksi oleh
Clostridium botulinum.

Toksin ini adalah racun yang sangat kuat dan dapat menyebabkan kerusakan
saraf dan otot yang berat. Karena menyebabkan kerusakan berat pada saraf, 
maka racun ini disebut neurotoksin.
Terdapat 3 jenis botulisme, yaitu :
- Foodborne botulism, merupakan akibat dari mencerna makanan yang tercemar
- Wound botulism, disebabkan oleh luka yang tercemar
- Infant botulism, terjadi pada anak-anak, karena mencerna makanan yang 
tercemar.


PENYEBAB
Bakteri Clostridium botulinum memiliki bentuk spora. Spora ini dapat
bertahan dalam keadaan dorman (tidur) selama beberapa tahun dan tahan
tehadap kerusakan.
Jika lingkungan di sekitarnya lembab, terdapat cukup makanan dan tidak ada 
oksigen, spora akan mulai tumbuh dan menghasilkan toksin.
Beberapa toksin yang dihasilkan Clostridium botulinum memiliki kadar protein
yang tinggi, yang tahan terhadap pengrusakan oleh enzim pelindung usus.

Jika makan makanan yang tercemar, racun masuk ke dalam tubuh melalui saluran
pencernaan, menyebabkan foodborne botulism. Sumber utama dari botulisme ini
adalah makanan kalengan.
Sayuran, ikan, buah dan rempah-rempah juga merupakan sumber penyakit ini. 
Demikian juga halnya dengan daging, produki susu, daging babi dan unggas.

Wound botulism terjadi jika luka terinfeksi oleh Clostridium botulinum.
Di dalam luka ini, bakteri menghasilkan toksin yang kemudian diserap masuk 
ke dalam aliran darah dan akhirnya menimbulkan gejala.

Infant botulism sering terjadi pada bayi berumur 2-3 bulan.
Berbeda dengan foodborne botulism, infant botulism tidak disebabkan karena
menelan racun yang sudah terbentuk sebelumnya. Botulisme ini disebabkan 
karena makan makanan yang mengandung spora, yang kemudian tumbuh dalam usus
bayi dan menghasilkan racun.
Penyebabnya tidak diketahui, tapi beberapa kasus berhubungan dengan
pemberian madu.

Clostridium botulinum banyak ditemukan di lingkungan dan banyak kasus yang
merupakan akibat dari terhisapnya sejumlah kecil debu atau tanah.



GEJALA
Gejalanya terjadi tiba-tiba, biasanya 18-36 jam setelah toksin masuk, tapi 
dapat terjadi 4 jam atau paling lambat 8 hari setelah toksin masuk. Makin
banyak toksin yang masuk, makin cepat seseorang akan sakit.
Pada umumnya, seseorang yang menjadi sakit dalam 24 jam setelah makan
makanan yang tercemar, akan mengalami penyakit yang sangat parah. 

Gejala pertama biasanya berupa mulut kering, penglihatan ganda, penurunan
kelopak mata dan ketidakmampuan untuk melihat secara fokus terhadap objek
yang dekat.
Refleks pupil berkurang atau tidak ada sama sekali. 

Pada beberapa penderita, gejala aawalnya adalah mual, muntah, kram perut dan
diare.
Pada penderita lainnya gejala-gejala saluran pencernaan ini tidak muncul,
terutama pada penderita wound botulism. 

Penderita mengalami kesulitan untuk berbicara dan menelan.
Kesulitan menelan dapat menyebabkan terhirupnya makanan ke dalam saluran
pernafasan dan menimbulkan pneumonia aspirasi.
Otot lengan, tungkai dan otot-otot pernafasan akan melemah. 
Kegagalan saraf terutama mempengaruhi kekuatan otot.

Pada 2/3 penderita infant botulism, konstipasi (sembelit) merupakan gejala
awal. Kemudian terjadi kelumpuhan pada saraf dan otot, yang dimulai dari
wajah dan kepala, akhirnya sampai ke lengan, tungkai dan otot-otot 
pernafasan.
Kerusakan saraf bisa hanya mengenai satu sisi tubuh. Masalah yang
ditimbulkan bervariasi, mulai dari kelesuan yang ringan dan kesulitan
menelan, sampai pada kehilangan ketegangan otot yang berat dan gangguan 
pernafasan.



DIAGNOSA
Pada foodborne botulisme, diagnosis ditegakkan berdasarkan pola yang khas
dari gangguan saraf dan otot. Tetapi gejala ini sering dikelirukan dengan
penyebab lain dari kelumpuhan, misalnya stroke. 
Adanya makanan yang diduga sebagai sumber kelainan ini juga merupakan
petunjuk tambahan. Jika botulisme terjadi pada 2 orang atau lebih yang
memakan makanan yang sama dan di tempat yang sama, maka akan lebih mudah 
untuk menegakkan diagnosis.

Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan darah untuk menemukan
adanya toksin atau biakan contoh tinja untuk menumbuhkan bakteri
penyebabnya.
Toksin juga dapat diidentifikasi dalam makanan yang dicurigai. 

