Ma' kasih ya mbak Ira atas kiriman artikelnya....

Saya jadi punya gambaran yang lengkap tentang penyakit ini.
Dan rencananya saya pingin konsultasi sama dokter spesialis paru-paru.
Adakah di antara para netter yang tahu dokter speliasis paru di daerah
jakarta timur & pusat....
Kalau ada saya mau donk dikirimin nama dokter beserta tempat prakteknya via
japri.

Juga terima kasih saya untuk papanya brian dan mamanya rizka-rizki yang
telah membantu saya untuk lebih memahami mengenai penyakit ini.


      Salam,

Mamanya Nadia


-----Original Message-----
From: Ira Mashura
<[EMAIL PROTECTED]>
To: 'Balita Anda' <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Tuesday, February 08, 2000 9:57 PM
Subject: RE: [balita-anda] flek di paru


>Baru-baru ini ada rekan yang menanyakan ttg subjek ini. Berhubung masih
>nyambung, saya kutip artikel ini dari Intisari online..
>Semoga bermanfaat..
>---------------------------------------------------------------------------
-
>-----
>WASPADAI TUBERKULOSIS PADA ANAK
> Kalau anak sering sakit, berat badan tidak naik-naik, dan kurang nafsu
>makan, Anda perlu waspada. Jangan-jangan kuman TB sedang menggerogoti
>tubuhnya.
>Sejak umur 9 bulan Ito yang berbadan gemuk mulai sering sakit. Hampir dua
>minggu sekali kedua orang tuanya bisa dipastikan membawa bocah itu ke
dokter
>langganannya. Keluhannya kalau tidak demam, ya batuk, atau pilek. Sehabis
>diperiksa dan diberi obat ia memang sembuh, tapi beberapa waktu kemudian
Ito
>kembali sakit. Berbarengan dengan itu nafsu makan menurun dan berat
badannya
>tidak naik-naik bahkan sedikit turun. Mungkin lantaran terlalu sering sakit
>ini dokter meminta kedua orang tuanya untuk foto rontgen dada Ito. Ia
curiga
>jangan-jangan anak ini terkena kuman TBC. Benar saja hasil rontgen
>menunjukkan ada infiltrat di paru-paru kanan dan kiri.
>Terapi pengobatan selama 6 bulan diberikan. Ito harus minum obat 2 kali
>sehari. Setelah 2 - 3 bulan secara pelahan berat badan Ito mulai naik dan
>nafsu makan pun bertambah. Ia juga mulai jarang sakit. Observasi pengobatan
>6 bulan pertama menunjukkan infiltrat di paru-paru berkurang drastis. Namun
>karena masih ada sedikit infiltrat, pengobatan dilanjutkan lagi selama 3
>bulan. Setelah 9 bulan Ito dinyatakan sembuh dan pada umur 2 tahun 3 bulan
>ia tumbuh sehat dengan berat badan 19 kg.
> Percikan ludah
>TBC atau disingkat TB pada anak belakangan sering dijumpai karena masih
>banyaknya orang yang telah terinfeksi tuberkulosis, kendati tidak semuanya
>jatuh sakit. Orang yang terinfeksi inilah yang kemudian menularkan kepada
>orang lain.
>Setiap tahun WHO memperkirakan ada sekitar 8 juta penderita tuberkulosis di
>dunia, separuh di antaranya menular pada orang lain. Di Indonesia secara
>kasar TB menyebabkan kematian 175.000 orang per tahun. Sementara 450.000
>penderita baru tiap tahun menempatkan Indonesia dalam posisi nomor tiga
>penyumbang TB terbesar di dunia, setelah RRC dan India.
>Menurut Dr. Tjandra Yoga Aditama DSP, DTM & H, spesialis paru-paru asal
RSUP
>Persahabatan, TB merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
>Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini menyebar dari satu orang ke orang
lain
>melalui percikan dahak (droplet nuclei) yang dibatukkan. Jadi kalau cuma
>bersin atau tukar-menukar piring atau gelas minum tidak akan terjadi
>penularan. Apalagi cuma bernyayi atau bersiul bersama.
>Percikan yang berbahaya itu ada di pasien sakit yang dibatukkan dan masuk
ke
>orang yang belum pernah sakit. Orang ini kemudian menjadi orang yang
>terinfeksi. Dalam perjalanan waktu kemungkinan ia bisa jadi sakit, bisa
pula
>sehat tetapi tetap terinfeksi. Dalam kasus lain orang bisa juga terinfeksi
>lantaran vaksin BCG. Cuma, dari sisi kedokteran orang ini disebut
tervaksin.
>Kendati dapat menyerang berbagai bagian tubuh, tetapi sebagian besar (80 -
>90%) kuman TB akan menyerang paru-paru. Sementara sisanya mengenai tulang,
>alat kelamin, jantung, pencernaan, saluran kemih, dll. Penyebaran kuman ini
>bisa melalui pembuluh pada sistem limpatik ke limpa. Kadang-kadang pada
