Yth Bpk. Dr. Rudi Sutadi

        Anak saya yang pertama (saat ini berusia 2 tahun) menunjukkan gejala
autisme dan sejak 4 bulan yang lalu sudah mengikuti program therapi (BT dan
Snozele) selama 6 jam per minggu. Adiknya (umur 4 bulan) menurut penglihatan
kami sehat-sehat saja dan rutin ke DSA untuk imunisasi. Saat ini belum
imunisasi MMR. setelah membaca e-mail dari Bapak, Bagaimana menurut Bapak
apakah anak saya yang kedua tersebut jangan di imunisasi MMR atau di tunda
saja (sampai umur berapa baru boleh MMR) dan bagaimana dengan imunisasi yang
lainnya (mana yg boleh, mana yang tidak) untuk menghindari Autismenya ?
terima kasih atas informasinya. 

-----Original Message-----
From: Rudy Sutadi, MD [mailto:[EMAIL PROTECTED]]
Sent: Monday, October 30, 2000 11:18 AM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [balita-anda] Fw: Autisme, Vaksin, dan Mercury dalam Vaksin


----- Original Message -----
From: Rudy Sutadi, MD <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: 30 Oktober 2000 10:20
Subject: Autisme, Vaksin, dan Mercury dalam Vaksin


> Hai semuanya,
> Semoga tulisan ini dapat menjawab, meluruskan dan menengahi diskusi
mengenai
> thimmerosal, mercury, dan vaksin/vaksinasi (DPT, Hepatitis B, MMR).
>
> THIMMEROSAL
> Vaksin bukan tercemar thimmerosal/mercury, tetapi thimmerosal memang
sengaja
> digunakan untuk mematikan/melemahkan bakteri/virus dalam pembuatan vaksin,
> serta sebagai bahan pengawet agar supaya tidak tercemar oleh bakteri/jamur
> (terutama pada vaksin yang multidose, yaitu vaksin yang satu vial dapat
> digunakan untuk beberapa kali suntikan).
>
> MERCURY DAN MERCURY DALAM VAKSIN
> Dosis maksimum paparan mercury adalah 0,1 ug/kgbb (EPA), 0,3 ug/kgbb
> (ATSDR), 0,4 ug/kg (FDA). EPA=Environmental Protection Agency,
ATSDR=Agency
> for Toxic Substances and Disease Registry, FDA=Food and Drug
Administration.
> Bila berat bayi baru lahir sekitar 3,0 kg, maka paparan maksimumnya adalah
> 0,3-1,2 ug.
> Sedangkan dalam vaksin per 0,5 cc-nya (per dosis, sekali suntik) terdapat
> ethyl-mercury sebanyak 25 ug (DPT, TT, beberapa HIB), 12,5 ug (Hepatitis
B).
> Sehingga per kali suntik saja anak mendapat ethyl-mercury 40-80 kali dosis
> maksimum !!! Bila imunisasi Hepatitis B dilakukan pada umur 1 hari (I), 1
> bulan (II), dan 6 bulan (III), serta DPT I, II, III pada umur 3, 4, 5
bulan,
> maka pada umur 6 bulan bayi telah mendapat 200-400 kali dosis maksimum !!!
> Kiranya terlalu berani bila kita mengatakan hal ini cukup aman.
>
> Mercury yang terdapat di alam dalam 3 bentuk yaitu metallic element,
> inorganic salts, dan organic compounds (misalnya methyl mercury, ethyl
> mercury, dan phenyl mercury). Toksisitas (daya racunnya) tergantung
> bentuknya, jalur masuknya ke badan, dosis, dan umur saat terpapar.
> Maka pemberian vaksin yang mengandung thimmerosal (ethyl-mercury) adalah
> sangat berbahaya, sebab
> 1. Ethyl-mercury lebih toksik dibanding methyl-mercury yang terdapat dalam
> ikan yang tercemar.
> 2. Diberikan langsung melalui injeksi (seratus persen masuk ke badan,
> dibanding makan ikan yang relatif lebih sedikit yang diserap usus).
> 3. Dosis yang didapat oleh bayi sungguh sangat mencengangkan (lihat
> keterangan di atas).
> 4. Usia bayi di mana otak sedang berkembang pesat (orang dewasa relatif
> tidak berkembang lagi) sehingga lebih dahsyat akibatnya.
