http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail&id=5622

Kamis, 22 Sept 2005,
Kolonel Bunuh Hakim saat Sidang 

Juga Bunuh Mantan Istri, karena Kalah Gugatan Gono-gini
SIDOARJO - Ruang sidang PA (Pengadilan Agama) Sidoarjo kemarin siang 
berdarah-darah. Kolonel Laut M. Irfan yang tidak dapat menerima putusan hakim 
tiba-tiba mengamuk. Dia menusuk Eka Suhartini, mantan istrinya yang baru dia 
cerai, dan Ahmad Taufik, hakim anggota, dengan pisau komandonya hingga tewas. 

Peristiwa mengerikan itu terjadi pukul 13.30 WIB di ruang sidang 2. Saat itu, 
majelis hakim yang terdiri atas tiga orang baru saja membacakan putusan atas 
gugatan Irfan terhadap Eka. Guru militer (gumil) di Kodikal Morokrembangan 
Surabaya itu menuntut separo dari harta milik bersama mereka. 

Gono-gini yang digugat tentara berusia 50 tahun itu adalah rumah dan tiga 
mobil. Rumah seluas 390 m2 beserta isinya bernilai Rp 1 miliar lebih tersebut 
terletak di Jl Taman Asri Utara Blok D2-60, Perumahan Pondok Candra Indah, 
Waru, Sidoarjo. Mobilnya adalah Toyota Kijang, Honda Accord, dan Suzuki Escudo 
yang ditaksir bernilai Rp 240 juta. "Ini sidang ke-18 dengan acara pembacaan 
amar putusan," kata M. Muhyidin, panitera pengganti pada sidang tersebut.

Awalnya, sidang lancar. Irfan dan Eka duduk satu bangku. Perempuan berumur 43 
tahun itu duduk di sebelah kiri Irfan di barisan kedua. Mereka menyimak dengan 
tekun ketika hakim di depannya mulai membacakan putusan. Majelis hakim terdiri 
atas hakim ketua Basuni serta dua hakim anggota Taufik dan M. Thoha. Bangku 
barisan terdepan diduduki Endang, kerabat Eka, dan Ahmad Rifai, pengacara Irfan.

"Majelis hakim tidak mengabulkan gugatan klien saya yang menuntut separo dari 
nilai rumah," ujar Rifai. "Harta gono-gini berupa mobil tidak dituntut karena 
sudah habis selama masa perkawinan," sambungnya. Menurut sumber di PA Sidoarjo, 
hakim tidak mengabulkan gugatan Irfan karena harta tersebut memang tidak 
seluruhnya harta bersama. "Sebagian adalah harta bawaan Eka yang diperoleh dari 
warisan orang tuanya yang kaya," ungkap sumber itu.

Setelah membacakan amar putusan, majelis hakim menanyakan tanggapan penggugat. 
Pertanyaan disampaikan secara langsung kepada Irfan maupun lewat pengacaranya. 
Irfan menjawab belum memahami diktum-diktum dalam amar putusan yang dibacakan 
majelis hakim.

Demi memenuhi permintaan penggugat, majelis hakim kembali membacakan amar 
putusan yang isinya dianggap tidak menguntungkan Irfan tersebut. Saat majelis 
hakim membacakan amar putusan yang kedua itu, Irfan mendadak bangkit dari 
tempat duduknya, lalu mendekati Eka. Kemudian, sambil mengomel, dia mencabut 
pisau komando yang terselip di pinggangnya. "Kami sebelumnya nggak tahu 
penggugat (Irfan) bawa pisau," ujar Muhyidin.

Tanpa sempat dicegah, Irfan menghunjamkan pisau komandonya ke dada Eka. Ibu dua 
anak itu berhasil mengelak. Namun, perempuan cantik beranak dua itu tak 
berhasil menghindari serangan lanjutan. Eka yang bertubuh kecil itu jatuh 
karena didorong mantan suaminya yang bertubuh tinggi besar tersebut. Sehingga, 
Irfan leluasa menusukkan pisaunya beberapa kali ke tubuh putri mantan Wagub AAL 
Laksamana Pertama TNI R. Soetoro itu. Tiga tusukan melukai Eka. Yaitu, di 
pundak, punggung, dan pinggang sebelah kanan.

