semoga bermanfaat....


> ----------
> From:         Tabloid IBU&ANAK[SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
> Reply To:     [EMAIL PROTECTED]
> Sent:         20 Oktober 2000 13:25
> To:   [EMAIL PROTECTED]
> Subject:      [balita-anda] Dukun Urut Bayi
> 
> Yth. Netter Sekalian
> 
> Berikut saya lampirkan artikel tentang Dukun Urut Bayi yang pernah dimuat
> di Tabloid IBU&ANAK edisi 47/Th. II. Semoga bisa berguna bagi para netter
> yang punya bayi/balita. Mohon jangan dianggap sebagai upaya promosi. Ini
> semata-mata karena kami yakin artikel ini akan berguna bagi para netter
> sekalian. Terima kasih.
> 
> Teguh Sudarisman
> Redaktur
> 
> 
> BERANDA I&A Edisi 47, hal. 26-27
> 
> Tangan-tangan 'Ajaib'
> 
> <I>Si kecil tak juga bisa jalan, keseleo, susah makan, susah disapih,
> bahkan... kesurupan? Atau, ibu sendiri susah punya momongan? Tenang.
> Banyak dukun urut yang bisa mengatasi problem itu.<I> 
> 
> "Ibu sudah berapa kali datang ke sini?"  
> "Wah, saya sih sering sekali. Sejak si kecil berumur sebulan, sudah
> dipijit di sini. Istilah Bu Haji, <I>didadah<I>, biar badan anak saya
> cepat gemuk. Sampai umur 2 tahun, hampir sebulan sekali saya ke sini.
> Alhamdulillah, setelah rutin dipijit, anak nggak cepat sakit dan makannya
> banyak." 
> "Kalau saya, Mbak, tahunya dari orangtua. Soalnya seluruh anak ibu saya
> kalau keseleo atau masuk angin, selalu dibawa ke sini. Anak saya nomor dua
> juga bisa jalan karena dipijit di sini...."
> 
> ***
> 
> Ketiga wanita itu pun lalu asyik <I>ngerumpi<I> soal perkembangan
> anak-anak mereka. Yang memanggil Mbak, kira-kira berumur 30 tahun,
> sedangkan kedua teman bicaranya tampak sedikit lebih muda. Ketiganya
> berdiri di depan kamar pijat sambil menggendong anaknya, menunggu giliran.
> 
> Suasana di ruang pijat bercat putih berukuran 2,5 x 2,5 meter itu lain
> lagi. Di ruang yang adem  dan bersih ini, ada satu ranjang besi model kuno
> warna biru muda, yang digunakan untuk memijat. Di tengah ruangan ada dua
> kursi rotan, dan sebuah meja yang penuh stoples berisi aneka kue khas
> betawi, seperti kue semprong, kue satu, dan kacang tojin. Di pojok, ada
> almari kayu yang tinggi dan tanpa tutup, berisi ramuan-ramuan obat yang
> sudah jadi.
> Di kursi rotan itu, Ibu Siti Aminah, dukun pijit yang lebih akrab
> dipanggil Haji Itih, sedang <I>ngobrol<I> dengan sepasang suami-istri yang
> membawa anak kecil. Nenek berumur 65 tahun tapi masih terlihat segar itu
> memakai kebaya yang digulung sampai ke siku, sarung warna cokelat, dan
> selendang warna merah muda. 
> "Gini lho, Nyak Haji. Dari kemarin sore Si Abduh nggak mau makan nasi.
> Maunya cuma teh manis. Terus malamnya tidurnya rewel sekali. Kenapa, ya?"
> tanya Siska, ibu muda itu, yang mengenakan baju motif kembang. Sang suami
> membopong si cilik berumur 2 tahun, yang terlihat lesu. Melihat wajah dan
> logatnya, kelihatannya pasangan suami-istri itu berasal dari Jawa.    
> "Oh... begitu. Ya udah, buka deh baju anaknya. Entar Ibu pijit." Bu Haji
> menepuk bantal dan meletakkannya di atas pahanya. Setelah Abduh diletakan
> di atas bantal yang dilapisi kain panjang, mulailah Haji Itih mengurut
> tubuh anak itu dengan minyak yang ia usap dari alas cangkir. Sebelumnya,
> ia komat-kamit mengucapkan beberapa bacaan dari Alquran.  
> "Wah, ini <I>mah<I>, masuk angin. Kebanyakan  main sore yaa?" komentar Bu
> Haji,  yang mempelajari teknik urut dari orangtuanya, begitu melihat
> punggung si Abduh jadi merah. Ia tidak mengerok, cuma memijit biasa. 