> 5. Dan, bayi sampai usia 6 bulan fungsi eksresi/sekresi empedunya (untuk
> membuang mercury yang terdapat dalam tubuhnya) relatif belum baik sehingga
> terjadi penimbunan.
>
> Kalau memang sedemikian bahayanya, mengapa tidak semua bayi kompak
> beramai-ramai jadi autisme? Karena pada autisme terdapat faktor genetik
yang
> menyebabkan bayi tertentu rentan terhadap ethyl-mercury ini. Faktor
> kerentanan genetik ini sering saya contohkan pada DM (diabetes mellitus,
> kencing manis) dan alkoholisme.
> Oleh karena faktor genetik ini, sehingga bila 1 keluarga mempunyai anak
> autistik kejadian anak berikut autistik juga adalah 10-20%. Dan
> saudara-saudara sepupu, keponakan, dan yang mempunyai hubungan darah
lainnya
> kemungkinan juga autistik mencapai 2-3 sampai 9%.
> Oleh sebab itu, pada keluarga-keluarga yang high-risk seperti di atas,
> sangat bijaksana UNTUK PALING TIDAK MENUNDA imunisasi yang mengandung
> thimmerosal paling tidak sampai usia 6 bulan. Atau memberikan
> thimmerosal-free vaccines. Saat ini satu-satunya vaksin hepatitis yang
tidak
> mengandung thimmerosal yang FDA-Approved hanya COMVAX (dari Merck),
> sedangkan Engerix-B (dari SmithKline Beecham) masih dalam proses
permohonan
> (belum FDA-Approved). Tetapi COMVAX juga mengandung vaksin Hib, sehingga
> pemberiannya sebaiknya dittunda, mulai usia 2 bulan.
>
> Pemberian vaksin hepatitis I pada umur 1 sampai beberapa hari adalah
sangat
> tidak beralasan. Pemberian pada umur 1 hari itu bila Ibunya jelas-jelas
> positif HBsAg-nya (artinya mulai sakit atau sedang sakit Hepatitis B).
> Rekomendasi dari AAP (American Academy of Pediatrics), hepatitis-B pada
umur
> 1 hari juga diberikan bila status HBsAg Ibu tidak diketahui (positif atau
> negatifnya), pertanyaannya adalah berapa persen dari Ibu-Ibu DI INDONESIA
> yang status HBsAg-nya tidak diketahui kemudian terbukti positif? Mungkin
DI
> INDONESIA sangat kecil sekali. Entah di Amerika sana, yang seksnya bebas,
> pre-marital intercourse tinggi, ceplak-ceplok cipok-sana cipok-sini,
> buktinya GUDANG AIDS/HIV juga ada di Amerika sana.
>
>
> HUBUNGAN MMR DAN AUTISME
> Fakta menunjukkan bahwa late-onset autism (autisme yang mulai sekitar usia
> 18 bulan ke atas) meningkat tajam setelah tahun 80-an, yaitu tahun di mana
> vaksin/vaksinasi MMR mulai diberikan.
> Hati-hati untuk mengutip kalimat yang mengatakan bahwa TIDAK ADA hubungan
> antara imunisasi MMR dengan autisme. Sebab penelitiannya sendiri bukan
> mengatakan tidak ada hubungannya, tetapi hubungan ini INCONCLUSIVE
> (TIDAK/BELUM dapat disimpulkan).
> Untuk yang mengerti statistik, tentunya faham bahwa sesuatu hipotesis
> penelitian dikatakan berbeda bermakna (significant different) adalah bila
> p<0,05. Artinya secara sederhana yaitu suatu hal terjadi bersamaan
> kemungkinannya kurang dari 5%. Nah, bila dari 10.000 anak, yang tidak
> mendapat MMR dan menjadi autistik adalah 20 orang, sedangkan yang mendapat
> MMR dan menjadi autistik adalah 80 orang, dari perhitungan didapat p=0,55.
> Maka akan disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara anak-anak
> yang mendapat MMR atau tidak mendapat MMR dengan terjadinya autisme.
> Statistik tinggal statistik, tapi jelas sekali bahwa yang mendapat MMR
> kemudian jadi autisme 80 orang dibanding 20 yang tidak mendapat MMR. Di
> samping itu, kemungkinan 5,5% dengan <5% kan perbandingannya sangat
tipis?!
