Imel dari Ade Armando, anggota KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) di milis sebelah.
rgrd Sent: Monday, October 03, 2005 10:28 AM Subject: KPI minta stasiun televisi hentikan tayangan sarat seks Teman-teman, sekadar untuk menshare siaran pers KPI yang meminta stasiun televisi untuk berhenti mengeksploitasi seks: SIARAN PERS KPI PERINGATKAN STASIUN TV SOAL MATERI SEKS Komisi Penyiaran (KPI) meminta stasiun-stasiun televisi nasional untuk tidak lagi menyiarkan program tayangan yang menyajikan materi seks secara terbuka dan vulgar, termasuk materi yang melecehkan perempuan dan menampilkan rekonstruksi adegan perkosaan. Dalam surat yang dikirimkan pada 30/09/2005, KPI mengingatkan seluruh stasiun televisi agar menghormati tatanan norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat Indonesia yang menganggap seks sebagai sesuatu yang sakral dan suci dan tidak pantas untuk dieksploitasi secara terbuka bagi publik. KPI juga mengingatkan bahwa stasiun televisi tidak boleh melecehkan perempuan dan mengeksploitasi kekerasan seksual untuk meningkatkan daya jual program mereka. KPI mengakui menerima banyak keluhan masyarakat bahwa akhir-akhir ini stasiun televisi semakin berani menampilkan materi seks secara vulgar dalam program komedi, sinetron, pertunjukan musik, klip-video musik, talk-show, variety show, film, serta features dan dokumenter Berdasarkan pengamatan KPI, materi seks tampil secara vulgar dalam berbagai program komedi yang ditayangkan pada malam hari, seperti program Komedi Nakal (Trans TV) atau Komedi Tengah Malam (Lativi). Di sisi lain, program-program komedi yang ditayangkan pada jam keluarga lazim menonton (sebelum pukul 22.00), seperti Chating (TPI) atau Bajaj Baru Bajuri dan Extravaganza (Trans TV) juga lazim menyajikan humor-humor berasosiasi seks yang hanya pantas disaksikan khalayak dewasa. Begitu juga kehidupan malam yang sangat kental dengan nuansa seks disajikan secara terbuka dan vulgar dalam program-program features seperti Fenomena (Trans-TV) dan Saksi Mata (Global TV). Sejumlah stasiun bahkan memiliki program-program yang secara khusus berpusat pada eksploitasi tubuh perempuan, seperti Di Balik Lensa (An-TV) atau The Scene (Lativi). Acara musik seperti Sang Bintang (SCTV) dan berbagai klip-video yang banyak ditayangkan Global TV dan O-Channel juga lazim menyajikan artis berpakaian minim, dengan gaya sensual dan menonjolkan seks. KPI secara khusus juga memprihatinkan berbagai program berisikan laporan jurnalistik yang dengan leluasa menyajikan adegan-adegan rekonstruksi perkosaan yang seringkali melibatkan korban anak-anak dan remaja. KPI mengingatkan bahwa stasiun televisi dalam beroperasi menggunakan frekuensi siaran yang merupakan milik publik dan karenanya harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan publik. Kendatipun perolehan rating adalah sesuatu yang dibutuhkan bagi stasiun televisi untuk bertahan dalam kompetisi lembaga penyiaran yang sangat ketat di Indonesia saat ini, lembaga penyiaran tetap tidak dibenarkan untuk mengeksploitasi selera rendah dalam rangka memperoleh keuntungan finansial. KPI juga mengingatkan bahwa saat ini stasiun televisi nasional dapat menjangkau puluhan juta penonton di Indonesia yang memiliki latar belakang budaya sangat beragam, dan karenanya stasiun televisi tidak pantas untuk menggunakan standard masyarakat metropolitan Jakarta sebagai rujukan nilai program. Dengan demikian, KPI meminta semua stasiun televisi untuk mengevaluasi kembali isi program dan meniadakan tampilan seks dalam beragam bentuk yang vulgar dan berselera rendah. Untuk itu, KPI meminta agar semua stasiun televisi kembali mempelajari dan mematuhi Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 - SPS) yang telah diluncurkan sejak Agustus 2004 lalu dan, sesuai dengan UU Penyiaran 2002, wajib diikuti oleh setiap lembaga penyiaran di Indonesia. Selain itu, KPI juga meminta setiap lembaga penyiaran menyerahkan dulu berbagai materi siaran yang mengandung muatan seks ke Lembaga Sensor Film, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, yatiu UU No. 32 Tahun 2002 pasal 47. KPI akan melakukan pemantauan yang lebih seksama terhadap tayangan-tayangan yang dikeluhkan masyarakat tersebut. Bila di waktu mendatang, pemantauan KPI menunjukkan bahwa muatan serupa masih terus tampil dalam tayangan televisi, KPI akan memberikan sanksi lebih lanjut atas pelanggaran P3-SPS tersebut. Bila ada lembaga penyiaran yang berkeras menyajikan materi yang merugikan kepentingan publik, KPI akan meninjau kembali kepantasan lembaga tersebut untuk memperoleh Izin Penyelenggaraan Penyiaran. Jakarta, 30 September 2005