> Selama dipijit, tangis Abduh melengking. Tapi itu tak lama. Setelah angin
> di badannya keluar, Abduh langsung diam, mungkin merasa enak. Tak sampai
> 10 menit, pijit pun selesai. Begitu keluar kamar pijit, wajah Abduh sudah
> kembali sumringah. Ia sudah bisa tertawa-tawa dengan para pengunjung kecil
> lain yang menunggu giliran pijit. 
> 
> Dari Mulut ke Mulut
> 
> Setiap hari, suara tangis bayi dan anak memang tak pernah berhenti dari
> rumah dukun pijit Haji Itih, yang ada di daerah Kerambat, Tebet, Jakarta
> Selatan.  Menurut Ibu Aas, yang saat itu membawa  kedua anaknya, rumah Bu
> Itih sudah ramai sejak pukul 6.30 pagi oleh ibu-ibu dari Tebet dan
> sekitarnya  yang membawa anak-anaknya ke sini. Meski letaknya di gang,
> rumah Haji Itih di Jl. Tebet Timur Dalam VII, Jakarta Selatan ini mudah
> dicari, karena nama Haji Itih  sangat dikenal, terutama oleh tukang ojek. 
> Pasien yang dipijit di sini umumnya tahu Bu Itih dari mulut ke mulut. Yang
> datang juga beragam, dari berbagai kalangan dan golongan usia. Dari
> pasangan yang baru menikah, ibu hamil, baru melahirkan, sampai ibu yang
> minta anaknya disapih. "Kebanyakan yang  datang ke sini minta anaknya
> dipijit karena keseleo atau nggak mau makan," jelas Bu Haji, yang sudah
> menekuni profesinya selama 45 tahun. Padahal, menurut ibu 7 anak ini, ia
> tak cuma bisa urut keseleo anak kecil dan orang dewasa. Ibu yang ingin
> hamil, mau melahirkan, mendadah atau menyapih anak, sampai memperlancar
> dan memperbanyak ASI, juga bisa ia bantu. 
> Di rumahnya, pasien yang menunggu giliran pijit berdiri atau duduk di
> bangku taman. Atau, mengajak si anak jalan-jalan ke depan gang atau
> menunggu di mobil yang diparkir di depan  gang, agak jauh dari ruang
> pijit. Mungkin, supaya anak-anak tak ketakutan karena mendengar suara
> tangisan bayi dan balita yang sedang dipijit.
> Teknik Haji Itih untuk menyembuhkan pasiennya bermacam-macam. Pada anak
> yang keselo, setelah diurut, pasien dibacakan doa cepat sembuh dari
> keseleo. Pulangnya, ibu yang masih aktif ikut pengajian di daerahnya itu
> memberi obat borehan  beras kencur, serta memberitahu makanan yang harus
> dipantang. "Biar keseleonya cepat hilang, saya selalu  minta pasien
> berpantang makan ayam dan emping." 
> Untuk anak yang terlambat jalan, Haji Itih mengurut telapak kaki si anak
> sambil membacakan ayat Alquran.  "Bener lho. Setelah dipijit sekali, dua
> hari kemudian  Aji, anak saya, bisa jalan!" sumringah Bu Ina dari Cikoko,
> Jakarta Selatan. Sekarang, ia datang lagi untuk menyapih si kecil.
> 
> Pijit Hamil 
> 
> Bagi pasangan yang ingin punya momongan, coba saja ke Haji Itih.
> Menurutnya, cara memijit pasangan yang ingin hamil berbeda. Selain suami
> dan istri  harus dipijit, ada tanda khusus yang dapat ia ketahui, masih
> besarkah peluang pasangan ini punya keturunan. "Untuk suami, kalau tidak
> ada masalah sama sperma (encer), biasanya masih bisa punya anak. Kalau
> wanita, untuk  melihat tingkat kesuburannya, setelah <I>dibacain<I> doa,
> pusar wanita itu saya  tekan. Kalau bergetar, berarti  wanita itu masih
> subur. Kemungkinan punya anaknya juga masih tinggi," Bu Haji menjelaskan
> rahasianya.
> Ny.  Latifah, yang saat itu tengah antre untuk mengucapkan terima kasih,
> adalah salah satu pasien yang merasakan 'keajaiban' tangan Bu Itih. "Dua
> belas tahun saya tak punya anak. Percaya nggak percaya nih, setelah
> dipijit Bu Itih, beliau bilang saya masih mungkin hamil, karena pusar saya
> masih bergetar saat ditekan. Alhamdulillah, sebulan setelah itu doa saya
> dikabulkan Allah." 