>tahap ini bakteri masuk ke dalam aliran darah dan menyebar ke berbagai
>bagian tubuh. Pada banyak orang, bakteri tetap dalam keadaan istirahat
dalam
>paru-paru dan organ lain. Baru aktif setelah beberapa tahun kemudian.
>Kerusakan yang nyata kemudian terjadi, seperti adanya lubang pada
paru-paru.
>Tak menjamin 100%
>Salah satu upaya pencegahan melawan TB adalah dengan vaksinasi BCG (Bacille
>Calmette-Guerin). Hal ini dilakukan terutama pada bayi, anak, dan mereka
>yang tergolong berisiko tinggi. Sementara untuk mengetahui apakah seseorang
>sehat, sakit, atau terinfeksi TB bisa dilakukan mantoux test. Pada tes
>mantoux, tuberkulin (ekstrak protein murni yang diambil dari bakteri
>penyebab tuberkulosis) dimasukkan ke dalam kulit. Setelah beberapa hari
>kemudian dilihat apakah ada perubahan pada permukaan kulit. Bila tidak,
>berarti reaksinya negatif. Ini menunjukkan seseorang belum pernah
terinfeksi
>dan tidak ada kekebalan terhadap TB. Sebaliknya bila permukaan kulit
menjadi
>merah, keras, dan berparut, reaksinya positif. Artinya ada paparan TB.
>Paparan ini bisa berasal dari vaksinasi BCG atau infeksi sesungguhnya.
>Sejauh ini vaksinasi/imunisasi BCG belum menjamin 100% seseorang tidak akan
>terkena TB. Penelitian di Chingleputh, India, pada tahun '60-an yang
>menghebohkan menunjukkan vaksin BCG tidak memberi proteksi apapun terhadap
>TB. Untunglah rangkaian penelitian berikutnya yang dikoordinasikan oleh WHO
>tidak menunjukkan hal serupa. Kini diakui vaksinasi BCG setidaknya dapat
>menghindarkan terjadinya TB berat pada anak. Yaitu tuberkulosis milier yang
>menyebar ke seluruh tubuh dan meningitis tuberkulosis yang menyerang otak,
>yang keduanya bisa menyebabkan kematian pada anak.
>Karena TB umumnya menyerang paru-paru, maka gejala-gejala yang muncul
berupa
>batuk lama dan berdahak lebih dari 3 minggu yang kadang disertai dengan
>darah, panas badan, nyeri dada, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat
>badan. Gejala batuk pada anak tidak sejelas pada orang dewasa. Pada anak
>umumnya ditandai dengan sering sakit, berat badan tidak naik-naik, kurang
>nafsu makan, dan berkeringat di malam hari. "Gejala yang tidak begitu jelas
>itu membuat TB pada anak relatif lebih sukar didiagnosis ketimbang pada
>orang dewasa," ujar Tjandra Yoga yang juga Wakil Direktur Penunjang Medik
>dan Pendidikan pada RSUP Persahabatan.
>Oleh karena, itu guna menegakkan diagnosis TB pada anak perlu pemeriksaan
>lengkap melalui 3 hal yaitu klinik, laboratorium, dan radiologi.
Pemeriksaan
>klinik antara lain menyangkut perkembangan berat badan. Sedang pemeriksaan
>laboratorium menyangkut pengamatan sputum dan cairan lambung. Terakhir,
>pemeriksaan radiologi untuk melihat kondisi paru-paru.
>Bila telah didiagnosis terkena TB seorang anak paling tidak membutuhkan
>pengobatan selama enam bulan. Ini lantaran kumannya memang butuh waktu yang
>lama untuk mati. Pengobatan yang makan waktu lama ini biasanya menyebabkan
>kepatuhan penderita menjadi rendah. Apalagi obat yang diberikan tiga macam
>atau lebih sekaligus. Hal ini karena dua alasan, pertama untuk mencegah
>kemungkinan resistensi dan kedua untuk dapat menjangkau seluruh populasi
>basil TB yang ada dalam tubuh penderita.
>Teratur dan tuntas
>Sementara itu, pengobatan saat ini memang harus setidaknya selama enam
bulan
>dan terdiri atas dua bulan fase awal untuk menurunkan jumlah kuman sebanyak
>dan secepat mungkin, serta empat bulan fase lanjutan untuk efek sterilisasi
>dan mencegah kekambuhan. Tidak jarang setelah memakan obat 2 - 3 bulan
>keluhan penderita telah hilang sehingga yang bersangkutan berhenti berobat.
>Dalam kasus anak, orang tua harus tetap sadar bahwa pengobatan harus
>dilakukan dengan teratur sampai tuntas.
> Kalau tidak, menurut Dr. Tjandra, pengobatannya harus diulang dari awal,
>sementara kumannya bisa kebal dan obatnya terbatas. Resistensi inilah yang
>harus dihindari, apalagi kalau sudah terjadi resistensi ganda (RG), yakni
>kuman telah resisten terhadap setidaknya dua obat utama, rifampisin dan
INH.
