Nitip ke jalum....dari tempat gw bounching terus..Tengkyu
----- Original Message -----
From: "melisa" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <balita-anda@balita-anda.com>
Sent: Thursday, July 21, 2005 12:29 PM
Subject: Re: [balita-anda] rangkuman tanggapan deadly immunity
Pak Yandi,...
Malas saya berdebat dg Bapak,...udah jelas2 bisa nyari sendiri di
Internet,
sengaja ya mau bikin suasana panas di milis???
Kalau bapak bisa kasih tips-tips cantik meminimalisir kadar timbal dalam
tubuh, pasti dong punya tips2 yg cerdas juga bagaimana membuat anak2
Indonesia terhindar dari cacat seumur hidup atau kematian. Kalau
imunisasi
bukan salah satu tips-nya, wah,...saran saya, kembali aja ke alamnya deh
;-)
Melisa
==========================
Kadar akhir merkuri pada vaksin berkisar 12,5 - 25 mg. Vaksin
hepatitis B, DPT, DTaP, HIB dan influenza mengandung 25mg/ml.
Sementara jenis baru vaksin hepatitis B mengandung 12,5 mg/ml.
Dengan takaran ini, bayi sampai berumur 6 bulan misalnya, akan
mendapat paparan 75 mg merkuri dari imunisasi dasar. Bila ada
tambahan hepatitis B akan menjadi 112,5 kemudian menjadi 187,5 mg
bila dilengkapi vaksin HiB dan 200 mg bila disertai vaksin
influenza. Perhitungan ini menunjukkan melampaui batasan EPA untuk
(65 - 106 mg sesuai rentang persentil berat badan bayi), tetapi
masih dibawah batasan ATSDR (194 - 319 mg), FDA (259 - 425 mg) dan
WHO (305 - 501 mg).
Journal of American Physicians and Surgeons melaporkan analisis
terhadap data di VAERS (Vaccine Adverse Events Reporting System).
Disebutkan, adanya paparan 75 - 100 mg merkuri dari vaksin yang
mengandung thimerosal menimbulkan peningkatan 2 - 6 kali pada
insiden gangguan perkembangan neurologis dan penyakit jantung
dibandingkan kelompok yang mendapat vaksin tanpa thimerosal. Tetapi
laporan ini dibantah oleh American Academy of Pediatrics (AAP)
karena dianggap salah melakukan estimasi dan analisis terhadap data-
data VAERS. AAP menyimpulkan tidak didapatkan bukti hubungan
thimerosal dengan insiden penyakit tersebut.
Sementara hampir bersamaan, Toxicological Sciences melaporkan
konsentrasi thimerosal untuk menimbulkan efek toksik adalah antara
405 mg/l - 101 mg/l atau setara dengan kadar merkuri 201 mg/l - 50
mg/l. Sedang bila dihitung rata-rata, bayi berumur 6 bulan mendapat
akumulasi paparan merkuri maksimal dari vaksinasi sebesar 32 - 52
mg/kg berat badan. Pada perhitungan lebih rinci, angka ini hampir 4
kali lipat lebih rendah dari batas minimal tersebut. Tetapi masih
belum jelas apakah paparan dosis rendah dalam jangka panjang akan
mempengaruhi tingkat toksisitasnya.
Analisis efek toksik thimerosal selama ini didasarkan pada efek
metil merkuri, sementara yang terkandung adalah etil merkuri. Metil
merkuri mudah terakumulasi di dalam tubuh karena waktu paruhnya
panjang (sekitar 45 hari). Akumulasi akan lebih tinggi pada bayi
karena masih belum sempurnanya sistem ekskresi. Sementara pada
November 2002, Lancet melaporkan ternyata ekskresi etil merkuri pada
bayi berumur 6 bulan, 6 kali lebih cepat daripada metil merkuri (45
hari berbanding 7 hari), sehingga tingkat akumulasinya lebih rendah
daripada yang diperkirakan.
Pada tataran klinis, American College of Preventive Medicine
menyimpulkan tidak cukup data untuk menerima atau pun menolak
hipotesis hubungan antara paparan thimerosal pada vaksin dengan
kejadian autisme karena bukti-bukti yang ada masih meragukan.
