*J**arak kehamilan terlalu dekat maupun jauh bisa membahayakan ibu dan janin. Idealnya, tak kurang dari 9 bulan hingga 24 bulan. Namun jarak ideal ini tak berlaku buat mereka yang sebelumnya menjalani persalinan sesar. *
** Idealnya, terang *dr. Agus Supriyadi, SpOG* dari RSIA Hermina, Jatinegara, jarak kehamilan tak kurang dari 9 bulan hingga 24 bulan sejak kelahiran pertama. Namun untuk jarak 9 bulan masih diembeli-embeli prasyarat, yaitu asalkan nutrisi si ibu baik. "Bila gizi si ibu tak bagus, berarti tubuhnya belum cukup prima untuk kehamilan berikutnya." Perhitungan tak kurang dari 9 bulan ini atas dasar pertimbangan kembalinya organ-organ reproduksi ke keadaan semula. Makanya ada istilah masa nifas, yaitu masa organ-organ reproduksi kembali ke masa sebelum hamil. Namun masa nifas berlangsung hanya 40 hari, sementara organ-organ reproduksi baru kembali ke keadaan semula minimal 3 bulan. "Bayangkan saja, rahim atau uterus sewaktu tak hamil beratnya hanya 30 g. Setelah hamil, beratnya hampir 1 kg atau 1000 g. Kenaikannya hampir 30 kali lipat, kan? Setelah persalinan, beratnya berkurang mencapai 60 g. Nah, untuk mencapai 30 g kembali butuh waktu kira-kira 3 bulan." Begitu juga dengan sistem aliran darah. Selama hamil, ada sistem aliran darah dari ibu ke janin. Setelah lahir, tentunya aliran darah ini terputus. Untuk kembali ke kondisi aliran darah yang normal, si ibu butuh waktu sekitar 15 hari setelah melahirkan. Sementara untuk memulihkan energinya, si ibu harus meningkatkan gizinya. "Nah, untuk ibu-ibu yang gizinya bagus, energinya baru benar-benar prima seperti keadaan sebelum melahirkan setelah 9 bulan. Kalau belum 9 bulan, belum begitu prima energinya walaupun kelihatan tubuhnya sehat-sehat saja." Jadi, setelah istirahat selama 9 hingga 24 bulan, diharapkan semua organ reproduksi dan bagian genital interna maupun eksterna si ibu akan kembali seperti sebelum hamil. *JARAK TERLALU PENDEK* Dengan demikian, bila jarak kehamilan terlalu pendek atau kurang dari 9 bulan akan sangat berbahaya, karena organ-organ reproduksi belum kembali ke kondisi semula. Selain, kondisi energi si ibu juga belum memungkinkan untuk menerima kehamilan berikutnya. "Keadaan gizi ibu yang belum prima ini membuat gizi janinnya juga sedikit, hingga pertumbuhan janinnya tak memadai yang dikenal dengan istilah PJT atau pertumbuhan janin terhambat." Itulah mengapa, saran Agus, ibu-ibu setelah bersalin agar menggunakan alat kontrasepsi yang tepat untuk menghindari kegagalan KB alias kebobolan. Jangan sampai, haid pertama setelah melahirkan belum muncul, ibu sudah hamil lagi. Jikapun sudah kadung hamil, "si ibu harus menjaga kondisi kehamilannya dengan lebih intensif." Artinya, kehamilan tersebut harus terus dipantau lebih ketat. Pertumbuhan janin akan dipantau dengan pemeriksaan USG serial, semisal pada usia sekian apakah beratnya sesuai dengan usianya. "Jika tak sesuai, kita harus intervensi dengan obat-obatan, vitamin, dan makanan berkalori tinggi agar beratnya kembali ke keadaan normal." Yang pasti, tegas Agus, ibu harus memeriksakan kehamilannya secara medis, entah ke dokter kandungan dan kebidanan ataupun bidan secara teratur. "Anjuran WHO, selama kehamilan sekurang-kurangnya memeriksakan diri sebanyak 4 kali. Sekali pada trimester I, yaitu untuk memastikan kehamilannya, apakah di dalam atau di luar rahim; sekali di trimester II untuk memantau kehamilannya; dan 2 kali di trimester III untuk memantau dan meramalkan persalinannya, apakah persalinannya akan normal atau sesar." Namun untuk kasus yang riskan seperti kebobolan ini, pemeriksaan sebaiknya dilakukan lebih sering. Pada trimester I hingga II dilakukan sebulan sekali; menginjak usia kehamilan 28 minggu 3 minggu sekali; di usia kehamilan 32 minggu dilakukan pemeriksaan 2 minggu