> Karena tidak semua orang subur, supaya pasiennya tak kecewa, sebelum
> mengurut Bu Haji selalu memberi penjelasan, kalau diberi anak atau tidak
> itu bukan karena  tangannya, tapi karena kehendak Tuhan. Berapa kali
> pasien mesti datang pun  tergantung kondisi si pasien. Ada pasien yang
> harus dua kali pijit, ada juga yang cukup sekali langsung <I>tokcer<I>.
> Bagaimana kalau si pasien tidak sembuh atau malahan semakin parah
> sakitnya? "Alhamdulillah," senyum Bu Haji, selama jadi tukang pijit, saya
> belum pernah diprotes  sama pasien karena salah pijit atau jadi tambah
> parah." 
> 
> Bawa Air atau Kue
> 
> Tukang pijit lain yang ramai  dikunjungi para ibu adalah Haji Encop, di
> Jl. Tebet Barat  III C No. 3, Jakarta Selatan. Bu Haji berumur 63 tahun
> ini adalah spesialis pijit  bayi dan  balita. Pasiennya sudah berjubel
> sejak subuh. Saking banyaknya para ibu yang ingin anaknya dipijit, anak
> Haji Encop membuatkan jadwal pijit, yang digantung pada selembar kertas
> laminating di jendela sebelum masuk ruang pijit.
> Jam buka Bu Encop dari hari Senin sampai Minggu, dengan waktu yang
> berbeda. Senin, Selasa, Kamis dan Sabtu, Haji Encop hanya praktik dari
> pukul 07.00-15.00. Rabu dan Jumat -- yang paling ramai -- pukul
> 06.00-12.00. Minggu, cuma dari pukul 12.00-15.00. Selain jadwal itu, ia
> tidak menerima pasien. 
> Bu Encop yang berusia 63 tahun tapi masih terlihat awet muda dan segar ini
> belajar pijat dari neneknya.  
> Meski menspesialisasikan diri pada pijit balita dan bayi, Bu Haji yang
> belajar pijit dari neneknya ini juga ahli memijit orang dewasa, khususnya
> wanita, serta membuat anak mau disapih.  
> Untuk menyapih, nenek yang awet muda dan segar ini hanya perlu media air
> atau makanan kesukaan si anak. Sebelum membacakan doa menyapih anak, Bu
> Encop menanyakan nama dan tanggal lahir anak yang ingin disapih. Tak
> sampai semenit berdoa, Bu Haji pun lalu berpesan untuk memberikan air atau
> kue itu saat malam hari.
> "Saya tadinya nggak percaya kalau air dari  Bu Encop bisa bikin Agung emoh
> mimik sama saya," Bu Faiza, dari Pengadegan, menceritakan anaknya. "Tapi
> setelah minta air sama Bu Encop, besoknya si kecil mau disapih." Botol
> Aqua dan biskuit di tangannya baru saja diberi doa oleh Bu Haji, untuk
> anak kakaknya yang sudah berumur 2,5 tahun tapi susah disapih.
>  
> Antre 5 Jam 
> 
> Kalau mau yang sedikit repot, cobalah pijit ke rumah Haji Encang, yang
> sangat <I>ngetop<I> di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Tepatnya di
> Jl. Kalibata Utara II No. 33. Saking larisnya, pasien yang datang setiap
> hari mencapai ratusan orang, dan antrean sudah dimulai sejak pukul... 3
> pagi. 
> Makanya, Ny. Dwi, yang mengaku sudah 5 jam menunggu giliran pijit, memberi
> saran. "Kalau mau pijit ke sini, jangan lupa bawa peralatan 'perang'.
> Kayak mau piknik, begitulah. Semua perlengkapan anak, dari pakaian,
> makanan, minuman, harus bawa lebih banyak. Kalau nggak begitu, anak bisa
> kelaparan." 
> Saran Ny. Dwi masuk akal juga. Sebab meski di samping rumah Bu Encang yang
> berbentuk huruf L itu ada toko kelontong, dan di halamannya banyak
> pedagang, yang dijual kebanyakan makanan untuk orang dewasa, seperti rujak
> dan bakso.  
