maaf, yg gak suka di delete ajah....
lumayan buat mengenang dan menghidupkan kembali kisah lama....
tapi kalau dibaca habis, kok nyambungnya ke PP no. 10/1983 ya? *ngakak*

TOKOH PANDAWA DALAM KESENIAN WAYANG 
oleh 
Sutini, BA 

Dalam Nawasari Warta Edisi II telah disebutkan bahwa salah satu jenis wayang 
adalah wayang Purwa. Di Museum Mpu Tantular Wayang Purwa dipamerkan di Ruang 
VII yaitu Ruang Koleksi Kesenian. 

Untuk mengenal lebih dekat dengan wayang Purwa, maka kita harus mencoba untuk 
mengenal para pelaku dari wayang tersebut. Biasanya wayang Purwa ceriteranya 
berkisar antara ceritera Mahabarata atau Ramayana. Dalam ceritera Mahabarata 
ada pihak PANDAWA dan pihak KURAWA. Untuk kali ini hanya membahas tentang TOKOH 
PANDAWA. 

Asal Usul 

Prabu Pandu Dewanata mempunyai dua orang isteri yaitu Dewi Kuntitalibrata 
dengan Dewi Madrim. Prabu Pandu adalah putra Raden Abiyasa raja dari Astina, 
sedangkan Dewi Kuntitalibrata adalah putri dari Prabu Kuntibojo raja Mandura, 
dan Dewi Madrim adalah putri dari Prabu Mandrapati raja Mandraka. 

Dari perkawinan Pandu dengan Kunti menghasilkan 3 putra yaitu: Puntadewa, 
Bratasena dan Arjuna, sedangkan dari perkawinannya dengan Madrim menghasilkan 2 
putra, yaitu: Nakula dan Sadewa, yang dilahirkan kembar. Tetapi kedua anak 
kembar ini mulai kecil diasuh oleh ibu Kunti karena ditinggal mati ayah dan 
ibunya (Madrim). 

Ketika mengasuh anak Kunti tidak pernah membedakan antara satu dengan lainnya, 
atau antara anak tiri dengan anak kandung yang dididik dengan cinta kasih 
seorang ibu sampai menjadi dewasa. Kunti adalah pencerminan seorang IBU yang 
patut diteladani. 

Kelima anak Prabu Pandu itulah yang disebut dengan PANDAWA 

  1.. PUNTADEWA.
  adalah raja negara Amarta atau Indrapasta. Setelah perang Baratayuda 
Puntadewa menjadi raja Astina yang bergelar Prabu Kalimataya. Nama lain yang 
dipakai adalah: Darmawangsa, Darmakusuma, Kantakapura, Gunatalikrama, 
Yudistira, Sami Aji (sebutan dari Prabu Kresna). Sifatnya: jujur, sabar, 
hatinya suci, berbudi luhur, suka menolong sesama, mencintai orang tua serta 
melindungi saudara-saudaranya.
  Pusakanya bernama: Jamus Kalimasada, yang mempunyai kekuatan sebagai 
perlindungan dan petunjuk pada kebenaran serta kesejahteraan. Mempunyai dua 
isteri yaitu: Dewi Drupadi dan Dwi Kuntulwilaten. 

  2.. BRATASENA.
  Setelah dewasa bernama Werkudara. adalah ksatria Jodipati dan 
Tunggulpamenang. Pernah menjadi raja di Gilingwesi, dengan gelar Prabu 
Tuguwasesa. Nama lain yang dipakai adalah: Bima, Bayusutu, Dandun Wacana, 
Kusuma Waligita. Sifatnya: jujur, tidak sombong, jiwanya suci, sangat patuh 
kepada guru-gurunya (terutama dengan Dewa Ruci), mencintai ibunya serta menjaga 
saudara-saudaranya. Bila berperang semboyannya adalah menang, bila kalah 
berarti mati. Bratasena adalah merupakan suri tauladan kehidupan dengan sifat 
yang jujur dan jiwanya suci.
  Pusakanya adalah: Kuku Pancanaka di tangan kanan dan kiri sangat ampuh, 
sangat kuat dan tajam. Selain kuku pancanaka Werkudara juga mempunyai kekuatan 
angin (lima kekuatan angin), serta dapat membongkar gunung. Mempunyai dua 
permaisuri yaitu: Arimbi dan Nagagini. Dengan Arimbi mendapatkan putra bernama 
Gatotkaca, yang dapat terbang tanpa sayap. Dari perkawinannya dengan Nagagini 
memperoleh putra bernama Antasena yang dapat masuk ke dalam bumi dan menguasai 
samodra. Bratasena pada waktu lahir dalam keadaan bungkus. Yang menyobek 
bungkus tersebut adalah Gajah Situ Seno. Pada waktu itu Gajah Situ Seno masuk 
ke dalam tubuh Bratasena, sehingga mempunyai kekuatan luar biasa dan bisa 
menyobek bungkus tersebut. 

  3.. ARJUNA.
  adalah ksatria Madukara, juga menjadi raja di Tinjomoya. Nama lain yang 
dipakai sangat banyak, antara lain: Janaka, Parta, Panduputra, Kumbawali, 
Margana, Kuntadi, Indratanaya, Prabu Kariti, Palgunadi, Dananjaya. Sifatnya: 
Suka menolong sesama, gemar bertapa, cerdik dan pandai, ahli dibidang 
kebudayaan dan kesenian.
  Arjuna adalah ksatria yang sakti mandraguna, kekasih para Dewa, ia adalah 
titisan Dewa Wisnu. Istri Arjuna banyak sekali, ia dijuluki lelananging jagad, 
parasnya sangat tampan dan tidak ada tandingannya. Permaisurinya di arcapada 
adalah Wara Sumbadra dan Wara Srikandi. Selain itu masih banyak lagi 
istri-istrinya antara lain: Rarasati, Sulastri, Gandawati, Ulupi, Maeswara, 
dsbnya.
  Permaisuri di kahyangan antara lain Dewi Supraba, Dewi Dersanala pada 
bidadari di Tinjomaya. Arjuna berjiwa ksatria, berjiwa luhur, suka menolong, 
serta kesayangan para Dewa. Tetapi ada kelemahan yang tidak boleh diteladani 
dan ditrapkan pada jaman sekarang yaitu beristri banyak. 