>  RG pada kenyataannya sulit diobati. Kalaupun bisa, tingkat
keberhasilannya
>sekitar 50% saja. Sementara biaya yang diperlukan untuk menyembuhkan
>penderita bisa sampai puluhan kali, bahkan ratusan kali lipat. Cara
>penanggulangan RG terbaik adalah dengan mencegah terjadinya RG. Artinya,
>jaminan agar pasien menyelesaikan regimen pengobatannya secara utuh menjadi
>kunci pencegahan.
>Keberhasilan pengobatan ditandai dengan perbaikan keluhan awal. Berat badan
>mulai naik, nafsu makan bertambah, dan anak mulai jarang sakit. Soal efek
>samping obat lantaran penggunaannya yang lama mestinya tidak perlu
>ditakutkan selama semuanya dalam pengawasan dokter. Dalam praktik, menurut
>Dr. Tjandra, semua dokter bisa menangani TB anak. Cuma kasus TB pada orang
>dewasa lebih mudah ditangani lantaran kemungkinan kesalahan diagnosis lebih
>kecil.
>Di tingkat nasional perang melawan TB dilakukan dengan membentuk Gerakan
>Terpadu Nasional Penanggulangan TB (Gerdunas TB). Program ini sebenarnya
>adalah upaya untuk mewujudkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment
>Short Course) yang diperkenalkan WHO untuk menanggulangi TB. Strategi DOTS
>telah terbukti sukses di berbagai negara, baik negara maju maupun negara
>berkembang. Ide kata DOTS muncul lantaran pengobatan TB membutuhkan waktu
>lama. Oleh karena itu untuk menjaga kepatuhan, pada saat makan obat mesti
>dilihat secara langsung (directly observed). Sementara pengobatan selama 6
>bulan termasuk berjangka pendek (course short). Soalnya dulu dengan
suntikan
>terapi TB memakan waktu 2 tahun. Kalimat directly observed dan course short
>yang dibalik ini kemudian memunculkan singkatan DOTS dengan huruf T sengaja
>diganti dengan + sehingga menjadi do+s. Yang bila dibalik akan berubah jadi
>"s+op", maksudnya stop TB.
>Dalam skala yang lebih luas DOTS memasukkan 5 komponen utama, yaitu
perlunya
>komitmen politik penentu kebijakan, diagnosis mikroskopik, pemberian obat
>dengan pengawasan, ketersediaan obat, serta pencatatan yang akurat. Para
>penentu kebijakan masih perlu dipacu agar mau memalingkan perhatiannya pada
>TB. Diagnosis penyakit secara mikroskopik juga masih menjadi tantangan.
>Masalah yang ada antara lain meliputi kesadaran dokter bahwa diagnosis
>mikroskopik pada dasarnya amatlah andal dalam mendeteksi TB.
>Sementara aspek DOTS yang ketiga berupa pengobatan yang baik dan diawasi
>secara benar. Paduan obat yang tersedia kini sudahlah amat baik, dengan
>jaminan angka kesembuhan amat tinggi. Di pihak lain, untuk menjamin
>seseorang menyelesaikan pengobatannya sampai 6 bulan tentu diperlukan
>kesadaran pasien dan pengawasan yang baik. Seyogyanya ditunjuk seorang
>pengawas minum obat (PMO). PMO ini sebaiknya datang dari kalangan
>masyarakat, bukan dari kalangan kesehatan yang jumlahnya terbatas. Memang
>dapat saja pasien dipaksa setiap hari datang ke puskesmas atau rumah sakit
>untuk minum obat TB di depan petugas kesehatan.
>Jaminan ketersediaan obat merupakan tanggung jawab pemerintah. Soalnya
>pengobatan yang tidak teratur bukan hanya tidak menyembuhkan pasien, tetapi
>juga menyebabkan kekebalan terhadap obat. Komponen DOTS kelima adalah
>pentingnya pencatatan dan pelaporan yang akurat. Ini penting lantaran TB di
>Indonesia diobati di berbagai fasilitas kesehatan. Sementara mobilitas
>pasien TB semakin meningkat. (G. Sujayanto/Anglingsari SI SK).
>
>Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
>Kirim bunga untuk handaitaulan & relasi di jakarta http://www.indokado.com
>Situs sulap pertama di Indonesia http://www.impact.or.id/dmc-sulap/
>Etika berinternet, kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
>Berhenti berlangganan, e-mail ke:  [EMAIL PROTECTED]
>
>
>
>
>
>
>
>
>


Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Kirim bunga untuk handaitaulan & relasi di jakarta http://www.indokado.com 
Situs sulap pertama di Indonesia http://www.impact.or.id/dmc-sulap/
Etika berinternet, kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]
Berhenti berlangganan, e-mail ke:  [EMAIL PROTECTED]









Kirim email ke