sekali; dan setelah usia kehamilan 38 minggu seminggu sekali. "Jangan lupa, makan makanan berglukosa tinggi untuk meningkatkan berat badan." *KEGUGURAN DAN PREMATUR* Selain BB janin rendah, kemungkinan kelahiran prematur juga bisa terjadi pada kehamilan jarak dekat, terutama bila kondisi ibu juga belum begitu bagus. Padahal, kelahiran prematur erat kaitannya dengan kematian, khususnya jika paru-paru si bayi belum terbentuk sempurna. Bisa juga terjadi perdarahan selama kehamilan yang diakibatkan plasenta previa atau plasenta yang letaknya tak sempurna. "Plasenta previa sangat erat kaitannya dengan gizi yang rendah, karena plasenta punya kecenderungan mencari tempat yang banyak nutrisinya. Kalau yang banyak nutrisinya itu terletak di bagian bawah uterus atau rahim, maka di situlah ia akan menempel. Akibatnya bisa menutup jalan lahir yang memungkinkan untuk terjadi perdarahan." Nah, pada kehamilan jarak dekat, kemungkinan kekurangan gizi ini amat besar. Bukankah si ibu juga harus menyusui bayinya? Dengan demikian, nutrisi si ibu jadi berkurang, hingga janinnya juga bisa semakin kekurangan gizi. Makanya, saran Agus, bila ketahuan hamil, pemberian ASI sebaiknya segera dihentikan. Masalahnya bukan cuma ibu jadi kekurangan gizi, tapi juga bisa mengakibatkan keguguran. "Selama menyusui, ada pengaruh oksitosin pada isapan mulut bayi. Oksitosin ini membuat perut si ibu jadi tegang atau kontraksi. Pada kehamilan muda, bisa terjadi perdarahan atau ancaman keguguran." Penting diketahui, syarat kehamilan yang sehat ialah cukup gizi dan penambahan BB minimal 10-12 kg, hingga BB bayi yang dilahirkan bisa mencapai di atas 2,5 kg. Jikapun si ibu bisa mempertahankan kehamilannya hingga waktu persalinan tiba, tak berarti aman-aman saja. Soalnya, bukan tak mungkin kendala justru menghadang saat persalinan. Bahayanya, ibu mengalami kelelahan saat proses persalinan. Untuk mengejan dan hisnya juga susah. Hingga, bisa menimbulkan partus atau persalinan lebih lama. *JANGAN TERLALU JAUH* Akan halnya kehamilan dengan jarak di atas 24 bulan, menurut Agus, sangat baik buat ibu karena kondisinya sudah normal kembali. Jadi, organ-organ reproduksinya sudah siap menerima kehamilan kembali. Bukan berarti kita bisa hamil kapan saja asal jaraknya lebih dari 24 bulan, lo. Dianjurkan, kehamilan berikutnya jangan lebih dari 59 bulan. Ingat, kita juga harus memikirkan usia saat kehamilan berikutnya! "Bila lebih dari 35 tahun usia si ibu saat kehamilan berikutnya, berarti si ibu masuk dalam kategori risiko tinggi," terang Agus. Sementara usia reproduksi yang bagus adalah 20-30 tahun. Yang paling dikhawatirkan jika usia ibu di atas 35 tahun ialah kualitas sel telur yang dihasilkan juga tak baik. Hingga, bisa menimbulkan kelainan-kelainan bawaan seperti sindrom down. Soalnya, ibu hamil usia ini punya risiko 4 kali lipat dibanding sebelum usia 35 tahun. Tak hanya itu, saat persalinan pun berisiko terjadi perdarahan post partum atau pasca persalinan. Hal ini disebabkan otot-otot rahim tak selentur dulu, hingga saat harus mengkerut kembali bisa terjadi gangguan yang berisiko terjadi *hemorrhagic post partum* (HPP) atau perdarahan pasca persalinan. Risiko terjadi preeklampsia dan eklampsia juga sangat besar, lantaran terjadi kerusakan sel-sel endotel. "Pada kasus preeklampsia berat, kita punya kebijaksanaan untuk melahirkan setelah 35 minggu dengan cara diinduksi." Adapun tanda-tanda preeklampsia: BB ibu naik terlalu cepat, terjadi pembengkakan/odem di seluruh tubuh, serta tekanan darah terlalu tinggi. Pada kasus ini, pemeriksaan kehamilan harus lebih intensif agar bisa dipantau dan diberi obat-obatan untuk menormalkan tekanan darahnya, mengingat pertumbuhan janin akan mengalami gangguan. Bukankah suplai makanan ke janin lewat plasenta dan aliran darah