----- Original Message -----
From: "Rudy Sutadi, MD" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Cc: <[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>;
<[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>; <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Tuesday, March 13, 2001 10:23 PM
Subject: [balita-kita] Artikel Republika, Minggu 11 Maret 2001: Hubungan
Vaksin MMR dengan Autisme


> Dari Harian Republika
> http://www.republika.co.id/cetak_detail.asp?id=20962&kat_id=10
>
> ========================================
>
> Minggu, 11 Maret 2001
> Hubungan Vaksin MMR dengan Autisme
> Oleh: Dr Rudy Sutadi, SpA
>
> Sebenarnya, tidak diragukan lagi bahwa vaksinasi telah menurunkan angka
> kesakitan maupun kematian oleh berbagai penyakit infeksi. Dimulai sejak
> Edward Jenner pada tahun 1796 melakukan vaksinasi cacar, kemudian dari
waktu
> ke waktu ditemukan berbagai vaksin yang ditujukan untuk melawan berbagai
> penyakit infeksi.
> Saat ini, sebelum anak mencapai usia dua tahun telah diberondong dengan
> berbagai jenis vaksinasi, sehingga paling tidak telah mendapat vaksin
> sebanyak 13-18 kali. Yaitu BCG, DPT, polio, campak, dan hepatitis B. Juga,
> vaksinasi meningitis (HIB) dan MMR.
> Hingga kini orangtua hanya percaya begitu saja akan keamanan pemberian
> vaksin. Dalamsejarah pemberian vaksin, terbukti bahwa telah banyak terjadi
> reaksi buruk (adverse reaction)setelah anak mendapat vaksinasi. Salah
> satunya yang diketahui akhir-akhir ini adalah hubungan antara pemberian
> vaksin MMR dengan terjadinya autisme.
>
> WABAH AUTISME
>
> Lama sekali, pada suatu kuliah di Fakultas Kedokteran di Harvard
University,
> dikatakan bahwa bila Anda menemukan satu orang saja penyandang autisme
dalam
> praktek, itu sudah terlalu banyak. Namun ternyata, dari tahun ke tahun
angka
> kejadian penyandang baru autisme semakin lama semakin meningkat.
> Dari berbagai kepustakaan beberapa tahun yang lalu, jumlah penyandang
> autisme diperkirakan hanya sekitar 2-5 per 10.000 kelahiran. Namun
kemudian
> meningkat menjadi 15-20 per 10.000 kelahiran. Data terakhir bahkan
> menunjukkan peningkatan lagi, yaitu sekitar 60 per 10.000 kelahiran atau
> 1:250 anak, bahkan pada beberapa daerah di Amerika angka ini bisa mencapai
1
> dari sekitar 100 anak. Angka sebesar ini sudah dapat dikatakan sebagai
> wabah!
> Di Indonesia, secara kasar kemungkinan besar terdapat ribuan kasus baru
> penyandang autisme di seluruh Indonesia. Dari penelitian diperkirakan
dasar
> kelainan autisme adalah faktor genetik. Namun sampai saat ini belum pernah
> diketahui adanya wabah (epidemi) penyakit genetik. Di samping itu,
berbagai
> penyakit genetik lain yang telah diketahui, tidak ditemukan peningkatan
yang
> dramatis seperti autisme ini.
> Peningkatan angka autisme juga bukan karena meningkatnya kewaspadaan
> masyarakat (awam maupun profesional) serta diagnosis yang lebih baik,
sebab
> hal yang sama tidak terjadi pada penyakit-penyakit genetik lainnya
walaupun
> juga mengalami publikasi luas serta cara/perangkat diagnosis yang lebih
> baik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tentunya terdapat faktor
> lingkungan yang berperan meningkatkan angka kejadian autisme ini, yang
> diduga kuat adalah vaksin MMR.
> Autisme dapat terlihat sejak usia bayi, tetapi dapat juga gejala-gejala
baru
> terlihat saat usia 18-24 bulan (late onset autism). Yaitu terjadi
kemunduran
> pada perkembangannya, bahkan kemampuan yang sudah dimiliki hilang begitu
> saja. Ternyata banyak orangtua yang menyadari bahwa late onset autism atau
> regresi autistik pada anak mereka terjadi tidak lama setelah divaksinasi
> MMR.
