dari milis sebelah....
Salam, Saya mengajak siapa saja pemakai sepeda motor yang senasib dengan saya untuk menyiapkan gugatan "class action" jika Gubernur Jakarta Sutiyoso sampai melaksanakan usulannya ini. Di tengah kelangkaan bahan bakar dan seruan untuk menghematnya, Gubernur Sutiyoso membuat gebrakan baru. Gebrakan kacangan, dengan logika terbalik. Sutiyoso mengusulkan pembatasan terhadap gerak pengendara sepeda motor. Kendaraan roda dua ini tak boleh lagi masuk ke jalan-jalan protokol, seperti Jalan Thamrin, Sudirman dan Kuningan. Ada dua alasan yang diajukan Sutiyoso untuk mengharamkan sepeda motor dari kawasan itu. Alasan pertama: jumlah sepeda motor sudah tidak seimbang dengan panjang jalan sehingga sepeda motor menjadi salah satu penyebab kemacetan lalu lintas. Alasan kedua: sepeda motor dianggap sebagai penyumbang polusi udara terbesar, bahkan diperkirakan 80 persen polusi udara dari kendaraan berasal dari sepedamotor khususnya yang bermesin dua tak. Alasan pertama tidak masuk akal, dan berkebalikan dengan data pemerintah Jakarta sendiri. Menurut data itu, jumlah sepeda motor yang turun ke jalan mencapai 250 ribu unit setiap hari. Sedangkan kendaraan roda empat, atau roda lebih, sekitar 500 ribu unit per hari. Dari segi jumlah maupun ukuran, sepeda motor jauh lebih sedikit memakan badan dan panjang jalan, bukan sebaliknya. Mobil lah, dan bukan sepeda motor, penyebab kemacetan total Jakarta. Alasan kedua sedikit bisa diterima. Sepeda motor "dua tak" memang mengeluarkan gas buang lebih banyak. Namun, bagaimana dengan sepeda motor "empat tak", seperti yang saya punya, yang sekarang jumlahnya juga makin banyak, dan memenuhi standar emisi lebih baik? Lebih dari itu, bahkan motor "dua tak" bukan satu-satunya sumber polusi Jakarta: polusi pabrik, angkutan umum seperti Metromini dan bus PPD milik pemerintah, serta mobil dalam jumlah besar meski standar emisinya lebih bagus. Jumlah sepeda motor yang terlalu banyak, atau mobil probadi yang terlalu banyak, memang merupakan problem besar bagi tranportasi kota. Tapi, solusi yang diajukan Gubernur Sutiyoso cenderung solusi kacangan, tak berdaya guna dan tidak mendasar. Di samping menghemat bahan bakar, banyak orang memilih sepeda motor karena tiadanya sistem angkutan yang baik. Ini merupakan pilihan yang hampir satu-satunya bagi warga menengah-miskin Jakarta. Mereka tak mungkin membeli mobil, tapi tak nyaman berdesakan dalam angkutan umum. Dari segi penghematan bahan bakar, sepeda motor adalah alternatif lebih hemat dari mobil pribadi. Satu hal yang menyedihkan dari usulan Sutiyoso bukanlah pelarangan sepeda motor itu sendiri. Yang menyedihkan: betapa miskinnya dia dengan ide menjadikan Jakarta lebih baik dan lebih manusiawi, secara substansial. Tidak ada jalan keluar bagi Jakarta selain merombak secara radikal konsep transportasinya, terutama jika tujuannya menghemat bahan bakar, mengurangi kemacetan dan meredam polusi. Tapi, sangat ironis, sementara Gubernur berusaha membatasi sepeda motor, pemerintah Jakarta kini merencanakan membangun delapan ruas jalan tol, yang akan menumbuhkan jumlah mobil pribadi lebih banyak lagi. Kemacetan lagi. Pemborosan lagi.* Farid Gaban Pengendara Sepeda Motor