Assalamualaikum, Aduuuuh mabk terharu banget deh bacanya, tapi alhamdulillah mbak kuat menghadapiya. Mudah2an Allah kali ini memberikan kesempatan yang terbaik untuk mbak dan suami, Insya Allah. Amien....... Wassalam "Inka" <[EMAIL PROTECTED] To: <[EMAIL PROTECTED]> in.net.id> cc: Subject: [balita-anda] Pengalaman dengan IUFD 05/16/00 01:47 , re : Operasi SC PM Please respond to balita-anda terima kasih buat mbak Asrita dan mama Ticia atas infonya tentang operasi SC. berhubung mama Ticia minta diceritakan kisah SC yang pertama, okelah aku ceritain 'kisah' nya, tapi panjang lho....nggak apa-apa ? saya berharap semoga cerita yang panjang ini nggak cuma panjang tok, tapi juga bisa diambil 'isinya'. Pada kehamilan pertama saya dulu didapati adanya kista di ova kiri yang menurut DSOG saya saat itu tidak berbahaya. Memang menurut pengalaman teman-teman ataupun info yang saya dapat di buku ataupun majalah, kista pada umumnya tidak akan membahayakan kehamilan dan adakalanya akan menghilang seiring dengan bertambahnya usia kehamilan atau keluar bersama bayi pada saat kelahiran. Untuk sementara hal itu membuat saya tenang. Namun menjelang bulan kelima kehamilan saya merasakan sakit yang amat sangat di bagian bawah perut yang membuat saya sulit berjalan bahkan merubah posisi duduk selama bekerja di kantor. Dan itu saya alami selama satu bulan lebih. Sakit yang luar biasa itu dibarengi juga dengan demam dan frekuensi BAK yang sering untuk ukuran usia kehamilan saat itu. DSOG saya memberikan 2 jenis antibiotik dan mengatakan 'tidak apa-apa'. Saya juga berfikir "ah nggak apa-apa" soalnya saat itu ( dan untuk seterusnya ) tidak ada perdarahan sedikitpun. Akhirnya dalam kondisi yang - kalau saya pikir sekarang - sangat payah itu saya putuskan untuk tetap bekerja. Sampai suatu hari teman kantor saya 'gregetan' melihat saya yang 'sok kuat' terus ngantor dengan kondisi yang amburadul dan menyarankan saya untuk check ke lab dan ambil cuti sampai sembuh. Hasil lab kami berikan kepada DSOG berikut hasil USG ( inisiatif kami sendiri untuk USG di lab ) yang menunjukan bahwa saya menderita infeksi kandung kemih akut dan kista sudah membesar hingga lima kali lipat dari sebelumnya. Kembali saya diberi antibiotik dosis tinggi dan hasilnya saya 'sembuh'. Sampai pada suatu hari saya rasakan kok janin saya tidak bergerak lagi. Kami sempat menunggu selama satu hari hingga keesokannya insting keibuan saya mengatakan ada yang nggak beres, kami 'lari' ke rumah sakit dan dari hasil USG terakhir dinyatakan bayi saya sudah 'tidak ada', waaahhh....langit rasanya runtuh seketika. Saat itu saya masih tenang antara percaya dan tidak, namun sesampainya dirumah kami berdua bertangisan ( saya sempat bingung kok suami saya bisa menangis sehisteris itu ). Mungkin karena dia laki-laki sehingga untuk kemudian dan seterusnya dia bisa kembali tenang dan 'menerima' apa yang terjadi bahkan dia mengajak saya berdoa untuk 'berterima kasih'. Sementara saya membutuhkan waktu satu bulan lebih untuk benar2 bisa melihat bayi yang saya temui, ibu hamil atau melewati counter pakaian bayi tanpa harus menangis. Saat itu juga saya unsub dari milis BA karena nggak tahan dengan sharing antara anggota milis mengenai buah hati mereka. Saya terus bertanya kenapa harus kami yang mengalami ini, padahal kami merasa sudah memberikan yang terbaik bagi bayi saya selama dia dalam kandungan. Kenapa juga harus kami sementara pasangan lain bisa 'bertemu' dengan buah hati yang mereka tunggu tanpa halangan apapun. But, we have to face the reality anyway. Orangtua kami berdua datang menjemput dan membawa saya untuk 'melahirkan' di Jakarta karena mereka tinggal di sana, dengan harapan saya 'aman' dan 'tenang' berada dekat mereka dan saya sempat 'membawa' bayi saya yang sudah tidak ada itu selama empat hari hingga tiba saat untuk 'dilahirkan'. Kenapa tidak langsung dikeluarkan ? Menurut 3 DSOG yang saya mintai pendapat mereka mengatakan 'tidak berbahaya', sementara orang tua kami stress setengah mati karena mereka berfikir itu akan membahayakan jiwa saya. Mulanya saya ingin 