Menghadapi hasil tersebut, European Agency for Evaluation of
Medicinal Products (EMEA), semacam FDA bagi Uni Eropa, menyimpulkan
tidak ada bukti kuat efek merugikan pada anak akibat kadar
thimerosal pada vaksin, dan karenanya tetap meneruskan program
vaksinasi termasuk yang mengandung thimerosal. Tetapi negara seperti
Perancis menetapkan kebijaksanaan lebih ketat, dengan mengharuskan
penggunaan vaksin hepatitis B bebas thimerosal untuk bayi baru lahir
atau menundanya bila tidak berisiko tinggi. Juga secara umum di
Eropa saat ini sudah tersedia pilihan vaksin bebas thimerosal.
Sementara FDA, pada tanggal 1 Juli 1999 merekomendasikan untuk mulai
menurunkan atau menghilangkan thimerosal dari vaksin. Untuk itu, FDA
menganggarkan biaya besar bagi penelitian cara baru menggantikan
peran thimerosal. Sambil menunggu, program vaksinasi tetap
dijalankan dengan vaksin yang sudah tersedia. Saat ini, di Amerika
sudah banyak jenis vaksin produk baru tanpa thimerosal, terutama
dalam bentuk single-dose. Juga dinyatakan, batasan kadar yang
ditetapkan EPA bukan batas maksimal terjadinya efek toksik, tetapi
batas mulai perlunya kewaspadaan akan timbulnya efek toksik.
Sebenarnya thimerosal memang tidak diperlukan dalam kemasan single-
dose. Sedang kemasan multi-dose memerlukan zat pengawet, didasari
oleh laporan pada awal abad 20. Pada tahun 1916, terjadi kematian
pada 4 anak dan gejala lokal maupun sistemik pada 60 anak lainnya di
South Carolina akibat mendapat vaksin tifoid yang terkontaminasi
bakteri Staphylococcus aureus. Juga pada 1928 di Australia terjadi
hal yang sama pada vaksin anti-toksin difteria. Begitupun ada juga
laporan masih terjadinya kontaminasi meski sudah mengandung
thimerosal. Hal ini menunjukkan diperlukannya penanganan lebih
cermat untuk mencegah kontaminasi kemasan multi-dose setelah dibuka
segelnya. FDA sendiri secara resmi mengeluarkan analisis tentang
thimerosal pada tahun 1976 dengan kesimpulan tidak ada bahaya dari
kadar merkuri yang dikandungnya.
Selama ini kemasan multi-dose lebih disukai karena biaya produksi
lebih rendah dan memudahkan manajemen rantai beku (cold-chain
management) dalam pelayanan vaksinasi. Hal ini sangat berpengaruh
untuk program vaksinasi masal di negara-negara berkembang, dengan
cakupan wilayah luas dan tenaga pelaksana beragam.
Pengembangan vaksin baru tanpa thimerosal mengharuskan penelitian
ulang untuk mencari bahan pengganti dengan biaya sekitar 200 - 400
juta dollar. Memang sudah ada 2-phenoxy ethanol, etilen glikol atau
formaldehida tetapi efektivitasnya di bawah thimerosal. Sementara
kendala lain adalah variasi kemampuan produsen lokal, karena saat
ini sudah banyak persentase persediaan vaksin merupakan produk
lokal.
Kenyataan bahwa negara seperti Amerika atau Perancis menurunkan
bahkan berusaha menghilangkan penggunaan thimerosal, tentu erat
terkait dengan kemampuan sistem kesehatan nasional masing-masing
untuk melaksanakan program tersebut. Sementara kalau kebijaksanaan
ini dipaksakan ke seluruh negara, bisa mengancam kelangsungan
program vaksinasi dengan risiko re-epidemi penyakit-penyakit
infeksi.
Karena itu WHO melalui Global Advisory Committee on Vaccine Safety
(GACVS) menetapkan, hingga saat ini belum ada bukti kuat efek
merugikan dari thimerosal pada vaksin. Kebijakan program vaksinasi
tetap dijalankan, sambil WHO menganggarkan dana bagi penelitian
lebih besar untuk mendapatkan bukti lebih kuat.
