7 dari 10 Wanita Hamil Terkena Anemia
Dari : http://www.indomedia.com/intisari/1998/oktober/anemia.htm
Di Indonesia prevalensi anemia di kalangan pekerja memang masih tinggi.
Studi mengenai anemia pada pekerja wanita yang dilakukan di Jakarta,
Tangerang, Jambi, dan Kudus - Jawa Tengah membuktikan hal itu. Dilaporkan,
anemia menurunkan produktivitas 5 - 10% dan kapasitas kerjanya 6,5 jam per
minggu. Anemia yang menyebabkan turunnya daya tahan juga membuat penderita
rentan terhadap penyakit, sehingga frekuensi tidak masuk kerja meningkat.
Maka benarlah bila disimpulkan, anemia defisiensi zat besi sangat
mempengaruhi produktivitas kerja seseorang. Namun, menurut penelitian lain,
produktivitas dapat ditingkatkan sampai 10 - 20% setelah pekerja mendapat
suplemen zat besi.
Pembentuk sel darah merah
Pada penderita anemia, lebih sering disebut kurang darah, kadar sel darah
merah (hemoglobin atau Hb) di bawah nilai normal. Penyebabnya bisa karena
kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat,
dan vitamin B12. Tetapi yang sering terjadi adalah anemia karena kekurangan
zat besi.
Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap.
Awalnya, terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi. Bila belum juga
dipenuhi dengan masukan zat besi, lama-kelamaan timbul gejala anemia
disertai penurunan Hb.
Gejala awal anemia zat besi berupa badan lemah, lelah, kurang energi,
kurang nafsu makan, daya konsentrasi menurun, sakit kepala, mudah
terinfeksi penyakit, stamina tubuh menurun, dan pandangan berkunang-kunang
- terutama bila bangkit dari duduk. Selain itu, wajah, selaput lendir
kelopak mata, bibir, dan kuku penderita tampak pucat. Kalau anemia sangat
berat, dapat berakibat penderita sesak napas, bahkan lemah jantung.
Zat besi yang terdapat dalam semua sel tubuh ini berperan penting dalam
berbagai reaksi biokimia, di antaranya memproduksi sel darah merah. Sel itu
sangat diperlukan untuk mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
Sedangkan oksigen penting dalam proses pembentukan energi agar
produktivitas kerja meningkat dan tubuh tidak cepat lelah.
Zat besi juga unsur penting dalam mempertahankan daya tahan tubuh, agar
kita tidak mudah terserang penyakit. Menurut penelitian, orang dengan kadar
Hb kurang dari 10 g/dl memiliki kadar sel darah putih (untuk melawan
bakteri) yang rendah pula.
Jumlah zat besi di dalam tubuh bervariasi menurut umur, jenis kelamin, dan
kondisi fisiologis tubuh. Pada orang dewasa sehat, jumlah zat besi
diperkirakan lebih dari 4.000 mg, dengan sekitar 2.500 mg ada dalam
hemoglobin. Di dalam tubuh sebagian zat besi (sekitar 1.000 mg) disimpan di
hati berbentuk ferritin. Saat konsumsi zat besi dari makanan tidak cukup,
zat besi dari ferritin dikerahkan untuk memproduksi Hb.
Jumlah zat besi yang harus diserap tubuh setiap hari hanya 1 mg atau setara
dengan 10 - 20 mg zat besi yang terkandung dalam makanan. Zat besi pada
pangan hewani lebih tinggi penyerapannya yaitu 20 - 30%, sedangkan dari
sumber nabati hanya 1 - 6%.
Wanita lebih rentan
Sebenarnya, tubuh punya mekanisme menjaga keseimbangan zat besi dan
mencegah berkembangnya kekurangan zat besi. Tubuh mampu mengatur penyerapan
zat besi sesuai kebutuhan tubuh dengan meningkatkan penyerapan pada kondisi
kekurangan dan menurunkan penyerapan saat kelebihan zat besi.
