Jadi si Buyung atau si Upik
http://www.geocities.com/Athens/Aegean/3122/tarbiyah.htm

Bermain berbaur laki-perempuan, pada usia tertentu justru menjadi kebutuhan
bagi setiap anak

"Bimo... jangan main boneka. Itu mainan anak perempuan. Nanti kau jadi
perempuan, lho..." begitu ibu Bimo mengingatkan balitanya.

Ditengarai oleh para pakar, perbedaan peran antara dua jenis kelamin,
laki-laki dengan perempuan, mulai dibentuk semenjak dini, oleh dua faktor
penentu. Pertama adalah dari diri mereka sendiri, yaitu perbedaan kadar
hormonal yang ada di antara kedua jenis kelamin. Kedua adalah faktor
lingkungan, baik orang tua, teman maupun orang-orang di sekitarnya.

Perbedaan kadar hormonal menyebabkan adanya karakter sifat yang khas antara
laki-laki dan perempuan. Karakter ini sudah akan nampak dengan sendirinya
dan merupakan bawaan semenjak lahir. Misalkan, keinginan menonjol, mandiri,
melindungi dan agresif adalah karakter maskulin. Sementara emosi,
kelembutan, kepasifan dan rasa iba adalah beberapa dari ciri karakter
feminin.

Selanjutnya menetap atau tidakkah karakter khas ini, masih akan dipengaruhi
oleh faktor lingkungan. Artinya, pengaruh faktor lingkungan dapat
menyebabkan penetapan sifat-sifat khas itu, namun sebaliknya dapat pula
menyebabkan sifat-sifat tersebut menjadi hilang.

Dari sekian banyak pengaruh lingkungan yang ada, maka orang terdekat di masa
kecil akan mengambil peran pengaruh yang terbesar. Umumnya dan sudah
seharusnya pula, peran ini dipegang oleh ibu dan ayah. Orang-orang inilah
yang selanjutnya lebih menentukan pembentukan peran seksual anak hingga
dewasa kelak.

Ibu Bimo pun telah melakukan hal ini, dengan mengarahkan anak laki-lakinya
untuk hanya memilih permainan-permainan yang sesuai dengan kelaki-lakiannya.
Sang ibu khawatir jiwa kelaki-lakian Bimo bisa luntur jika suka bermain
bersama atau seperti anak perempuan.

Seorang wanita yang tumbuh menjadi remaja tomboy dan kelaki- lakian, bisa
jadi dikarenakan ibunya membiasakan si anak selalu mengenakan celana panjang
di masa kecilnya dan membiarkan si anak menghabiskan waktunya bermain
bersama teman-teman laki-laki. Atau sebaliknya ada laki-laki yang memiliki
karakter sifat keibuan bukan karena hormon yang ia miliki, tetapi semata
karena terbiasanya ia bermain bersama teman perempuan semasa kecilnya.

Jelaslah, pengaruh peran orang tua cukup banyak menentukan pembentukan sifat
anak untuk seterusnya. Maka orang tua perlu hati-hati dalam memberikan
pendidikan seksual semenjak kecil. Dalam uraian kali ini kita akan membahas
mengenai batasan-batasan pola didikan perbedaan laki-laki dan perempuan di
masa kanak-kanak. Batasan ini tidak harus terlalu kaku, tetapi juga jangan
terlalu longgar. Di manakah posisi yang paling tepat?

Sebenarnyalah, pada dasarnya setiap manusia memiliki kecenderungan karakter
biseksual. Bila karakter sifat manusia dibedakan antara maskulin dan
feminin, maka pada diri setiap manusia tak ada yang maskulin 100 % maupun
feminin 100 %.

Kadar karakter ini berbeda-beda dimiliki oleh setiap orang. Mereka yang
lebih menonjol maskulinitasnya maka akan lebih menampakkan sifat-sifat
kelaki-lakian. Sementara yang bersifat feminin berarti feminitasnya lebih
menonjol, tetapi bukannya berarti tak memiliki maskulinitas sama sekali.

Tentu saja teramat sulit untuk mengetahui berapa kadar yang pasti karakter
sifat yang ada pada diri seseorang. Selain karena begitu beragamnya corak
sifat yang akan dinilai, juga standar klasifikasi antara maskulin dan
feminin itu sendiri belum memiliki patokan yang bisa dijadikan pedoman.

Hanya saja kita memiliki konsep secara umum mengenai perimbangan terbaik
yang semestinya dibentukkan kepada anak- anak. Konsep ini menyebutkan, bahwa
kepribadian terbaik akan dihasilkan dari mereka yang kadar maskulinitas dan
feminitasnya cukup berimbang. Istilah berimbang di sini bukan berarti
fifty-fifty. Tetapi berimbang sesuai kondisi. Bagi laki-laki karakter
maskulin diutamakan tetapi tetap memiliki karakter feminin. Begitu pula
sebaliknya bagi perempuan, lebih ditonjolkan karakter femininnya tanpa
kehilangan karakter maskulin dalam kadar cukup.