>
> FAKTA DAN PENELITIAN
>
> Sejak diperkenalkannya vaksin MMR, maka terlihat bahwa angka kejadian
> penyandang baru autisme sangat meningkat. Kejadian ini bukan hanya
> berkebetulan (koinsidens), namun benar-benar merupakan hal yang nyata. Di
> California misalnya, sejak vaksin MMR diperkenalkan pada tahun 1978,
jumlah
> penyandang autisme semakin meningkat setiap tahunnya. Yaitu yang biasanya
> ditemukan kurang dari 200 pasien baru per tahun, meningkat menjadi hampir
> 600 orang per tahunnya pada tahun 1990-an.
> Begitu juga di Inggris, vaksinasi MMR mulai dilakukan pada tahun 1988,
sejak
> itu terjadi peningkatan jumlah penyandang baru autisme. Yaitu yang
biasanya
> kurang dari 250 per tahunnya, terus meningkat sampai hampir 400-an per
tahun
> pada awal tahun 1990-an, dan hampir 600 pada tahun 1995-1996.
> Prof Dr Andrew Wakefield, MD, dari Rumah Sakit Pendidikan Royal Free di
> London, pada tahun 1995 menerbitkan hasil penelitiannya mengenai hubungan
> antara virus campak (measles) dengan penyakit Crohn yaitu suatu peradangan
> usus yang menyebabkan diare kronis. Setelah itu, banyak orangtua
penyandang
> autisme yang menghubungi Wakefield dan mengemukakan bahwa anak-anak mereka
> juga mengalami masalah pencernaan serta perburukan perilaku dan
> menghilangnya kemampuan yang sebelumnya telah ada (misalnya bicara) tidak
> lama setelah anak-anak tersebut mendapat vaksinasi MMR.
> Oleh karena itu Wakefield melakukan penelitian pada 12 anak yang kemudian
> dipublikasi di Lancet tahun 1998. Kemudian penelitian dilanjutkan pada 160
> anak, terdapat keadaan serta hasil yang sama, yaitu adanya virus campak
pada
> usus anak-anak penyandang autisme yang sebelumnya tidak mempunyai masalah
> sebelum vaksinasi MMR. Penelitian lain di laboratorium-laboratorium Jepang
> juga menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian Wakefield.
> Wakefield menyimpulkan bahwa enterokolitis autistik tampaknya merupakan
> bagian terpenting pada wabah autisme. Gambaran histologi dan imunologi
hasil
> biopsi pada enterokolitis autistik ternyata khas dan berbeda dengan
penyebab
> peradangan usus yang lain.
> Dari hasil penelitian Wakefield di atas, diketahui hubungan antara vaksin
> MMR dengan autisme yaitu kemudian kaitannya lebih lanjut dengan terjadinya
> hiperpermeabilitas (peningkatan permeabilitas) usus, suatu keadaan yang
> disebut leaky gut syndrome. Ini merupakan kemungkinan pertama di mana
> autisme merupakan akibat tidak langsung dari vaksin MMR.
> Sedangkan akibat langsung dari MMR yang menyebabkan autisme diketahui dari
> hasil penelitian Dr Vijendra Singh. Singh menemukan bahwa sampai 80% (dari
> 400 kasus dan kontrol) anak-anak autistik memiliki otoantibodi terhadap
> myelin basic protein (MBP) yaitu jaket yang menyelimuti serabut syaraf,
> sehingga serabut syaraf bersangkutan tidak lagi berfungsi karena tidak
dapat
> menghantarkan sinyal. Dan, semakin banyak jumlah antibodi terhadap virus
> campak, semakin banyak pula anti-MBP, sehingga semakin luaslah kerusakan
di
> otak.
> Antibodi tersebut jarang ditemukan pada anak normal/kontrol (0-5%). Singh
> menyimpulkan bahwa autisme disebabkan oleh respons otoimun spesifik
terhadap
> MBP yang menyebabkan kerusakan myelin pada otak yang sedang berkembang.
> Akhirnya, dengan adanya kerusakan 'perkabelan' otak maka terjadilah
autisme.
>
> KEBINGUNGAN ORANGTUA
>
> Adanya kontroversi tentunya menimbulkan kebingungan di kalangan orangtua.