Begitupun, anemia tetap bisa menyerang, bahkan siapa saja. Di antaranya
mereka yang karena aktif, amat sibuk, dan punya keterbatasan waktu, tidak
bisa mengikuti pola makan yang memenuhi kebutuhan akan zat besi.
Kemungkinan lain adalah meningkatnya kebutuhan karena kondisi fisiologis,
misalnya hamil, kehilangan darah karena kecelakaan, pascabedah atau
menstruasi, adanya penyakit kronis atau infeksi, misalnya infeksi cacing
tambang, malaria, tuberkulose atau TB (dulu dikenal sebagai TBC).
Mereka yang berdiet pun terbuka kemungkinan menderita anemia karena diet
yang berpantang telur, daging, hati, atau ikan. Padahal jenis pangan itu
sumber zat besi yang mudah diserap tubuh. Tak heran bila para vegetarian
cenderung mudah menderita anemia. Apalagi disertai kebiasaan tidak sarapan
atau frekuensi makan tidak teratur tanpa kualitas makanan seimbang.
Demikian pula pengidap gangguan penyerapan zat besi dalam usus. Ini bisa
terjadi karena gangguan pencernaan atau dikonsumsinya substansi penghambat
seperti kopi, teh, atau serat makanan tertentu tanpa asupan zat besi yang
cukup.
Wanita, terutama, perlu memberi perhatian khusus pada anemia. Dimulai pada
saat remaja mengalami haid di masa pubertas. Di fase ini sangat diperlukan
zat gizi cukup seperti zat besi, vitamin A, dan kalsium. Sayangnya, akibat
menstruasi ia harus kehilangan zat besi hingga dua kali jumlah yang
dikeluarkan pria.
Pada wanita dewasa dengan berat badan 55 kg, zat besi yang keluar lewat
saluran pencernaan dan kulit atau kehilangan basal berjumlah 0,5 - 1,0 mg
per hari, atau umumnya sekitar 0,8 mg per hari. Sedangkan jumlah zat besi
yang hilang karena haid, pada 95% populasi adalah 1,6 mg per hari. Sehingga
jumlah zat besi yang hilang akibat haid ditambah kehilangan basal menjadi
sekitar 2,4 mg per hari pada 95% populasi.
Tak heran bila wanita cenderung menderita kekurangan zat besi karena
hilangnya zat itu di kala haid tiap bulan tanpa diimbangi asupan makanan
yang cukup mengandung zat besi. Kehilangan zat besi lewat haid pada wanita
biasanya konstan, tetapi bervariasi jumlahnya di antara kaum wanita. Dapat
dimengerti bila beberapa wanita perlu zat besi lebih banyak daripada wanita
lain.
Penyebab lain adalah kecenderungan wanita berdiet karena ingin
mempertahankan bentuk tubuh ideal, tanpa mempertimbangkan jumlah zat gizi
penting yang masuk, terutama zat besi.
Selain menstruasi, kondisi rawan lain adalah saat hamil dan menyusui.
Anemia adalah masalah kesehatan dengan prevalensi tertinggi pada wanita
hamil. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah 70%, atau 7
dari 10 wanita hamil menderita anemia.
Pada trimester pertama kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena
tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih lambat. Menginjak
trimester kedua hingga ketiga, volume darah dalam tubuh wanita akan
meningkat sampai 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk
memproduksi sel-sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen
lebih banyak untuk janin. Sedangkan saat melahirkan, perlu tambahan besi
300 - 350 mg akibat kehilangan darah. Sampai saat melahirkan, wanita hamil
butuh zat besi sekitar 40 mg per hari atau dua kali lipat kebutuhan kondisi
tidak hamil.