  4.. NAKULA.
  adalah anak ke empat Prabu Pandu Dewanata dengan Dewi Madrim yang lahir 
kembar dengan Sadewa. Ayah dan ibunya (Madrim) meninggal pada waktu si kembar 
masih kecil, oleh karena itu sejak kecil mereka diasuh oleh ibu Kunti dengan 
tidak membedakan antara satu dengan lainnya. 
  Setelah perang Bratajuda Nakula dan Sadewa menjadi raja di Mandraka dengan 
Sadewa. Nama lain adalah Raden Pinten. Nakula adalah ahli dalam bidang 
Pertanian. Pada waktu perang Baratayuda, Nakula dan Sadewa yang bisa meluluhkan 
hati Prabu Salya (dari pi- hak Kurawa). Sebab Prabu Salya adalah saudara Dewi 
Madrim, selain itu sebenarnya dalam hatinya memihak pada kebenaran yaitu 
Pandawa. Akhirnya Prabu Salya memberitahukan kepada Nakula dan Sadewa bahwa 
yang bisa mengalahkannya hanyalah Puntadewa, karena Puntadewa berdarah putih. 

  5.. SADEWA.
  adalah anak kelima Prabu Pandu dengan Madrim, dilahirkan kembar dengan 
Nakula. Setelah perang Baratayuda Sadewa menjadi raja dengan Nakula di 
Mandraka. Nama kecil Sadewa adalah raden Tangsen. Sadewa adalah ahli dalam 
bidang peternakan.
  Ia kawin dengan Endang Sadarmi, anak Bagawan Tembangpetra dari Pertapaan 
Parangalas, dan mempunyai putra bernama Sabekti. 

Dengan adanya sifat-sifat Pandawa yang seperti tersebut diatas maka dapat 
disimpulkan bahwa dengan adanya Pandawa, kerajaan Amarta menjadi kerajaan yang 
kuat, aman, adil dan makmur. Hal ini dapat dibuktikan selain dengan sifat-sifat 
mereka yang jujur, membela kebenaran dan sebagainya, juga berkat kemampuan 
disegala bidang. Puntadewa adalah ahli dalam bidang kerohanian, ahli dalam hal 
bertapa, ia berdarah putih, tokoh ini mementingkan perdamaian, persatuan, 
kesejahteraan bersama.
Werkudara adalah tokoh yang menguasai keamanan, kekuatannya tidak tertanding, 
apalagi dengan kehadiran kedua putranya dimana Gatotkaca menguasai keamanan 
samodra (laut) dan darat. Arjuna adalah tokoh yang sakti, pemanah yang ulung, 
suka menolong sesama, rasa kemanusiaannya tinggi, tutur katanya lembut, ahli 
dalam bidang kebudayaan dan kesenian, ahli dalam bidang bertapa. Tetapi ada 
satu hal kelemahannya yaitu terlalu banyak istri. Pada jaman dulu istri 
merupakan lambang kehormatan, bisa juga sebagai upeti waktu memenangkan perang, 
berbeda halnya dengan sekarang apalagi dengan adanya PP. 10 th. 1983 yang 
mengatur tentang perkawinan.
Si Kembar Nakula dan Sadewa adalah tokoh yang mencerminkan tingkah laku untuk 
mencapai kesejahteraan/kemakmuran hidup, karena Nakula adalah ahli dan tekun 
dalam bidang pertanian, sedangkan Sadewa ahli dan tekun dalam bidang peternakan.
Sebenarnya Pandawa masih mempunyai saudara tua yang bernama Adipati Karno, 
semasa kecil dinamakan Suryatmaja. Suryatmaja adalah putra Dewi Kunti dengan 
Dewa Surya sebelum menikah dengan Pandu. Ini disebabkan adanya perbuatan serong 
Dewa Surya yang bisa mengakibatkan Kunti menjadi hamil. Akhirnya Dewa Surya ber 
tanggung jawab atas perbuatannya itu dengan jalan, pada waktu melahirkan bayi 
(Suryatmaja) keluar lewat telinga, dengan demikian maka Kunti dianggap masih 
suci.

Bayi yang diberi nama Suryatmaja kemudian dilarung (dihanyutkan) disungai 
Yamuna yang kemudian diketemukan oleh Prabu Radeya di Petapralaya (dibawah 
kokuasaan Astian). Karena merasa dibesarkan dan mukti wibawa di Astina, maka 
pada waktu perang Baratayuda Adipati Karna berjuang dengan gagah berani untuk 
membela negaranya. Ia menjadi senapati perang di pihak Astina, tetapi akhirnya 
karna gugur oleh adiknya sendiri yaitu Arjuna.
Adipati Karna adalah suri tauladan sebagai pahlawan yang gigih membela negara, 
meskipun rajanya (Astina) dipihak yang salah tetapi bagaimanapun juga negaranya 
harus dibela dari kehancuran, yang dibuktikan sampai titik darah penghabisan. 
Sumber : buku Nawasari warta edisi III pebruari 1996

Kirim email ke