> Yaitu pihak mana yang akan mereka pilih sebagai pegangan, serta akankah
> mereka memberikan vaksinasi MMR pada anak mereka. Lembaga resmi milik
> pemerintah, tentunya berpikir dengan skala nasional. Sehingga mungkin
> terjadinya beberapa kasus autisme pasca MMR dari sekian ribu anak, bagi
> mereka mungkin tidak berarti apa-apa. Tetapi lain halnya bila kita
berbicara
> tentang suatu keluarga. Satu anak saja yang autisme dalam satu keluarga
akan
> merupakan beban yang sangat berat bagi kedua orangtuanya.
> Selain itu, berbagai advocacy groups di Amerika dan Inggris telah
menggugat
> pemerintah mereka untuk memisahkan fungsi pengawasan/penelitian keamanan
> vaksin dari departemen kesehatan, karena adanya perbenturan kepentingan
> (conflict of interest) bila badan/orang-orang yang sama harus
mempromosikan
> vaksin, tetapi juga sekaligus bertugas menyelidiki kemungkinan hubungan
> antara vaksin dengan masalah kesehatan. Terbukti dengan adanya manipulasi
> data pada penelitian tahun 1999 mengenai hubungan autisme dengan MMR.
> Jepang yang merupakan negara maju, telah melarang penggunaan vaksin MMR
> sejak tahun 1993. Pada tahun 1999, dipertimbangkan kembali pemberiaan MMR,
> tetapi diputuskan bahwa lebih aman untuk tetap melarang MMR, dan tetap
> melanjutkan penggunaan vaksinasi yang terpisah waktu pemberiannya antara
> measles tersendiri, mumps tersendiri, dan rubella tersendiri, seperti juga
> yang dianjurkan oleh Prof Wakefield.
> Memang tidak semua anak yang mendapat MMR akan menjadi autisme. Hal ini
> berhubungan dengan ada/tidaknya faktor predisposisi. Faktor predisposisi
> yang sementara ini telah diketahui adalah bila kemungkinan adanya faktor
> genetik (keturunan), yaitu bila di keluarga ada juga yang autistik. Namun,
> banyak faktor predisposisi lain yang belum jelas, misalnya ada keluarga
yang
> retardasi mental, kesulitan/masalah belajar, terlambat bicara, dan lain
> sebagainya.
> Sedangkan faktor predisposisi yang masih memerlukan penelitian, misalnya
> riwayat imunisasi dan reimunisasi ibu dan anak (serokonversi dan kenaikan
> titer antibodi), riwayat kesehatan/penyakit ibu dan anak, riwayat gizi
anak,
> riwayat kehamilan/kelahiran serta perkembangan anak, dan lain sebagainya.
> Dan bukan tidak mungkin masih banyak kemungkinan faktor predisposisi yang
> belum terdeteksi saat ini. Dokter sepatutnyalah memberikan informasi yang
> berimbang akan bahaya dan manfaat vaksinasi MMR ini. Orangtualah yang
harus
> memutuskan apakah anak mereka akan diberikan vaksinasi MMR atau tidak,
> setelah mendapat penerangan yang cukup dan mempertimbangkan risiko serta
> manfaatnya.
> Adalah sangat mengherankan jika seorang dokter spesialis anak senior yang
> dengan lantangnya mengatakan bahwa anaknya diberi vaksinasi MMR tetapi
tidak
> menjadi autisme. Rupanya dokter yang juga ilmuwan tersebut lupa akan teori
> probabilitas dan risiko relatif (relative risk). Bahwa hanya sekian persen
> anak yang terpapar oleh vaksin MMR yang akan menjadi autisme. Keadaan ini
> sama halnya dengan bahwa tidak semua perokok berat akan mengalami kanker
> paru. Hanya orang yang awam sama sekalilah yang boleh dengan bangga,
berani,
> dan secara lantang mengatakan bahwa dia adalah perokok berat tetapi tidak
> terkena kanker paru.
>
> PENUTUP/KESIMPULAN
>
> Adalah terlalu dini dan terlalu berani bila saat ini mengatakan bahwa
vaksin
> MMR adalah seratus persen aman. Tidak dapat dikesampingkan begitu saja
> adanya fakta bahwa banyak anak yang sebelumnya normal, sehat wal afiat,
> tidak ada masalah, dan perkembangan sebelumnya normal, tetapi kemudian
> mengalami regresi autistik (yaitu kemunduran dalam kemampuannya serta
> hilangnya kemampuan yang sebelumnya sudah dimiliki, serta menunjukkan
> gejala-gejala autisme).