> Satu atau 2 orang saja dalam statistik mungkin tidak ada artinya, tetapi
> adalah SUNGGUH SANGAT BERARTI adanya 1 penyandang autisme saja dalam suatu
> keluarga. Mungkin memang bagi dokter-dokter yang tidak mempunyai anak
> autistik, yang tidak mempunyai empathy, tidak begitu mempermasalahkan beda
> angka 1 atau 2 orang saja dalam statistik. Kalau orang Inggris bilang "If
> you were in my shoes....." Makanya ada seorang Ibu di pengadilan Jakarta
> pernah menyambit seorang hakim dengan sepatunya, mungkin seakan-akan
> mengatakan "If you were in my shoes, Judge. Nih eloe rasain sepatu
gue....."
> Jadi hati-hatilah para pakar/dokter untuk tidak dengan gagah perkasa
> mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara MMR dengan autisme, salah-salah
> banyak sepatu melayang, supaya sang pakar/dokter bisa merasakan sepatunya
> orangtua penyandang autisme. Just joking, itu kan kiasan saja. Tetapi
mohon
> para dokter untuk tidak gegabah dengan mudah sekali mengemukakan hal
> tersebut. Jangan lagi terjadi seperti dulu-dulu, tidak tahu/ngerti
autisme,
> jelas-jelas autistik tapi diberi komentar yang tidak bertanggung jawab
> seperti "ah engga apa-apa"/ "anak laki memang lebih lambat ngomongnya" /
> "dia kan lebih cepet jalan jadi ngomongnya lebih lambat" / "cuma terlambat
> ngomong aja" / dll. Sehingga tidak segera mendapat penanganan yang tepat.
> Tentunya paling tidak minus Dr. Hardiono, karena beliau yang pertama kali
> mencurigai autisme pada anak saya kemudian dirujuk ke Dr. Melly.
>
> Selain itu, bukti dari penelitian juga ada, yaitu bahwa MMR itu toksik
> terhadap otak, penelitian lain menunjukkan hubungan vaksin measles
(campak)
> dengan G-Alpha Protein Defects, dll.
>
> Lalu kenapa pemerintah berbohong? Mungkin itu white-lying, untuk menutupi
> kepentingan yang lebih besar lagi memang sering pemerintah (beserta
ahlinya,
> apakah itu dokter, ahli ekonomi, kepolisian, dll. Ya di Indonesia, ya di
> Amerika) menutup-nutupi kebenaran. Ingat kontroversi antara hubungan KB
> dengan kanker waktu dulu?
> Hal ini juga terjadi, yaitu selama belum tersedianya thimmerosal-free
> vaccines dengan harga terjangkau serta stock cukup. Serta bahayanya
epidemi
> (wabah) bila masyarakat menolak vaksinasi (termasuk MMR), seperti yang
> terjadi pada wabah campak di Amerika (tahun 1989-1991), pertusis di
Jepang,
> Swedia dan Inggris (akhir tahun 70-an), serta difteri di Uni Soviet.
> Namun bila yang menolak atau paling tidak menunda vaksinasi hanyalah yang
> autism high-risk, tentunya tidak apa-apa, karena dikenal kekebalan yang
> disebut herd-immunity.
>
> Last but not least, hati-hati dalam membaca hasil penelitian ilmiah,
karena
> kadang statistik bisa diplintir, bisa diutak-atik supaya sesuai dengan
> pesanan. Silahkan baca buku HOW TO LIE WITH STATISTIC.
>
> Dr. Rudy Sutadi, SpA
>
>
>



>>>> 2.5 Mbps InternetShop >> InternetZone << Margonda Raya 340 <<<<
>> Kirim bunga ke-20 kota di Indonesia? Klik, http://www.indokado.com
>> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED]
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]
















>>>> 2.5 Mbps InternetShop >> InternetZone << Margonda Raya 340 <<<<
>> Kirim bunga ke-20 kota di Indonesia? Klik, http://www.indokado.com
>> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED]
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]















Kirim email ke