Di Indonesia sendiri, masih mengijinkan peredaran vaksin dengan
kadar thimerosal 0,005 - 0,01% karena masih dibawah ambang batas
menurut WHO. Juga oleh rekomendasi Satgas Imunisasi Ikatan Dokter
Anak Indonesia yang belum mendapatkan bukti-bukti kuat efek
merugikan thimerosal dalam vaksin. Hasil inipun diperkuat oleh
laporan Pediatrics Journal November 2003, yang tidak mendapatkan
hubungan konsisten antara paparan thimerosal pada vaksin dengan
gangguan perkembangan neurologis anak.
Yang tidak boleh dilupakan, banyak sumber lain dari diet dan
lingkungan hidup sehari-hari yang berpotensi memberi paparan
merkuri, dalam jumlah lebih tinggi daripada akibat pemberian vaksin.
Berbagai bentuk polusi bisa menjadi sumber penularan penyakit dan
efek toksik. Pada kondisi demikian, ancaman penyakit infeksi makin
nyata, dan vaksinasi sangat diperlukan, karena manfaatnya jauh lebih
tinggi daripada risiko yang mungkin ditimbulkannya.
6 Desember 2003,
Tonang Dwi Ardyanto
Pathology Department,
Tottori University School of Medicine
----- Original Message -----
From: "Yandi Dwiputra F" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <balita-anda@balita-anda.com>
Sent: Thursday, July 21, 2005 12:00 PM
Subject: RE: [balita-anda] rangkuman tanggapan deadly immunity
hehehe...mbak meli.....
emang brp ppm sih mbak kandungan mercury dalam thimerosal?? kalo
kandungan
mercury(Hg) dalam ikan dari perairan di sekitar jakarta brp
mbak???.....kok
mbak tau ya kandungan Hg dalam thimerosal jauh lebih kecil daripada ikan2
tsb tanpa ada pengukuran dan analisa terlebih dahulu.....belum lagi
ditambah
dengan masalah lembaga/laboratorium independen yang dapat mengukur Hg
dengan
akurat masih sangat sedikit...so gak semudah itu deh untuk
menentukannya...:))
perlu diketahui kandungan Hg dalam tubuh kita mempunyai ambang batas
lhooo....dan apabila Hg masuk ke tubuh maka susah sekali keluar dan
cenderung mengendap karena berat molekulnya relatif lebih besar sehingga
tidak dapat keluar melalui pori2 atau kotoran kita....begitu juga sama
halnya dengan logam berat lainnya seperti Lead(pb), cadmium(Cd),
Cromium(Cr), Bromine(Br), asbestos, dll yang sudah mulai dilarang
pemakaiannya....dan apabila Hg ini sudah melampaui ambang batas akan
berpengaruh sekali terhadap kesehatan kita....
Kalo menurutku nih....sedikit ataupun banyak, yang namanya Hg itu sedapat
mungkin untuk dihindari....untuk itu kita perlu tahu dulu jalur
pemaparannya
yang diantaranya bisa melalui :
1. Pembakaran batubara dan sampah
2. Industri yang menggunakan Hg
3. Makanan yang terkontaminasi
4. dokter gigi dan kegiatan kesehatan lainnya
so kalo kita sudah tau suatu produk atau makanan mengandung Hg ya jangan
dikonsumsi dong...toh masih banyak kok alternatif lain yang lebih sehat
dan
aman untuk digunakan.....
ada beberapa tips yang dapat dilakukan untuk menghindari itu :
1. Selektif memilih produk atau makanan
2. Kalo tidak tau atau ragu2 lebih baik bertanya dulu dengan yang lebih
tau
(kalo aku sih lebih cenderung bertanya kepada mang asep (guru kimia), bu
wati (guru biologi) atau orang2 yang lebih tau yang gak punya kepentingan
apapun daripada kepada orang2 yang punya muatan politis, bisnis, dll)
3. Cuci tangan sebelum makan
4. cuci kaki sebelum tidur (heheh kalo ini mah kagak ada hubungannya
yakkk)
5. Jangan lupa selalu berdoa karena manusia cuma bisa berusaha, Allah
juga
y
ang menentukan....
ini semua tidak hanya berlaku untuk balita saja lhooo tapi juga untuk
kita2
semua....