> Oleh karena hal ini masih kontroversi, maka seharusnyalah bersikap
waspada,
> berhati-hati, dan dilakukan penelitian lebih jauh oleh badan-badan yang
> independen, sampai kemudian memang terbukti tidak ada keraguan lagi
> benar/tidaknya bahwa memang vaksin MMR menyebabkan autisme.
> Wakefield maupun penulis dan berbagai pihak lainnya, tidaklah anti
terhadap
> vaksinasi. Tetapi vaksinasilah secara aman. Oleh karena di Indonesia tidak
> tersedia vaksin terhadap mumps dan rubella yang terpisah, maka penulis
> sendiri memilih untuk tidak memberikan vaksin MMR kepada anak kedua
penulis
> yang saat ini berusia 14 bulan. Sedangkan anak pertama hampir berusia 7
> tahun, karena ketidaktahuan penulis waktu itu, pernah mendapat MMR.
> Kemudian, anak pertama penulis itu mengalami regresi autistik.
> Jika, setelah penelitian ilmiah independen yang seksama, menunjukkan bahwa
> regresi autistik merupakan akibat dari vaksinasi MMR, maka dengan
penggunaan
> vaksin secara bijaksana, kita mempunyai satu cara untuk mencegah autisme,
> penyakit yang mengerikan ini. Pemberian vaksin tunggal sendiri-sendiri
> dengan waktu terpisah (measles saja tersendiri, mumps saja tersendiri,
> rubella saja tersendiri) akan menghindari kemungkinan terjadinya autisme.
> Sedangkan bila diberikan bersamaan akan menimbulkan risiko autisme yang
> sebenarnya bisa kita cegah.
> Pemisahan pemberian vaksinasi tersebut berdasarkan fenomena yang disebut
> compound effect (efek gabungan). Di mana dua atau lebih infeksi penyakit
> (measles/campak, mumps/gondongan, rubella/campak-Jerman, dan
> chickenpox/cacar-air) telah diketahui berhubungan dengan autisme dan
regresi
> autistik, baik peningkatan risiko maupun beratnya autisme. Secara alamiah,
> infeksi/efek gabungan sangat jarang terjadi. Tetapi lain halnya dengan
> pemberian polyvalent MMR yang memaparkan 'infeksi' ketiga penyakit
tersebut
> sekaligus dalam satu saat dengan satu injeksi. Oleh karena itu, sebaiknya
> 'infeksi-buatan' yang sekaligus tiga ini perlu dicegah.
> Dari hasil penelitian Dr Singh, diketahui bahwa titer anti-MBP meningkat
> pada 85% anak autistik. Sehingga bila memang vaksin MMR menyebabkan
autisme,
> maka bila vaksin MMR tidak diberikan dalam sekali suntikan, menurut Dr
Singh
> bukan tidak mungkin dapat menyelamatkan sekitar 325.000 anak di Amerika
> saja! Berapa juta anak (dan keluarganya) seluruhnya yang mungkin dapat
> diselamatkan dari autisme di Indonesia dan seluruh dunia? Mari kita tanya
> pada rumput yang bergoyang!
>
> Penulis adalah dokter spesialis anak, wakil ketua Yayasan Autisme
Indonesia,
> dan Yayasan Peduli Autisme.
>
>
>
> ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor ---------------------~-~>
> Make good on the promise you made at graduation to keep
> in touch. Classmates.com has over 14 million registered
> high school alumni--chances are you'll find your friends!
> http://us.click.yahoo.com/l3joGB/DMUCAA/4ihDAA/b3dVlB/TM
> ---------------------------------------------------------------------_->
>
>  ======== Hemat bandwidht ! Hapus pesan yang tidak perlu =============
>   Berlangganan : [EMAIL PROTECTED]
>   Berhenti     : [EMAIL PROTECTED]
>   ======== Attachement file Tidak diijinkan ==========================
>
>
> Your use of Yahoo! Groups is subject to http://docs.yahoo.com/info/terms/
>
>


>> kirim bunga, pesan cake & balon ulangtahun? klik, http://www.indokado.com  
>> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED]
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]




















Kirim email ke