Pada banyak wanita hamil, anemia gizi besi disebabkan oleh konsumsi makanan
yang tidak memenuhi syarat gizi dan kebutuhan yang meningkat. Selain itu,
kehamilan berulang dalam waktu singkat. Cadangan zat besi ibu yang belum
pulih akhirnya terkuras untuk keperluan janin yang dikandung berikutnya.
Jadi, kebutuhan zat besi untuk tiap wanita berbeda-beda sesuai siklus
hidupnya. Wanita dewasa tidak hamil kebutuhannya sekitar 26 mg per hari,
sedangkan wanita hamil perlu tambahan zat besi sekitar 20 mg per hari.
Saat menyusui, meski biasanya wanita tidak mengalami haid, ibu tetap
kehilangan zat besi dan kalsium melalui ASI. Selain kehilangan basal normal
sekitar 0,8 mg, kehilangan zat besi melalui ASI mencapai sekitar 0,3 mg per
hari. Maka, ibu menyusui butuh tambahan zat besi 2 mg per hari serta
kalsium 400 mg per hari.
Anemia pada ibu hamil bukan tanpa risiko. Menurut penelitian, tingginya
angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga menyebabkan
rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat
pasokan oksigen. Selain itu, hewan percobaan yang bunting dan kekurangan
zat besi melahirkan anak-anak dengan daya tahan rendah terhadap infeksi.
Penyebabnya, sel fagosit yang bertugas menangkal bakteri infeksi tak
berfungsi maksimal.
Perhatikan pola makan
Penanggulangan anemia - terutama untuk wanita hamil, wanita pekerja, dan
wanita yang telah menikah prahamil - sudah dilakukan secara nasional dengan
pemberian suplementasi pil zat besi. Malah ibu hamil sangat disarankan
minum pil ini selama tiga bulan, yang harus diminum setiap hari. Penelitian
menunjukkan, wanita hamil yang tidak minum pil zat besi mengalami penurunan
cadangan besi cukup tajam sejak minggu ke-12 usia kehamilan.
Sayangnya, cara ini memberikan efek seperti mual, diare, dan lainnya. Maka,
alternatifnya adalah mengkonsumsi makanan yang diperkaya dengan zat besi,
misalnya berbentuk susu atau roti.
Suplemen tablet besi memang diperlukan untuk kondisi tertentu, wanita hamil
dan anemia berat misalnya. Penderita anemia ringan sebaiknya tidak
menggunakan suplemen besi, lebih tepat bila mereka mengupayakan perbaikan
menu makanan. Misalnya, dengan meningkatkan konsumsi makanan yang banyak
mengandung zat besi seperti telur, susu, hati, ikan, daging,
kacang-kacangan (tempe, tahu, oncom, kedelai, kacang hijau), sayuran
berwarna hijau tua (kangkung, bayam, daun katuk), dan buah-buahan (jeruk,
jambu biji, pisang). Perhatikan pula gizi makanan dalam sarapan dan
frekuensi makan yang teratur, terutama bagi yang berdiet.
Biasakan pula menambahkan substansi yang memudahkan penyerapan zat besi
seperti vitamin C, air jeruk, daging, ayam, dan ikan. Sebaliknya, substansi
penghambat penyerapan zat besi seperti teh dan kopi patut dihindari.
Berkonsultasilah dengan dokter bila anemia berkaitan dengan kesehatan,
misalnya infeksi, penyakit kronis, atau gangguan pencernaan. (*/Sht)
Kunjungi: http://www.balita-anda.indoglobal.com
"Untuk mereka yang mendambakan anak balitanya tumbuh sehat & cerdas"
-= Dual T3 Webhosting on Dual Pentium III 450 - www.indoglobal.com =-
Etika berinternet, kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
Berhenti berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
EMERGENCY ONLY! Jika kesulitan unsubscribe, email: [EMAIL PROTECTED]
Panduan Menulis Email yang Efektif http://hhh.indoglobal.com/email/
http://pencarian-informasi.or.id/ - Solusi Pencarian Informasi di Internet