ibu? Nah, pada kasus preeklampsia, sirkulasi darah ibu ke janin dan plasenta terganggu, hingga suplai makanan dari ibu ke janin jadi terganggu pula. Itulah mengapa, janin harus terus dipantau memakai USG serial. "Bila tetap terhambat, lebih bagus ia hidup di luar rahim, minimal setelah kehamilan 35 minggu. Kecuali bila ada kelainan yang mengancam si ibu semisal ada ancaman pembekuan darah, berapa pun usia janin harus segera dikeluarkan demi menyelamatkan si ibu. Pun bila janinnya belum matang." Bahaya lain, masalah psikis. "Bisa saja, kan, si ibu sudah lupa dengan cara-cara menghadapi kehamilan dan persalinan. Bagaimana cara mengejan, misal. Hingga menimbulkan stres baru lagi," tutur Agus. *TIDAK UNTUK YANG SESAR* Jadi, perhatikan betul-betul jarak kelahiran yang aman ini, ya, Bu-Pak. Namun tentu saja, jarak ideal ini hanya berlaku bila persalinan sebelumnya dilakukan dengan cara pervaginam atau normal. "Bila sebelumnya dilakukan sesar, sebaiknya kehamilan berikut setelah 24 bulan," anjur Agus. Soalnya, mereka yang melahirkan lewat bedah sesar butuh waktu lebih lama lagi karena ada cacat di uterus atau rahimnya bekas tindakan operasi. "Jika sebelum 2 tahun sudah hamil lagi, dikhawatirkan jahitan-jahitan saat operasi bisa lepas. Robeknya rahim juga bisa tak terduga atau tak beraturan dan tak bisa diramalkan kapan robekan itu akan terjadi karena tak dapat didiagnosa secara dini. Kejadiannya akan sangat tiba-tiba setelah kehamilan itu menginjak usia 9 bulan." Hal lain yang harus diperhatikan, jarak ideal ini berlaku bukan cuma untuk kehamilan kedua, tapi juga kehamilan-kehamilan berikutnya. Namun bukan berarti tingkat risikonya tetap sama, lo. Bukankah makin banyak anak berarti usia si ibu juga makin meningkat? "Nah, bila umurnya sudah tua, tentu sangat riskan untuk hamil dan melahirkan. Selain itu, *recovery* tubuhnya untuk kembali ke keadaan semula juga makan waktu lebih lama lagi," tutur Agus. *Tips Sebelum Hamil Kembali* ** * Periksakan fisik ke dokter agar bisa diperbaiki atau dipantau bila ada masalah yang bisa mengganggu kehamilan kelak. * Pergilah ke dokter gigi untuk mendapatkan pemeriksaan menyeluruh mengenai keadaan gigi. Jika perlu penambalan, pembersihan, maupun pencabutan gigi, lakukan segera sebelum hamil karena hal ini tak mungkin dilakukan kala hamil. * Pilih dokter ahli kebidanan dan kandungan atau bidan yang akan menangani dan lakukan pemeriksaan prahamil dari sekarang. * Perbaiki masalah ginekologi bila ada- yang bisa mengganggu kehamilan, entah kista, polip, tumor jinak, dan lainnya. Bila punya masalah serius dengan kehamilan sebelumnya, misal, keguguran atau kelahiran prematur, diskusikan langkah-langkah yang mesti diambil untuk mencegah terulang kembali * Lakukan beberapa tes sebelum hamil, seperti hemoglobin, Rh, air kemih, tes kulit, hepatitis, dan lainnya. Bila tes-tes itu menunjukkan ada masalah, lakukan perawatan sebelum hamil. * Pastikan kita imun terhadap rubella, cacar air, serta hepatitis B. * Lakukan pemeriksaan genetik jika ada riwayat kelainan genetika pada keluarga atau anak pertama. Caranya, periksa lewat darah kita dan suami. * Mulailah meningkatkan gizi, karena yang paling baik adalah kondisi hamil dengan BB seideal mungikin. Jika kurang atau kelebihan, usahakan mencapai BB ideal itu. * Hindari pemaparan terhadap radioaktif, misal, sinar X untuk keperluan pekerjaan. Pastikan organ reproduksi kita terlindungi dari sinar X. * Batasi obat bebas, terlebih yang membahayakan kehamilan. Konsultasikan ke dokter bila terpaksa menggunakannya. * Hentikan mengkonsumsi minuman beralkohol dan rokok. Penelitian menunjukkan, alkohol dan nikotin amat berbahaya buat kehamilan, juga bisa menghambat terjadi kesuburan untuk kehamilan. -- Have you visited my blog today? http://andriesalima.multiply.com