Perbuatan sadis Irfan tersebut menakutkan semua orang yang hadir di ruang 
sidang. Mereka berhamburan keluar berusaha menyelamatkan diri dari amukan 
Irfan. Tak terkecuali majelis hakim. "Saya dan Pak Thoha lari lewat pintu 
belakang ruang sidang," ungkap Basuni.

Namun, Taufik justru mendekat dan berusaha melerai. "Sebelumnya saya berusaha 
menolong Bu Eka. Tapi, saya terpelanting karena kibasan tangan Pak Irfan," kata 
Endang. Saat Taufik menelungkupkan diri untuk melindungi tubuh Eka, Irfan 
melancarkan serangannya. Satu tusukan pisau mendarat telak di pinggang 
kanannya. Darah berceceran di lantai ruang sidang tersebut.

Setelah menumpahkan amarahnya, Irfan berupaya melarikan diri. Dia buru-buru 
menuju Toyota Kijang kapsul miliknya. Mobil cokelat susu nopol L 2217 H 
tersebut diparkir di halaman kantor PA. Tapi, dia tertangkap massa yang 
berdatangan setelah mendengar kegaduhan tersebut. Perwira menengah TNI-AL itu 
tak luput dari amuk massa sebelum diamankan petugas. Seluruh wajahnya bengkak. 
"Dia sudah akan naik mobil. Tapi, orang-orang berteriak agar mencegahnya," ujar 
seorang pegawai PA.

Kapolres Sidoarjo AKBP Unggung Cahyono menjelaskan, kasus pembunuhan hakim itu 
langsung ditangani Pomal karena tersangkanya adalah seorang anggota TNI-AL 
aktif. "Kami dari kepolisian cukup membantu pengamanan TKP, barang bukti, 
maupun memintai keterangan saksi-saksi," ungkapnya.

Beberapa hakim langsung melarikan Taufik dan Eka ke RSUD Sidoarjo. Tapi, karena 
luka-lukanya sangat parah, keduanya akhirnya meninggal. Taufik mengembuskan 
napas terakhir saat perjalanan ke rumah sakit. Eka meninggal beberapa saat 
setelah di rumah sakit. 


Tak Puas, Ada Upaya Hukum Lain

Pembunuhan terhadap hakim di PA Sidoarjo itu disesalkan aparat penegak hukum di 
Jakarta. Jajaran pejabat MA (Mahkamah Agung) mendengar informasi tersebut 
ketika rapat kerja nasional (rakernas) di Denpasar kemarin. "Seluruh korps 
kehakiman dan jajaran MA tentu menyesalkan sekaligus memprihatinkan peristiwa 
tersebut. Kita tahu berita duka itu dari rapat pleno tadi sore (kemarin)," 
tutur Direktur Hukum dan Peradilan MA Suparno saat dihubungi Jawa Pos dari 
Jakarta kemarin. Ketua MA Bagir Manan, semua ketua muda (tuada), hakim agung, 
dan perwakilan pimpinan ketua pengadilan ikut hadir dalam rakernas tersebut.

MA langsung merespons tindakan main hakim sendiri tersebut. Yakni, dengan 
menginstruksikan Ketua PT (Pengadilan Tinggi) Jawa Timur untuk menyusun laporan 
kronologis. "Kita juga menyerahkan pengusutan kasus tersebut kepada pihak 
kepolisian. Saya secara pribadi berharap pelakunya diproses sesuai hukum yang 
berlaku," jelas Suparno.

Dia menegaskan, peristiwa itu seharusnya tidak perlu terjadi. Sebab, dalam 
setiap proses peradilan dimungkinkan berbagai upaya hukum yang bersifat 
perlawanan jika sebuah putusan dinilai tidak memenuhi rasa keadilan. Apalagi, 
sidang pembacaan putusan berlangsung terbuka untuk umum sehingga jauh dari 
kesan tidak transparan. 

"Jangan main hakim seperti itu. Kalau yang kecewa melakukan kekerasan, tentu 
kita tidak punya lagi mekanisme untuk memperoleh keadilan," tegas Suparno 
dengan nada tinggi. Apakah kurangnya pengamanan juga menjadi pemicu insiden 
tersebut? Suparno membantah.