> Supaya waktu pijit tak bertabrakan, Haji Encang membuat jadwal. Menurut
> Ny. Dewi (23 tahun) yang hampir sebulan sekali memijitkan anaknya, pagi
> sampai sore khusus pijit anak-anak. Setelah pukul 6 sore sampai menjelang
> isya, untuk melayani orang dewasa. Selain bisa memijit keseleo, anak susah
> makan, susah jalan, susah pup, pilek, batuk, atau campak, Haji Encang juga
> bisa menyembuhkan anak yang <I>sawan<I> atau kesurupan.  
> Menurut Ny. Ratna, yang datang dari Bekasi, Jumat adalah yang paling
> ramai. "Haji Encang pernah bilang, Jumat itu hari yang baik buat anak
> dipijit. Makanya, dulu, waktu Rio anak saya susah jalan, beliau
> menyarankan supaya dipijit setiap Jumat." Tak heran kalau  di hari itu,
> ruangan  pijit yang cuma bisa menampung  25 orang jadi terasa lebih panas
> karena lebih banyak orang duduk di situ. 
> Tapi, berbeda dengan di Haji Itih dan Haji Encop, meskipun pasien
> berjubel, tidak ada yang main serobot, meski tidak ada yang mencatat siapa
> yang masuk dulu untuk dipijit. Semua pasien yang baru datang harus
> bertanya siapa yang terakhir datang dan harus mematuhi gilirannya. "Pernah
> ada ibu yang <I>nyerobot<I>, eh... Bu Encang tahu, lho!" terang Ny. Dwi.
> "Dan biasaya, mijitya jadi nggak manjur." 
> Kalau ada ibu yang marah-marah sama pasien lainya, biasanya  Haji Encang
> juga langsug <I>ngambek<I>, masuk ke dalam, nggak mau mijit. "Sepertinya
> Bu Encang itu punya indera keenam deh. Soalnya sekali pegang aja beliau
> tahu kalau anak itu keseleo atau kemasukan (setan)," terang Ny. Dwi lagi.
> Kalau penyakit yang diderita anak agak parah, misalnya sudah setahun tak
> bisa duduk, biasaya Haji Encang membaca doanya sampai menunduk dan sangat
> lama. Baru kemudian ia melumuri si anak dengan minyak yang ia tampung di
> wadah besar, bekas akuarium. 
> 
> Ramuan Habis Bersalin
> 
> Kalau tidak ingin antre kelamaan saat Jumat, bisa juga ke rumah Haji
> Komariah, yang ada di Jl. Guru Alip No. 23, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
> Bu Haji yang mendapat keahlian mijat berkat  karomah (yakni...... ) juga
> laris didatangi para ibu, terutama dari daerah Mampang dan Warung Buncit.
> Jam bukanya, setiap hari kecuali hari Minggu, pukul 08.00-11.00 dan sore
> pukul 16.00-17.00.
> Selain bisa membantu mengatasi aneka problem si kecil dengan memijit, Bu
> Haji beranak 9 yang murah senyum ini juga sering dimintai nasihat oleh ibu
> yang sedang hamil maupun habis melahirkan. Bahkan, Bu Haji yang berbadan
> besar ini menyediakan ramuan jamu untuk menguatkan otot-otot rahim,
> menghilangkan lemak, serta memulihkan otot-otot sehabis persalinan. 
> "Kadang ada pasien yang minta nasihat ke sini karena harus operasi cesar,"
> papar Upi, salah satu dari kesembilan anaknya. "Setelah dipijit Ibu,
> ternyata bisa kok, nggak usah operasi."
> Meski sudah memiliki banyak langganan -- malah ada yang dari luar negeri
> -- para ahli pijit tidak pernah mematok harga pijit, lho. "Saya  menerima
> ongkos seikhlas orang yang memberi saja," terang  Haji Itih. Begitu juga
> ketiga Ibu Haji lainnya. 
> Kalau dipanggil ke rumah? Menurut Bu Itih, beberapa tahun belakangan ini
> ia tak pernah menerima pangilan untuk mijit di rumah pasien. "Kalau ada
> pangilan pijit, saya menyuruh anak lelaki saya  yang sudah saya  ajari
> memijit sejak kecil untuk  <I>nggantiin<I> saya. Bu Haji Encop, Haji
> Encang, dan Haji Komariah juga tidak melayani panggilan ke rumah. Sebabnya
> ya itu, banyaknya jumlah pasien yang ingin dipijit. Apa boleh buat, antre.
> Yang penting, anak sehat 'kan?  b Andesi
> 
> Copyright
> Tabloid IBU&ANAK
> 2000
> 
> 

Kirim email ke