Elektromiografi (pemeriksaan untuk menguji aktivitas listrik dari otot)
menujukkan kontraksi otot yang abnormal setelah diberikan rangsangan
listrik. Tapi hal ini tidak ditemukan pada setiap kasus botulisme. 

Diagnosis wound botulism diperkuat dengan ditemukannya toksin dalam darah
atau dengan membiakkan bakteri dalam contoh jaringan yang terluka.

Ditemukannya bakteri atau toksinnya dalam contoh tinja bayi, akan memperkuat 

diagnosis infant botulisme.


PENGOBATAN
Penderita botulisme harus segera dibawa ke rumah sakit.
Pengobatannya segera dilakukan meskipun belum diperoleh hasil pemeriksaan
laboratorium untuk memperkuat diagnosis. 

Untuk mengeluarkan toksin yang tidak diserap dilakukan:
- perangsangan muntah
- pengosongan lambung melalui lavase lambung
- pemberian obat pencahar untuk mempercepat pengeluaran isi usus.

Bahaya terbesar dari botulisme ini adalah masalah pernafasan. Tanda-tanda 
vital (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu) harus diukur
secara rutin.
Jika gangguan pernafasan mulai terjadi, penderita dibawa ke ruang intensif
dan dapat digunakan alat bantu pernafasan. Perawatan intensif telah 
mengurangi angka kematian karena botulisme, dari 90% pada awal tahun 1900
sekarang menjadi 10%.
Mungkin pemberian makanan harus dilakukan melalui infus.

Pemberian antitoksin tidak dapat menghentikan kerusakan, tetapi dapat 
memperlambat atau menghentikan kerusakan fisik dan mental yang lebih lanjut,
sehingga tubuh dapat mengadakan perbaikan selama beberapa bulan.
Antitoksin diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan.
Pemberian ini pada umumnya efektif bila dilakukan dalam waktu 72 jam setelah
terjadinya gejala.
Antitoksin tidak dianjurkan untuk diberikan pada bayi, karena efektivitasnya
pada infant botulism masih belum terbukti. 



PENCEGAHAN
Spora sangat tahan terhadap pemanasan dan dapat tetap hidup selama beberapa
jam pada proses perebusan. Tetapi toksinnya dapat hancur dengan pemanasan,
Karena itu memasak makanan pada suhu 80� Celsius selama 30 menit, bisa 
mencegah foodborne botulism.
Memasak makanan sebelulm memakannya, hampir selalu dapat mencegah terjadinya
foodborne botulism. Tetapi makanan yang tidak dimasak dengan sempurna, bisa
menyebabkan botulisme jika disimpan setelah dimasak, karena bakteri dapat 
menghasilkan toksin pada suhu di bawah 3� Celsius (suhu lemari pendingin).

Penting untuk memanaskan makanan kaleng sebelum disajikan. Makanan kaleng
yang sudah rusak bisa mematikan dan harus dibuang. Bila kalengnya penyok 
atau bocor, harus segera dibuang.
Anak-anak dibawah 1 tahun sebaiknya jangan diberi madu karena mungkin ada
spora di dalamnya.

Toksin yang masuk ke dalam tubuh manusia, baik melalui saluran pencernaan, 
udara maupun penyerapan melalui mata atau luka di kulit, bisa menyebabkan
penyakit yang serius. Karena itu, makanan yang mungkin sudah tercemar,
sebaiknya segera dibuang.
Hindari kontak kulit dengan penderita dan selalu mencuci tangan segera 
setelah mengolah makanan


 On 6/16/05, Nuraini <[EMAIL PROTECTED]> wrote: 
> 
> Hello mbak Rita,
> sesama ibu aku dapat merasakan kecemasan tersebut, dan bukannya aku
> gak pernah ngalamin. anakku dah tiga alhamdulillah yang plg kecil klas 
> 1 sd. gak mau minum susu itu kejadian anakku yang no 2&3. terus
> dikasih obat juga sama dokter, malah obat TBC (padalah testnya
> negatif) selesai pengobatan 9 bulan aku kontrol ke dokter anak lagi
> karena berat badan gak nambah secara baik malah aku dimarah-marahin 
> "anak-anak jangan diberi obat TBC bahaya"
> nah baru saat itu aku ogah lagi ke dokter tuh masalah2 itu dak aku dah
> khawatir dengan antibiotik2 dan antibiotik terus.
> 
> akhirnya aku konsumsi madu mbak tuk keluargaku, alhamdulillah nafsu 
> makan anak-anak baik aktivitas tdk terganggu, dan yang jelas selama
> aman. dan kalau menurut keyakinanku madu emang obat dari Tuhan so..
> jelas manfaatnya bagi kita.
> 
> setahu saya, yang banyak aku baca konsumsi madu anak-anak mulai umur 6 
> bulan hingga tak terbatas.masalah merek aku punya merek tersendiri
> yang selalu aku sediakan di rumah untuk konsumsi sehari-hari dan
> pengobatan. kalau berkenan nanti tak japri soalnye ntar jadi promosi,
> he..he.. kan kacau 
> 
> semoga bisa membantu.
> 
> salam dari ibu beranak 3 (nuraini)
>

Kirim email ke