Menurut dia, tidak semua proses persidangan harus mendapatkan pengawalan ketat 
pihak kepolisian. "Ini perkara perdata, apalagi sidang di PA yang membahas 
perceraian dan pembagian harta gono-gini. Sesuai prosedur memang tidak ada 
pengamanan. Ya, seperti umumnya persidangan perdata," jelas Suparno. 
Persidangan yang mutlak diamankan adalah kasus pidana seperti terorisme, 
pembunuhan, perkara nonpidana menyangkut pilkada, dan perkara lain yang 
dikhawatirkan mengganggu jalannya persidangan.

Lebih jauh Suparno menyatakan, MA mempertimbangkan kemungkinan memberikan 
pengamanan khusus terhadap proses persidangan tertentu yang dinilai rawan 
gangguan keamanan, khususnya dari kasus perdata. Hakim kelak bisa meminta 
bantuan kepolisian untuk mem-back-up jalannya persidangan. (sat/wko/agm)


----- Original Message ----- 
From: [EMAIL PROTECTED] 
To: depokmilis 
Cc: balita-anda@balita-anda.com 
Sent: Thursday, September 22, 2005 3:03 PM
Subject: ulah si 'irfan'....


Eeit.., nanti dulu, ini bukan my irfan. ini berita tentang kolonel irfan yg 
kemaren ngamuk di pengadilan agama sidoarjo.

Inna lillaahi wa inna ilaihi raaji'uun

rgrd



Jenazah Hakim Agama Korban Penusukan Kolonel AL Dimakamkan
Kamis, 22 September 2005 | 11:34 WIB 

TEMPO Interaktif, Jakarta: Jenazah Ahmad Taufiq, 52 tahun, hakim di Pengadilan 
Agama Sidoarjo yang tewas ditikam Kolonel (Laut) M. Irfan, Rabu (21/9), 
dimakamkan di pemakaman Islam Menanggal Surabaya, Kamis (22/9). 

Jenazah diberangkatkan dari rumah duka di Jalan Menanggal V No.6 Surabaya, 
sekitar 50 meter dari pemakaman. Tampak dua karangan bunga besar yang dikirim 
oleh Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan dan Panglima Armada TNI AL Kawasan Timur 
Laksda Y. Didik Heru Purnomo.

Taufiq yang sedang menyidangkan kasus pembagian harta gono-gini antara Irfan 
dan mantan isterinya, Ny. Eka Suhartini, tewas setelah ditikam tiga kali oleh 
Irfan. Sebelum membunuh Taufiq, Irfan, perwira Angkatan Laut berusia 50 tahun, 
menghabisi nyawa Eka.

Taufiq adalah alumnus IAIN Sunan Ampel Surabaya lulusan 1975 dan mulai berdinas 
di Pengadilan Agama Sidoarjo pada 1997.

Ketua Pengadilan Agama Sidoarjo Asrofin Sahlan yang turut mengantarkan jenasah 
Taufiq ke pemakaman mengharapkan kepada penegak hukum agar memberi hukuman yang 
berat kepada M. Irfan. 

Menurutnya, pembunuhan terhadap hakim yang sedang menjalankan tugas tergolong 
pelanggaran hukum yang sangat berat. "Kami minta hukum dan keadilan 
ditegakkan," kata Asrofin.

Asrofin mengakui bahwa selama ini pengamanan di pengadilan agama minim karena 
hanya dijaga oleh tiga orang anggota keamanan internal. Tak heran ketika Irfan 
membawa sangkur ke ruang sidang lolos dari pengamatan petugas keamanan. 

"Lagi pula kami tidak mengira Irfan akan berbuat seperti itu, karena pada 
sidang-sidang sebelumnya dia tidak menunjukkan sikap yang aneh-aneh," kata dia.

Taufiq meninggalkan satu isteri, Endang Sunaryati, serta tiga anak yaitu Indah 
Fauziah (kuliah di Universitas Jember), Mahdi Hamdani (siswa SMAN 10 Surabaya), 
dan Farid Wildani (siswa SMP 22 Surabaya). Kukuh S Wibowo 

Kirim email ke