'melahirkan' secara normal namun mengingat placenta sudah menutup jalan lahir akhirnya dilakukan SC sekalian untuk mengambil kista saya yang ternyata sudah sebesar kepalan tangan Ade Rai ( gede banget pokoknya ) . Eh...cerita belum habis, ternyata saat perut saya 'dibongkar' , si kista - yang ditemukan melekat pada organ disekitarnya dan pecah pada saat diangkat - sudah terinfeksi. Kista yang belakangan ( setelah PA ) diketahui sebagai kista endometriosis yang seharusnya berisi cairan coklat, ternyata sudah berubah warna menjadi hijau kekuningan. Akibatnya terpaksa dilakukan ovarektomi ( ?), ova kiri saya diangkat untuk mencegah menyebarnya infeksi tsb. Waduh, apalagi ini ? Ini berarti saya tinggal punya satu ova dan kemungkinan untuk hamil kembali berkurang 50 %. Jadilah saya saat itu benar-benar 'hancur lebur'. Sakit akibat operasi terasa 10 x lebih sakit dan penyembuhan membutuhkan waktu yang lebih lama, sehingga saya sempat berganti teman sekamar sebanyak lima kali dan sebanyak itu pula saya harus kembali 'membuka luka' bercerita pada saat mereka bertanya "lho, tidak menyusui Bu?" Dan selama itu pula saya harus mendengar dan menyaksikan kebahagiaan pasangan ayah ibu yang bertemu dengan buah hati mereka, sementara saya dan suami hanya bisa saling menggenggam erat tangan kami untuk berbagi kekuatan. Belum lagi melihat mereka pamit pulang pada saya dengan membawa buah hati mereka. Sementara saya ? Kalau diibaratkan hal itu sama seperti meneteskan jeruk nipis ke atas jari tangan yang luka teriris pisau... perrrriiihhhhh ! Tapi saya baru sadari ternyata justru itulah 'obat'nya. Kenyataan bagaimanapun pahitnya tetap harus dihadapi dan bukannya dihindari. Semua itu akan sulit saya hadapi tanpa dukungan yang tulus dari suami saya, orang tua dan keluarga. Terimakasih juga pada teman2 sekamar di RS berikut suster2 ( yang pernah suatu kali saat waktu menyusui tiba salah memberikan bayi teman sekamar saya pada saya ) yang tanpa mereka sadari sudah 'mengobati' luka saya. Bagaimanapun kami yakin bahwa Allah memiliki rencana yang lebih baik. Kami sering membayangkan seandainya anak kami lahir belum tentu ia dalam kondisi yang baik mengingat 'beraneka' penyakit yang menemani dia selama dalam kandungan saya. Dan saya baru sadar, ohh...inikah yang suami saya maksudkan untuk 'berterima kasih'. Dan kami berterima kasih padaNya karena anak kami tidak perlu mengalami penderitaan di kemudian hari. Kini kami tengah menantikan anak kedua kami. Mengingat begitu sulitnya 'perjuangan' kami untuk mendapat kepercayaan ini akhirnya saya putuskan untuk resign dari kantor tempat saya bekerja selama 8 tahun terakhir dan konsentrasi penuh pada kedatangan buah hati kami. Semoga kali ini Allah memberikan kepercayaan sepenuhnya pada kami untuk 'bertemu' si buah hati dengan selamat tanpa halangan apapun dan Insyaallah kami dapat memegang kepercayaan tersebut dengan sebaik-baiknya. Gimana rekans...ngantuk ya bacanya ? Terimakasih lho....udah luangin waktu buat baca 'cerber' ini. salam, -Inka- ----- Original Message ----- From: <[EMAIL PROTECTED]> To: <[EMAIL PROTECTED]> Sent: Sunday, May 14, 2000 3:08 PM Subject: Re:[balita-anda] Operasi Sectio Caesar > Mbak, kalo menurut DSOG saya, maksimum lima kali juga engga pa-pa tuh. Malah > dulu saya tanya, kalo setahun sekali boleh ? Katanya ya engga masyalah... > Oya, saya mau lho diceritain riwayat Sectio yang pertama dulu, kalo tidak > mengganggu tentunya. Selamat menanti kelahiran ya Mbak. > > Mama Ticia > > > > >> Pusing milih POP3 atau web mail? mail.telkom.net solusinya << > >> Belanja Info & Keperluan Balita? Klik, http://www.balitanet.or.id > >> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com > Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED] > Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED] > > > > > > > > > > > > >> Pusing milih POP3 atau web mail? mail.telkom.net solusinya << >> Belanja Info & Keperluan Balita? Klik, http://www.balitanet.or.id >> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED] Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]