Sebetulnya urusan susu halal atau produk lainnya, saya kira bukan hanya
tanggung jawab orang tua/masyarakat saja. Menurut saya, pemerintah (dalam
hal ini MUI) juga memikul tanggung jawab yang sama besarnya. Saya tidak tahu
bagaimana prosedur pemberian label halal, apakah produsen yg mengajukan
barangnya untuk diteliti kehalalannya atau MUI yg aktif meneliti sendiri.
Sejauh yg saya tahu sih, cara pertama yg berlaku, kalau ini yg terjadi maka
MUI sebenarnya juga dituntut aktif untuk meneliti kehalalan suatu produk,
jangan hanya 'menunggu bola' saja. Kalau MUI sudah 'menjemput bola', maka
umumkanlah hasilnya kepada masyarakat.

Saya juga mengalami dilema ttg susu halal ini. Anak saya susah sekali minum
susu, kalaupun mau itu hanya merek tertentu (saya sudah cobakan berbagai
merek), yaitu Chil Mil dan Pediasure. Kedua merek tsb tidak mencantumkan
label halal. Kalau keadaannya begini, apa yg harus saya lakukan. Menyetop
minum susu, saya rasa bukan pilihan yg baik, meskipun anak saya sudah diatas
1 thn umurnya (tapi karena kondisinya dalam penyembuhan penyakit, otomatis
perlu asupan gizi yg maksimal dari berbagai sumber). Mengakalinya memberi
susu halal dalam bentuk makanan padat (dibuat puding misalnya) juga kurang
efektif karena anak saya susah ngemilnya. Mau terus minum susu yg tanpa
label halalnya...., tanggung jawab siapa ini nantinya di akhirat?

Berapa persen sih produk, khususnya makanan, yg sudah bersetifikat halal?

Endra


>> Mau kenduri di kantor? Perlu nasi tumpeng? klik, http://www.indokado.com  
>> Info balita, http://www.balita-anda.indoglobal.com
Etika berinternet, email ke: [EMAIL PROTECTED]
Stop berlangganan, e-mail ke: [EMAIL PROTECTED]



Kirim email ke