Taman Manusia Penuh Keindahan
------------------------------------------------------------------------
Oleh : Gede Prama 



ADA sebuah tempat manusia berkumpul yang sangat suka saya kunjungi.
Tempat tersebut adalah pusat mainan anak-anak. Alasannya, di tempat
ini saya bertemu puluhan manusia dewasa yang semuanya datang ke tempat
itu dengan spirit menyayangi. Ada ibu yang tersenyum bangga melihat
putrinya berani naik kuda-kudaan seorang diri. Ada bapak yang bertepuk
tangan gembira menyaksikan putranya yang bisa mengalahkan monster
buatan yang ada dalam games. Ada kakek yang penuh kesabaran menemani
cucunya yang nakal dan cerewet. Ada nenek yang bertutur tanpa ditanya
tentang cucunya yang baru belajar melafalkan kata 'nenek'. 

Sungguh sebuah environment of loving yang sangat menyejukkan. Semuanya
penuh dengan senyum, memberi, menyanyangi, dan mencintai. Kendati
Khalil Gibran, dalam sebuah cerita pendeknya, pernah mengkhawatirkan
bahwa semangat seperti ini sudah meninggalkan kota-kota modern, saya
masih bersyukur, di kota Jakarta yang individualis ini masih menemukan
environment of loving. Sebuah lingkungan, yang menyerupai taman
manusia penuh keindahan. Betapa tidak indah, tidak ada orang yang
berteriak, memaki, menyalahkan, apa lagi membunuh orang sambil
mengarak kepalanya, sebagaimana terjadi di Jawa Timur. 

Sayangnya, saya hanya menemukan lingkungan seperti ini di pusat-pusat
mainan anak-anak. Begitu sampai di jalan, di lingkungan kantor,
lingkungan politik, jalanan yang penuh demonstrasi, membaca media
tentang apa yang terjadi di tempat lain, saya sepertinya menemukan
dunia yang amat lain. 

Di jalan, ada orang yang saling serobot. Bila mana perlu sambil
menyerempet. Di kantor, suasana penuh dengan sikut-sikutan atas nama
prestasi. Di lingkungan politik penuh dengan orang yang haus
kekuasaan. Dengan topeng demokrasi, kepentingan rakyat, pembangunan
ekonomi dan gombalan sejenis, banyak politisi berani mengorbankan
nyawa orang sekalipun. Di halaman-halaman media, ada ribuan laporan
yang menyebar isu, kebencian, dan kedengkian. 

Digabung menjadi satu, masyarakat kita memang masih jauh dari taman
manusia yang penuh keindahan. Bagaimana bisa disebut indah, kalau ke
kantor diselimuti was-was dicopet, dirampok, atau diperkosa orang. Di
mana letaknya keasrian, jika setiap hari kita membaca berita
pembunuhan. 

Saya memang seorang pemimpi sebagaimana John Lennon dengan lagu
Imagine-nya. Demikian tingginya mimpi-mimpi saya, sampai-sampai ada
rekan menyebut saya hidup di langit, tidak di bumi. Pasalnya, setiap
kali datang ke negeri orang, dan ada yang bertanya kewarganegaraan,
saya menjawabnya dengan "I'am a citizen of humanity." Bila ada yang
bertanya agama, saya menjawabnya dengan a religion of humanity. 

Realistis atau tidak, saya menikmatinya. Akan tetapi, banyak rekan dan
relasi yang mengerutkan dahi dengan gaya hidup aneh terakhir. Salah
satu contoh, di voice mail yang merekam pesan-pesan telepon genggam,
biasanya orang memasukkan kalimat seperti : "Maaf saya lagi tidak bisa
dihubungi, silakan tinggalkan pesan, dst, dst." Namun, begitu memasuki
voice mail saya ada puluhan ibu-ibu dan wanita yang terkejut dan
lantas protes penuh tanda tanya. Biangnya, saya meninggalkan kalimat
"I love you" saja sebagai tanda tidak bisa dihubungi. Banyak yang
lantas tersinggung dan tidak mau meninggalkan pesan. Sebagian masih
menyempatkan diri bertanya: "Kenapa?". Sebagian lagi menyebut saya
aneh, keliru, gila, dan sebutan sejenis. 

Sebagaimana Anda tahu, kata love memang berdimensi amat luas. Dan saya
menempatkannya di voice mail, karena mau mengajak orang lain membuat
taman manusia penuh keindahan. Siapa pun Anda, di mana pun Anda lahir,
apa pun jenis kelamin Anda, setinggi apa pun pendidikan Anda, apa pun
agama Anda, saya kira saya tidak sedang membuat dosa dengan menyebut I
love you. 

Akan tetapi, dengan seluruh pengalaman di atas, saya tidak berani
menyebut saya benar dan orang lain tidak tahu. Apa lagi menyebut orang
lain gila. Bagi saya, keyakinan saya, argumen saya, saya coba
tempatkan pada tingkatan yang sama tingginya dengan keyakinan dan
argumen orang lain. 

Pasalnya, sebagaimana taman yang sebenarnya, yang lebih indah bila
berwarna-warni, taman manusia juga sama saja. Keindahan, paling tidak
dalam keyakinan saya, akan lahir di atas terpelihara apiknya perbedaan. 

Di satu senja yang mulai gelap, seorang anak tetangga mencari-cari
kucing kesayangannya. Anak bule yang beribukan wanita Jawa ini,
memanggil-manggil kucingnya penuh kasih sayang. Karena masuk ke
halaman rumah saya, saya mencoba membantunya. Kendati dicari sampai ke
pinggir kali, toh sang kucing tidak juga muncul-muncul. 

Setelah malam agak larut, di balik semak-semak kecil saya melihat
seekor binatang bergerak-gerak. Setelah dihampiri, ternyata ia memang
seekor kucing yang kecil, kurus, dan kotor. Saya coba hampiri dan bawa
ke rumah sang anak tadi. Dan menanyakan kalau kucing itu yang ia cari.
Eh ternyata, betul itu kucing kesayangannya. 

Setelah mendengar ucapan terima kasih dari sang anak manis ini, saya
kembali ke rumah. Dan malam itu, tidur saya indah sekali. Sebabnya,
hari itu saya sudah membuat taman manusia penuh keindahan, hanya
dengan mengangkat seekor kucing ke rumah tetangga. 

Betapa indah dan produktifnya kumpulan dua ratus juta lebih manusia,
bila sebagian hidup dalam taman-taman manusia penuh keindahan. (0) 

Penulis adalah pembicara publik, konsultan manajemen dan Presiden
Dynamics Consulting. 

 
------------------------------------------------------------------------
Hak cipta © 1997-1998 Media Indonesia 




_________________________________________________________
DO YOU YAHOO!?
Get your free @yahoo.com address at http://mail.yahoo.com



---------------------------------------------------------------------
"Milis Bagi Orangtua Yang Menyayangi Balitanya"
To subscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
HI-Reliability low cost web hosting service - http://www.IndoGlobal.com 

Kirim email ke