Kelak, dalam kehidupan ini yang diperlukan adalah kepribadian yang lengkap.
Seorang laki-laki yang menjadi pemimpin selain memiliki sikap keras dan
berani, tetap memerlukan sedikit kesabaran dan belas kasihan. Begitu pula
kaum wanita yang berada di dunianya yang penuh kelembutan dan kasih sayang
pun memerlukan keseimbangan rasio dan akal pikiran agar dirinya bisa
berkembang.

Pribadi yang lengkap.

Seperti apakah kepribadian yang lengkap itu? Gambaran pribadi seorang ayah
bernama Fahry dalam kisah berikut akan cukup memberikan gambaran. Laki-laki
muda ini adalah sosok ayah yang bisa mengerti kondisi istrinya. Bisa
membimbing dan mengarahkannya dengan baik dan tepat.

Di tengah tumpukan tugas kantor yang tak pernah berhenti, Fahry selalu
menyempatkan diri menengok urusan rumah tangga yang dikerjakan Rini,
istrinya. Hampir setiap hari, ia sempatkan mengerjakan sedikit dari tugas
istrinya itu. Mungkin suatu pagi ia turut memandikan kedua anak mereka. Di
pagi yang lain ia mendadar sendiri telur untuk sarapannya. Mengisi termos,
membuat sendiri minuman hangat, bahkan sesekali menggoreng kerupuk di sore
hari, ia lakukan dengan senang hati. Dalam kondisi terjepit, misalkan ketika
istrinya sangat sibuk atau lelah karena anak sakit, atau bayi mereka rewel,
Fahry pun lebih ringan tangan untuk turut menjemurkan cucian, bahkan
mencucikan popok sang bayi.

Tentu saja tidak setiap hari ia memiliki kesempatan untuk melakukan itu.
Jika dalam suatu hari tidak ia peroleh kesempatan itu, cukuplah ia sekadar
menengok istrinya yang sedang sibuk di dapur, menanyakan menu masakan pagi
itu, atau sekadar membantu membawakan piring ke meja makan.

Ayah seperti Fahry mau dan bisa mengerti dunia istrinya. Bisa memberikan
perhatian dan motivasi bagi sang istri. Apabila dimintai pendapat pun bisa
memberikan pertimbangan sekadarnya. Istri yang memiliki suami seperti ini
jelas akan lebih berbahagia dari pada mereka yang memiliki suami yang
terlalu cuek pada dunia istri.

Sebaliknya, istri yang seimbang pun berarti istri yang memiliki kadar
maskulinitas dalam porsi cukup pula. Istri seperti ini akan bisa mengerti
dunia laki-laki, dunia suaminya. Ia bisa mengerti pola pikir laki-laki dan
memiliki gairah pula untuk membicarakan banyak hal yang disukai laki-laki.
Ia memiliki semangat kerja tinggi, wawasan pikirnya luas, kreatif dan
menyukai tantangan. Pribadi seperti ini mempunyai kans besar untuk bisa maju
dalam bidangnya.

Tipe orang-orang yang seimbang seperti ini akan lebih mudah mengelola dengan
baik kehidupan rumah tangganya, karena ada gairah untuk mengerti dan
memahami dunia lawan jenisnya.

Pembentukan pribadi-pribadi yang seimbang ini, sangat besar ditentukan oleh
pola asuh yang diberikan kepadanya di masa kecil. Orang tua harus mampu
memberikan kesempatan pengembangan sifat maskulin dan feminin secara
seimbang kepda anak-anak. Seperti apakah keseimbangan itu?

Pertama, beri kesempatan anak-anak untuk berbaur bermain bersama tanpa
membedakan jenis kelamin di usia mereka yang masih di bawah sepuluh tahun.
Ini penting, agar anak-anak itu bisa mengerti secara langsung seperti apakah
karakter dan sifat lawan jenisnya.

Anak tidak akan bisa mengerti hanya dengan mendengarkan cerita bahwa
laki-laki itu fisiknya lebih kuat, atau bahwa perempuan itu perasaannya
lebih peka. Anak baru akan mengerti jika bukti nyata mereka rasakan
langsung. Dan ini hanya akan mereka peroleh jika mereka diberi kesempatan
bergaul secara berbaur.

Anjuran untuk bermain dengan teman sesama jenis kelamin bisa tetap kita
berikan, tetapi tidak perlu dibatasi pergaulannya terlalu ketat.
Kebiasaan-kebiasaan masing-masing jenis kelamin bisa diajarkan tetapi tetap
dengan memberi kesempatan mereka untuk merasakan kebiasaan lawan jenisnya.

Cara berpakaian, misalnya. Membiasakan anak perempuan memakai rok kita
lakukan, tetapi juga kita beri kesempatan mereka bercelana dan berkaus
seperti anak laki-laki sewaktu-waktu. Karena dengan bercelana, lebih
memungkinkan anak untuk melakukan berbagai kegiatan maskulinitas, seperti
berlarian, memanjat maupun bersepeda. Anak perempuan pun perlu dirangsang
melakukan kegiatan-kegiatan ini, walau porsinya tidak sebanyak laki-laki.

Begitu pula anak laki-laki pun baik pula dibelikan boneka, untuk menumbuhkan
femininitas mereka. Tentu tidak dengan menggendong-gendongnya seperti anak
perempuan, tetapi mungkin dengan meletakkan boneka tersebut di atas
mobil-mobilan mereka layaknya penumpang. Atau dijajar di kursi pura-pura
dijadikan murid. Sesekali bolehlah mereka bermain pasar-pasaran, asal tidak
terus-menerus.

Pola permainan yang dilakukan aank secara perlahan akan memberi bentuk
kepada kepribadian mereka. Begitu pula kesempatan untuk bergaul secara
berbaur akan lebih memungkinkan anak tumbuh menjadi pribadi seimbang. Dengan
kesempatan ini anak laki-laki akan mengerti ketika kerasnya pukulan tangan
mereka membuat teman putrinya menangis. Selanjutnya menumbuhkan pengertian,
pemahaman dan simpati dalam dirinya terhadap sifat keperempuanan yang tidak
ia miliki ini.

Ketika usia anak menginjak sepuluh tahun, cukuplah saatnya mereka dipisahkan
pergaulannya. Walaupun syariat hijab belum wajib bagi mereka, memang usia
ini sudah saatnya kita mengenalkan dan membiasakan mereka melaksanakannya.
Semata agar ketika tiba saat diwajibkannya syariah tersebut atas mereka
sudah ada kesiapan sebelumnya.

Namun jangan dulu ditutup kemungkinan anak-anak ini untuk tetap merasakan
kegiatan-kegiatan khas lawan jenisnya. Sebelum anak-anak putri ini baligh,
mereka masih selayaknya diberi kesempatan untuk memanjat-manjat, balap
sepeda dan berbagai macam aktivitas kelaki-lakian lainnya. Asalkan tidak
sampai menjadi kesenangan dan kebiasaan saja. Dan juga tidak
berlebih-lebihan, disesuaikan dengan kondisi fisik mereka. Yang laki-laki
pun perlu diajak membuat kue sekali-kali di dapur, atau diberi tugas menjaga
adik sesekali, atau mencoba menjahit bajunya sendiri! Kesempatan inipun
masih bisa diberikan hingga tibalah saat akil baligh mereka.

Setelah tiba masa baligh, setiap orang terikat pada syariah untuk menjaga
batas pergaulan antara laki-laki dan wanita. Namun masa-masa ini pun masih
mungkin dimanfaatkan untuk pembentukan karakter dengan tetap seimbang.

Ada beberapa jenis pekerjaan yang berciri maskulin yang baik untuk diberikan
kepada anak-anak putri tanpa harus bergaul berbaur dengan laki-laki. Beri
kesempatan mereka untuk memperbaiki sendiri alat-alat yang rusak seperti
setrika, kompor maupun mesin cuci. Biarkan juga mereka naik tangga untuk
bekerja bakti mengecat dinding, membersihkan ventilasi atau memasang lampu.
Sesekali dilatih cara paku-memaku dan palu-memalu pun cukup perlu.

Begitu pula rangsangan-rangsangan kegiatan yang melatih otak untuk tetap
berpikir kritis harus diberikan. Di samping menerima pelajaran-pelajaran
yang menumbuhkan kelembutan, ketelatenan dan kesabaran, tetap diberikan
soal-soal perhitungan dan eksak yang harus diselesaikan.

Bagi yang laki-laki pun sesekali perlu diajak melakukan kegiatan-kegiatan
yang mengasah kesabaran dan ketelatenan walau dalam porsi kecil.
Kegiatan-kegiatan yang beragam bagi anak-anak ini toh tidak harus dilakukan
dengan cara bergaul berbaur, untuk menjaga hijab antara mereka.




Kunjungi:
http://www.balita-anda.indoglobal.com
"Untuk mereka yang mendambakan anak balitanya tumbuh sehat & cerdas"

------------------------------------------------------------------------
Berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
Berhenti berlangganan, e-mail ke:  [EMAIL PROTECTED]
EMERGENCY ONLY! Jika kesulitan unsubscribe, kirim email ke: 
[EMAIL PROTECTED]
http://pencarian-informasi.or.id/ - Solusi Pencarian Informasi di Internet






Kirim email ke